JIKA ada kemewahan sejati yang kita dambakan sebagai manusia di usia senja tentu jawabannya tidak lain tidak bukan adalah kesehatan. Bisa dibayangkan jika di usia senja kita masih mampu berjalan naik turun tangga tanpa keluhan yang berarti, mampu bersepeda, berlari, mengangkat belanjaan, menggendong cucu. Sungguh suatu kemewahan yang tak terbeli dengan apapun!
Sayangnya, sebagai makhluk hidup yang dibekali kecerdasan, sikap kita tidak serta merta mendukung untuk mendapatkan kemewahan itu. Sedari muda kita terlampau biasa menomorduakan segala sesuatu yang justru bisa menjamin kesehatan di hari tua secara sadar atau tidak. Kita mengorbankan waktu tidur kita untuk hang out dan party atau sekedar begadang menonton pertandingan.
Kita juga menyia-nyiakan ¾ kebutuhan tubuh kita untuk mendapat makanan sehat. Lebih dari 6 jam kita larut dalam duduk, mengorbankan waktu aktif kita untuk suatu sedentary life style. Tapi kita menaruh harapan terlalu tinggi di saat menua, lebih dari apapun kita berharap bisa hidup sehat sentosa di kala tua tanpa ada upaya memadai untuk mencapai tujuan tersebut. Sungguh ironis memang sapiens ini.
Untuk mencapai kehidupan berkualitas secara fisik dan mental, sapiens yang telah menempuh evolusi berjuta tahun lamanya sehingga menjadi rupa dan fungsi seperti saat ini tentunya memiliki pijakan-pijakan kuat. Terciptanya produk evolusi yang sukses tidak lepas dari terpenuhinya empat pilar dasar wellbeing.
Pilar itu sederhana saja, eat well, sleep right, move, stress management. Namun seolah hanya sebagai quote pemanis hidup, ada saja alasan kita untuk menunda. Entah kita terjebak di mode kemalasan atau suatu procrastination. Kita selalu meng-excuse diri untuk mengamini semua kealpaan kita tapi cenderung menuntut banyak pada tubuh agar selalu sehat tanpa perlu berkorban apapun.
Dan, boom..terciptalah ledakan-ledakan penyakit metabolik yang seakan sengaja diciptakan oleh kita sendiri. Revolusi industri mempermudah hidup manusia dalam mendapatkan barang dan jasa telah berjalan sesuai matlamatnya, namun seolah ada harga yang dibayar untuk semua kemudahan itu, dan tentu saja terlalu mahal. Kesehatan kita!
Satu hal yang pasti, untuk dapat melaksanakan aktivitas harian dengan nyaman dibutuhkan kekuatan motorik yang optimal. Salah satu penjamin aktivitas motorik, baik tenaga maupun tonus yang baik adalah optimalnya struktur anatomi dan fisiologi otot-otot kita. Baik itu otot lurik, polos maupun otot jantung kita sebagai manusia. Fungsi jantung yang baik, demikian pula dengan fungi pencernaan serta organ-organ dalam lainnya sangat bergantung dari seberapa aktif kita bergerak. Dalam artian, gerakan yang dibentuk oleh otot rangka/lurik menjadi salah satu parameter baik buruknya homeostasis (baca: keseimbangan fungsi) tubuh.
Otot adalah kunci pergerakan, pernapasan, dan catat; postur tubuh yang baik. Otot pun menyimpan energi yang bisa kita gunakan untuk melakukan semua aktivitas tubuh secara berdaya guna.
Otot rangka adalah organ terbesar dalam tubuh manusia. Terdapat sekitar 600 otot yang menyumbang hampir 50% dari total berat badan. Agar organ vital yang sering dianak tirikan ini berfungsi dengan semestinya tentunya memiliki term and condition tertentu yang sejalan dengan nature tapi sekali lagi, sebagai sapiens yang cenderung manipulatif, kita seringkali hanya ingin hasil maksimal dengan usaha secukupnya saja. Kita malas bergerak, olahraga menjadi momok, bukan lagi disadari sebagai kebutuhan.
Menurut perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran saat ini, otot diyakini pula sebagai organ endokrin. Otot rangka menghasilkan suatu protein yaitu myokines yang telah dibuktikan oleh berbagai research memiliki efek positif pada proses metabolisme tubuh, jantung dan pembuluh darah, otak dan mental, serta imunologi (kekebalan tubuh).
Pada saat kita berolahraga, sebagian besar otot akan berkontraksi, menghasilkan myokines yang nantinya merangsang otot-otot tersebut mengalami hipertrofi atau pembesaran ukuran. Jadi jika kita ingin tubuh lebih muskular dan lean, upaya untuk menjaga massa otot harus terus dipelihara dengan bertambahnya usia.
Age ‘destroy’ almost everything, karena hingga saat ini belum ada obat atau metode yang dapat memutar balik proses penuaan. Untuk menunda agar penuaan tak progresif, masih dimungkinkan. Scientist yang mendalami antiaging medicine memahami hal ini dengan sebaik-baiknya. Kita masih berpola lama dengan menganggap bahwa penuaan identik dengan uban, keriput, pikun, keropos tulang, masalah jantung dan gejala popular lainnya.
Kita alpa menyadari bahwa salah satu gejala utama penuaan dini adalah hilangnya massa otot rangka. Pada orang normal, massa otot akan bertambah secara mantap sejak lahir hingga dewasa dan mencapai puncak di usia 30-35 tahun. Setelah itu kinerja otot akan menurun perlahan dan berkurang progresif di usia di atas 60 tahun untuk wanita, 70 tahun untuk pria. Jika diakumulasikan, manusia akan mengalami penurunan massa otot sekitar 30% sepanjang hidupnya.
Selain ukuran, komposisi otot pun semakin mengalami perubahan. Semakin tua kita semakin akrab jaringan lemak menyelimuti sebagian besar otot kita. Tidak terbilang bagian tubuh seperti perut, paha, muka, lengan atas merupakan tempat bergelantungan paling favorit dari lemak yang sejatinya merupakan semacam survival armor bagi tubuh.
“If you don’t use it, you lose it!” Sebuah quote yang patut direnungkan mendalam. Semakin tua kita semakin lelah dan enggan untuk banyak beraktivitas sehingga atrofi (pengecilan ukuran) ototlah ganjarannya. Penuaan juga identik dengan menurunnya kekuatan.
Proses ini menyebabkan manusia semakin rentan. terhadap kondisi stres fisik maupun psikis. Lansia cenderung lebih mudah sakit karena kemampuan menghadapi stres berkurang (lack of resilient). Secara klinis peningkatan kerentanan terjadi karena cadangan dan fungsi zat mengalami degradasi pula. Hormon berkurang, utamanya pada wanita, terjadi degradasi estrogen yang nyata, meningkatnya hormon stres yang akhirnya memicu penurunan massa otot. Kerentanan ini merupakan frailty syndrome. Suatu kondisi yang dimanifestasikan sebagai suatu kondisi kurangnya kemampuan bergerak, poor strength, poor endurance dan seperti yang kita pahami bahwa otot rangkalah yang memegang peranan dalam frailty syndrome ini.
Seiring dengan bertambahnya usia perubahan hormon diduga menyebabkan beberapa masalah yang terlihat pada yang menimbulkan kelemahan otot. Jika estrogen menurun pada wanita, maka testosteronpun demikian, ia akan menurun pada laki-laki. Testosteron berkurang karena penuaan maka penurunan massa otot pasti terjadi. Kortisol (hormone stres) dan penurunan kadar vitamin D yang memiliki peran krusial dalam regenerasi otot rangka serta mempertahankan metabolisme dalam mitondria yang merupakan cell powerhouse.
Penurunan massa otot fisiologis yang mencapai 2-3% per tahun semenjak kita berusia sekitar 50 tahunan itu merupakan fakta yang mencengangkan sekaligus mengerikan. Kehilangan massa otot tentunya akan mempengaruhi performa dan resilliance kita dalam melakukan aktivitas harian. Pada begitu banyak orang dengan habit buruk, sedentary life style sehingga bahkan berjalan pun menjadi suatu hal yang sulit dilakukan di usia senja.
Beberapa pertanyaan berikut perlu diajukan pada diri sendiri Apakah terdapat rasa lelah yang lebih cepat jika beraktivitas dibanding sebelumnya?Apakah terdapat kesulitan berjalan? Apakah sulit melakukan kegiatan yang berhubungan dengan weight bearing misalnya bangun dari tempat duduk, bangun dari posisi berbaring?Apakah ada gangguan keseimbangan? Apakah berat badan cenderung bertambah dan sulit turun? Jika jawaban semuanya iya maka sangat mungkin kita mengalami sarcopenia.
Penurunan fungsi otot linier dengan konsep sarcopenia. Istilah ini berasal dari kata Yunani, “Sarcos” berarti daging, dan “penia” berarti kekurangan. Sarcopenia berakibat turunnya kemampuan ambulasi, mobilitas, dan kemandirian fungsional. Kekurangan gizi, minimnya fungsi fisik dituding sebagai penyebab fenomena ini. Hilangnya massa otot selama proses penuaan penting secara klinis karena mengurangi kekuatan dan kapasitas exercise seseorang. Per definisi sarcopenia merupakan hilangnya massa dan fungsi otot rangka terkait usia, dikaitkan dengan meningkatnya beban kelemahan, kemampuan dan kematian pada lansia. Pergerakan tubuh secara aktif termasuk misalnya olahraga adalah salah satu faktor yang mendukung potensi kekuatan otot yang berguna untuk mencegah sarcopenia.
