PRAJURU Adat di Bali mengikuti Wimbakara (Lomba) Sambrama Wacana (sambutan) dalam ajang Bulan Bahasa Bali (BBB) VII tahun 2025. Lomba yang disambut antusias oleh masyarakat Bali itu berlangsung di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis 20 Pebruari 2025.
Ada sebanyak 9 peserta, merupakan perwakilan dari kabupaten dan kota di Bali yang saling adu kepiawaiannya dalam memberikan sambutan berbehasa Bali itu. Meski semuanya tampil maksimal, namun dewan juri tetap saja menyaksikan kekurangan diantara peserta itu.
Para peserta tampil secara bergiliran di atas stage dan disaksikan oleh penonton yang duduk di samping kanan, kiri serta didepan stage. Kata-katanya tegas, dan penuh makna. Vokalnya terkadang besar, kecil dan halus mirip seorang dalang tana wayang.
Kata-katanya tegas, terkadang santai dan akrab untuk menarik perhatian penonton. Mereka terkadang berbicara diikuti dengan gestur tubuh. Mereka, tak hanya memberikan tuntunan, tetapi juga menjadi tontonan yang memberikan hiburan yang sarat dengan nilai-nilai.
Peserta undi 3, yakni Bendesa Adat Sesetan, I Made Yoga Karisma yang mampu membius penonton yang hadir. Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini benar-benar menguasa materi. Ia mirip seorang dalang yang memaparkan kata-kata yang penuh makna.
Bendeda Adat Sesetan ini memiliki kemampuan untuk menarik perhatian penonton. Maka itu, I Made Yoga Karisma yang merupakan duta Kota Denpasar dipilih ketiga dewan juri sebagai pemenang Juara I.
Sementara juara II diberikan kepada Bendesa Adat Peliatan, Ubud, Cokorda Putra Wisnu Wardana sebagai duta Kabupaten Gianyar. Sedangkan I Kadek Senimayura, Bendesa Adat Poh Bergong duta Kabupaten Buleleng sebagai juara 3.
- BACA JUGA:
“Lomba ini menjadi tolak ukur bagi para Prajuru Adat di dalam mensosialisasikan bahasa Bali di masyarakat. Para Bendesa Adat ini menjadi tauladan di desanya untuk melestarikan ajaara, sastra dan bahads Bali,” kata Bendesa Adat Sesetan, Yoga Karisma senang.
Lomba seperti mestinya, lanjut Yoga Karisma mesti diawali dari proses pembinaan. Memang beberapa daerah sudah ada yang menjalankan pembinaan seperti itu, namun perlu dilakukan secara merata di seluruh desa.
Maka itu, lomba kelihatannya natural sekali, namun tetap ada anggah ungguhing dan tata titi basa yang kurang pas, sehingga perlu ada perbaikan. “Jujur, saya merasa banyak mendapat ilmu dalam ajang ini, rasa senang dan bahagia saat berkenalan bersama prajuru adat lain,” ujarnya.
Yoga Karisma kemudian berharap ke depan, lomba ini akan menjadi inspirasi bagi prajuru lainnya atau yowana agar mau belajar anggah ungguhing basa. “Jaman sekarang ini, banyak konten kreator yang banyak menggunakan Bahasa Bali. Termasuk ada istilah-istilah berbahasa Bali yang mungkin bisa diambil untuk bahan pembelajaran,” sebutnya.
Salah satu dewan juri Drs. I Nengah Medera mengatakan, sejak digagas dulu, lomba Sambrama Wacana ini sebagai upaya untuk mensosialisasikan dan memantapkan kembali penggunaan Bahasa Bali.
Karena, Bahasa Bali itu adalah bagian dari pada kebudayaan Bali. “Oleh karen itu, untuk lomba Sambrama Wacana ini, kita batasi untuk Bendesa Adat saja dengan harapan agar bisa mengekspresikan dirinya untuk memahami bahasa Bali itu,” terangnya.
- BACA JUGA:
Ini adalah lomba Sambrama Wacana ke tujuh yang mengalami peningkatan secara signifikan. “Kelebihannya sekarang, mereka mau tampil dan mengikuti lomba. Semangat mereka untuk ikut telah tumbuh, bahkan mengalami peningkatan,” ucapnya senang.
Berbeda dengan lomba sebelumnya, mendaftar menjadi peserta saja susah, sehingga peserta lomba ini sedikit pesertanya. “Kami senang, karena semua kabupaten dan kota mengirimkan perwakilan,” tambahnya senang.
Hanya saka, yang menjadi koreksi ada pada pemilihan kata. Banyak peserta yang kurang tepat dalam memilih kata. “Sesuatu kesalahan yang sudah biasa diulang-ulang, sehingga kini dianggap benar. Misal, kata parikrama,” contohnya.
Kalau cari arti katanya, jalas Nengah Medera, sesungguhnya adalah adat-istiadat, tetapi disini dikatakan sebagai kata acara. “Padahal, kita di Bali memiliki kata acara itu. Itu perlu diperbaiki sedikit demi sedikit,” imbuhnya.
Nengah Medera kemudian berharap kepada Bendesa Adat yang sebagai peserta lomba ini, supaya bisa memasyarakatkan Bahasa Bali di daerahnya sendiri. Termasuk memberikan contoh lagi. “Ada sebuah desa yang warganya berbahasa Indonesia semuanya, sehingga ada menjadi guide bahasa Bali,” ceritanya. [T]
Reporter/Penulis: Budarsana
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA: