Catatan Harian Sugi Lanus, 23 September 2024.
TANGGAL 29 Juni 1938 adalah Rabu (Buda) Kliwon wuku Dungulan atau dikenal sebagai Hari Raya Galungan. Ketika itu semua pembesar kerajaan di Bali yang ditunjuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda dilantik di Besakih.
Peristiwa itu “viral” di masanya. Hampir semua koran-koran Belanda memberitakannya. Foto pelantikan dan persembahyangan di Besakih itu terpajang hampir semua koran Belanda.
Berita ini adalah sebuah pencapaian besar Kerajaan Belanda yang telah mampu menundukkan Bali secara merata, dan untuk pertama kalinya semua pejabat otonom yang ditunjuk sebagai bestuurder disumpah bersama. Para pejabat yang diangkat ini diambil dari garis silsilah menjadi raja-raja Bali di 8 kabupaten di Bali yang bersedia/sepakat tunduk di bawah kekuasaan Belanda dengan perjanjian dan pengesahan antar masing-masing Kerajaan di Bali dan Kerajaan Belanda.
Kalau kita membaca pemberitaan terkait Besakih tahun sebelumnya, Belanda telah mempersiapkan dengan matang kegiatan ini pada beberapa tahun sebelum pelantikan ini. Pemerintah Belanda dan para raja Bali yang ditundukkan telah memperbesar jalan sampai Besakih sehingga mobil bisa masuk mencapai Besakih, sampai di halaman bawah Besakih.
Belanda membangun jalan tembusan dan jembatan secara sistematis dan selanjutnya memakai Pura Besakih sebagai tempat pengambilan sumpah para raja Bali dan peristiwa penting lainnya. Pemerintah Belanda memakai Besakih sebagai “posko kepentingan politik” memerintah Bali.
Sebuah koran Belanda, ‘Bredasche courant’, bertanggal 21-10-1932, memberitakan bagaimana berbondong-bondong masyarakat dan pejabat Belanda meresmikan jalan baru ke Besakih.
Beritanya sebagai berikut:
NIEUWE WEG OP BALI Feestelijk geopend
SINGARADJA, 20 Oct. (Aneta.) Gisteren is in tegenwoordigheid van Resident Beeuwkes, alle ambtenaren van het Binnenlandsch Bestuur, acht Regenten en Balische hoofden, de nieuwe weg tusschen Menanga en Besakih, in de onderafdeeling Karangasam, op feestelijke wijze geopend. Deze gebeurtenis is zeer belangrijk, daar te Besakih, op de helling van den Goenoeng Agoeng, zich een Baüneesch nationaal heiligdom bevindt, n.1, de groote Besakih-tempel.
JALAN BARU DI BALI Pembukaan yang meriah
SINGARADJA, 20 Oktober (Aneta.) Kemarin, di hadapan Residen Beeuwkes, seluruh pejabat Pemerintah Dalam Negeri, delapan Bupati dan Kepala Bali, jalan baru antara Menanga dan Besakih di Kecamatan Karangasam dibuka secara meriah. Peristiwa ini sangat penting, karena di Besakih, di lereng Goenoeng Agoeng, terdapat tempat suci bangsaan Bali, Pura Agung Besakih.
Berita ini bercerita jika dari Menanga ke Besakih sebelum tahun 1932 tidak terdapat jalan yang menghubungkan yang dapat dilalui kendaraan mobil.
Kalau kita hitung, tahun 1932 jalan ke Besakih dibuka, dan tahun 1938 diadakan pelantikan raja-raja Bali menjadi pejabat otonom di bawah penguasa Belanda, maka jelas ini tidak kebetulan.
Peristiwa selanjutnya, yang secara sadar Besakih dijadikan sebagai ruang politik Belanda, adalah pembacaan Surat Ratu Belanda di Besakih di hadapan para penguasan bawahan Belanda (raja-raja Bali), di tahun 1940.
OP EEN TEMPELFEEST TE BESAKIH op Bali luisteren de acht zelfbestuurders naar het voorlezen van een brief van H.M. de Koningin, waarin H.M. Haar dank uitsprak voor een brief van de zelfbestuurders van 12 Juli 1940, waarin zij de hoop uitspraken, dat de Koningin spoedig weer als vorstin het Nederlandsche grondgebied zou mogen betreden.
DALAM FESTIVAL CANDI DI BESAKIH Bali, delapan orang zelfbestuurders (pejabat otonom setingkat bupati – yang dimaksud adalah raja-raja Bali yang ditunjuk Belanda) mendengarkan pembacaan surat dari Yang Mulia Ratu Belanda, dimana Yang Mulia mengucapkan terima kasih atas surat dari para zelfbestuurders tertanggal 12 Juli 1940, yang di dalamnya mereka menyatakan berharap Ratu segera kembali karena Ratu akan diizinkan memasuki wilayah Belanda.
Pemberitaan adanya kegiatan di Besakih yang diselenggarakan tahun 1940 untuk mengumpulkan para raja yang ditunjuk Belanda ini jelas mempertegas bagaimana Besakih pernah dipakai “ajang politik” Belanda dalam mengkonsolidasi politik pulau Bali.
Berikut terjemahan (cepat) berita GALUNGAN-BELANDA di Besakih dalam sebuah koran Belanda:
___________________
LAPORAN KHUSUS GALUNGAN DI BESAKIH TAHUN 1938.
PENGAMBILAN SUMPAH
Pukul sepuluh kurang sepuluh, seluruh Zelfbestuurders (Pejabat Otonom setingkat Bupati) yang berjumlah delapan orang yaitu Anak Agoeng Karangasem, Kloengkoeng, Bangli, Boeleleng, Badoeng, Tabanan Gianjar dan Djembrana, duduk di tanah di depan kursi Dewan pendeta. Di sebelah barat lautnya, di sisi yang tinggi, di sisi Goenoeng Agung, terdapat Pedanda Gede Manoeaba, anggota Dewan Kerta Gianjar, yang membacakan formulir sumpah, sementara sesaji asap dinyalakan di depan mereka. Pembacaan formulir, sebuah pemastoe, memakan waktu dua puluh menit dan bagi mereka yang memiliki cukup pengetahuan tentang bahasa tersebut, hal itu pasti memiliki arti yang sangat penting, karena di dalamnya semua kengerian, wabah penyakit, dan penyakit yang mungkin terjadi dimohonkan, jika pengambil sumpah tidak memenuhi menepati janji mereka. Dalam hal ini, semua kekuatan jahat di bumi dan di luarnya akan bebas mengendalikan orang-orang yang tidak beriman. Selepas pengambilan sumpah yang khidmat ini, Zelfbestuurders (raja-raja Bali) bangkit dari tanah dan selanjutnya Residen Bali dan Bupati Karangasem masing-masing memberikan pidato yang khidmat: yang pertama atas nama pemerintah, yang kedua menjawab atas nama para pemimpin masyarakt Bali yang berkumpul. .
MAKAN SIANG DI GIANJAR
Setelah upacara di Besakih, retret diterima dan di Gianjar orang-orang berkumpul di sekitar pertunjukan topeng, di mana para pelawak khususnya, dengan lelucon dan kejenakaan mereka, membentuk penyeimbang yang menyenangkan terhadap kekhidmatan yang baru saja disaksikan. Setelah itu, sejumlah tamu terbatas mengikuti jamuan makan siang yang dipersembahkan oleh Ikatan Direksi di Poeri Bupati Gianjar. Pidato-pidato disampaikan di meja, pertama oleh Residen, yang kembali berbicara kepada para Zelfbestuurders dengan cara yang kebapakan dan mengesankan. Dalam sambutannya, ia mengucapkan terima kasih kepada Bupati Karangasem dengan kata-kata yang tepat. Pembicara ketiga adalah Dr. Hoven, yang menyampaikan pidatonya secara khusus kepada para Self-Governors, setelah itu sekretaris menyampaikan ucapan selamat kepada Mr. Prins dari Gubernur Jenderal, seluruh anggota Dewan Hindia serta surat dari G. G. Jhr. de Jonge.
Residen tersebut kini akan menjadi tamu dari beberapa pejabat otonom, setelah itu ia akan memberikan ucapan selamat kepada mereka di tempat masing-masing pada hari Kamis, tanggal 30.
Para Zelfbestuurders Bali Disumpah Dalam Upacara Akbar di Pura Besakih Pura Bertingkat Yang Mengesankan Di Pegunungan
SIMBOLISME YANG MENGEMPRESKAN
Sesampainya pekerjaan besar yang harus dilakukan dipimpin oleh para pendeta, yang memberikan berkah sepanjang perjalanan, diiringi dengan bunyi lonceng doa, kemudian berjalan menuju Puri bersama para Zelfbestuurders (Pejabat Otonom setingkat Bupati), didahului dengan prosesi panjang para pejabat dan yang lain. Hari ini, Kamis dan lusa, festival rakyat akan berlangsung di seluruh ibu kota pedesaan dan di tempat lain, sedangkan fakta bahwa hari-hari tersebut bertepatan dengan festival Galungan dan Manis Galungan berkontribusi pada fakta bahwa, dalam arti tertentu, seluruh masyarakat Bali ikut serta dalam perayaan tersebut, suasana meriah. Sementara itu, semua orang berharap pemerintahan mandiri ini benar-benar bermanfaat hari, mereka bekerja sekuat tenaga untuk membenahi jalan baru yang belum beraspal dari Rendang ke Besakih , yang dilalui banyak jalan yang berkelok-kelok dan licin. Ratusan mobil berusaha menuju ke tempat, 3.000 kaki di atas permukaan laut, lokasi pura Besakih, Pura Nasional Bali, tempat suci bertingkat yang megah, tempat para peziarah pasti melakukan “tirtayatra” mereka jauh sebelum kedatangan agama Hindu di pulau tersebut.
Fakta bahwa kuil ini dipilih untuk pelantikan para gubernur hanya dapat dilihat sebagai isyarat simbolis yang mempunyai arti dan nilai nasional. Sangat disayangkan bahwa menurut adat istiadat Bali, beberapa penguasa sendiri tidak diperbolehkan memasuki pura karena ada anggota keluarga mereka yang meninggal (sebel), sehingga upacara harus dilakukan di lokasi yang tidak terencana. Dalam pemikiran dan perasaan masyarakat Bali, fakta ini menghilangkan banyak makna penting dari upacara ini.
Ada sejumlah ruangan berpelindung sementara yang diperuntukkan bagi para tamu Zelfbestuurders dan tamu undangan lainnya, di Selatan dan Barat Daya. Pukul sembilan di ruang pertama disebutkan juga seluruh pejabat Bali beserta dayang-dayangnya, seluruh kepala dinas, sedangkan kursi baris paling depan diperuntukkan bagi Residen dan Zelfbestuurders. Di barat laut ada area tertutup di mana tiga orang pendeta duduk, untuk kemudian mengucapkan pemberkatan mereka di atas kepala para Zelfbestuurders (Pejabat Otonom setingkat Bupati).
PARTISIPASI MASYARAKAT
Laporan ini tidak akan lengkap jika tidak ada penjelasan mengenai masyarakat yang berpartisipasi dalam perayaan ini dengan cara yang khas Bali dan sering kali sangat mengesankan. Di sepanjang jalan menuju Besakih, para pembawa tombak ditempatkan di sepanjang jalan dengan mengenakan pakaian baris Bali kuno, dengan banyak kain kotak-kotak berwarna merah cerah dan hitam putih. Baling-baling dipasang pada semua tombak, yang berkibar tertiup angin, meningkatkan penampilan meriah. Penjaga kehormatan yang mengesankan. Dalam perjalanan pulang, sebuah tontonan menanti para pengunjung yang melampaui segalanya: sepanjang puluhan kilometer jalan, terutama di Karangasem dan Kloengkoeng, di kedua sisinya dipagari dengan sesajen paling berwarna berupa buah-buahan, bunga, kue beras warna-warni, sementara dengan setiap persembahan, seorang wanita memperhatikan. Mengingat sesaji ini tidak lebih dari tiga atau empat kali meter, seseorang dapat membentuk gambaran tentang keindahan bergerak dari keseluruhan ini. Di semua desa, jalan-jalan juga dihiasi dengan penjor, bambu panjang, tipis, dan melengkung di bagian atasnya, yang merupakan bagian dari festival Galoengan, sebuah festival yang bertepatan dengan pengambilan sumpah. Di ujung-ujung bambu yang halus, menari-nari di atas angin, terdapat hiasan-hiasan seperti lentera, daun-daun yang diukir dengan indah, dibuat sedemikian halus seperti renda, membuatnya seolah-olah seseorang sedang berkendara di bawah lorong tak berujung yang dipenuhi hiasan-hiasan dongeng. Sesampainya di alam masing-masing, para Zelfbestuurders dipimpin oleh para pendeta, yang memberikan berkah sepanjang perjalanan, diiringi dengan bunyi lonceng doa, kemudian berjalan menuju Puri bersama para Zelfbestuurders (Pejabat Otonom setingkat Bupati), didahului dengan prosesi panjang para pejabat dan yang lain. Hari ini, Kamis dan besok, festival rakyat akan berlangsung di seluruh ibu kota pedesaan dan di tempat lain, sedangkan fakta bahwa hari-hari tersebut bertepatan dengan festival Galoengan dan Manis Galoengan berkontribusi pada fakta bahwa, dalam arti tertentu, seluruh masyarakat Bali ikut serta dalam perayaan tersebut, suasana meriah. Sementara itu, semua orang berharap pemerintahan mandiri ini benar-benar bermanfaat bagi Bali. Ada banyak pekerjaan besar yang harus dilakukan.
______________
Catatan kecil ini hanya bersifat pengingat bahwa pernah di masa kolonial keagungan Pura Besakih menjadi ruang politik legitimasi kekuasaan. Oleh pemerintah kolonial melantik pemerintahan bonekanya untuk menjadi pejabat lokal.
Galungan di Besakih tanggal 29 Juni 1938 adalah “Galungan Belanda”: Sebuah kemenangan Belanda atas raja-raja Bali yang ditunjuk dan disumpah tunduk menjadi penguasa boneka Zelfbestuurders (Pejabat Otonom setingkat Bupati). Mereka diseleksi dari keturunan raja yang mau tunduk dan tidak berontak pada Belanda. [T]
BACA artikel lain dari penulisSUGI LANUS