Bisa dikatakan bahwa semakin kita aktif menggunakan otot untuk bergerak maka akan semakin tinggi peluang untuk mencapai longevity (umur panjang). Otot yang terjaga mempermudah adaptasi sistemik tubuh terhadap semua kemunduran fungsi sel akibat penuaan. Kita tak hanya diberi harapan hidup lebih lama tapi juga wellbeing karena tujuan hidup paripurna tak hanya mengejar panjangnya usia semata.
Menariknya, pada individu lanjut usia yang baru memulai olahraga pada usia lanjut menunjukkan progresifitas respon terjaganya massa otot yang baik. Bukan suatu yang luar biasa jika dikatakan bahwa olahraga adalah metode yang mumpuni yang berkontribusi untuk mencapai harapan hidup lebih lama.
Pentingnya massa otot tidaklah hanya hiperbola semata. Otot tidak hanya melulu mengenai kebugaran atau kekuatan fisik. Namun jauh lebih penting dari semua itu, massa otot memainkan peranan penting dalam fungsi kognitif manusia. Sebuah studi yang menarik menunjukkan bahwa olahraga yang dilakukan secara rutin oleh warga senior akan memberikan efek baik yang signifikan pada hipokampus orang yang bersangkutan.
Hipokampus adalah bagian kecil dari otak yang merupakan salah satu pembentuk sistem limbik, generator animal instinc manusia, yang berperanan dalam menyimpan memori dan pengolahan memori jangka panjang, pembelajaran. Tak lupa juga fungsi terpenting lainnya adalah regulasi emosi. Sederhananya, jika massa otot kita terjaga dengan keaktifan tubuh melalui Latihan maka demikian pula fungsi otak kita dalam berbagi proses penting. Tidak berlebihan jika ditarik suatu kesimpulan massa otot yang preserve dan optimal akan mencegah kita mengalami kemunduran memori (early onset dementia).
Tidak ada istilah terlalu tua untuk bergerak! Latihan dalam bentuk apapun yang dapat menguatkan massa otot menjadi semacam investasi luar biasa yang kita tabung sedikit demi sedikit sebelum usia kita mencapai sekitar 50 tahunan. Saat usia sudah sangat menu akita akan sulit menabung massa otot karena secara fisiologis karena berbagai faktor termasuk hormonal, massa otot kita semakin berkurang dan digantikan oleh lemak.
Bagi lansia yang terlambat menyadari pentingnya massa otot sebagai salah satu rahasia umur panjang maka tidak ada kata terlambat untuk memulai. Fakta membuktikan bahwa lansia yang baru aktif, di kemudian hari mereka menunjukkan peningkatan fisik dan mental yang lebih besar daripada rekan-rekan mereka yang lebih muda tapi mager.
Latihan atau exercise tidak selalu harus dimaknai dengan aktivitas di gym, gerakan sulit dan menantang dan segala aktivitas instagramable lainnya. Aktivitas fisik sedang seperti berjalan, berkebun, naik turun tangga memberi pengaruh yang baik untuk status kesehatan seorang lansia.
Mengapa aktivitas ini seakan-akan tidak penting dan tidak pernah di endorse oleh health professional? Menawarkan sesuatu tidak popular dan tidak instan tentunya jauh lebih memerlukan perjuangan dan effort yang berkesinambungan. Suatu hal yang tidak disukai oleh kita semua. Tidak disukai berarti tidak menjual dan tidak akan laku. Sungguh ironi yang kesekiankalinya.
Hal penting lain yang layak diketahui dan diperbincangkan adalah adanya hubungan antara Gut Brain Axis (GBA), suatu jaras yang dibentuk olah persarafan enterik di usus halus dengan otak. Mikrobiota usus yang ada dalam tubuh host (dalam hal ini manusia) berperanan sangat besar dalam meregulasi sistem kekebalan tubuh, metabolisme berbagai fungsi tubuh, menghasilkan neurotransmitter (misalnya dopamin, serotonin, dan sebagainya), dan dalam perkembangan otot rangka melalui komunikasi bidireksional melalui GBA tadi. Bahkan digadang-gadang ada tambahan aksis lain dari jalur tersebut yang melibatkan otot rangka, The Brain-Gut-Muscles axis. Myokine, yang sudah disinggung sebelumnya, merupakan mediator yang diperlukan dalam kelangsungan hubungan komunikasi organ-organ itu. Koloni mikrobiota baik akan mempengaruhi pula massa otot rangka kita sehingga menghasilkan otot yang berkualitas secara anatomi dan fungsi.
Entah bagaimana E.C Segar di tahun 1929 terinspirasi dengan konsep Gut Brain Muscle axis yang saat itu belum ditemukan sehingga bisa menciptakan tokoh kartun Popeye yang mendapat manfaat kekuatan dan hipertrofi otot dengan makan bayam. Dari kartun sarat nostalgia tersebut kita dapat memetik hikmah bahwa dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi protein serta tinggi serat adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk pemebentukan lean muscles.
Makanan-makanan ramah mikrobiota usus termasuk pula prebiotik dan probiotik merupakan asupan yang dapat melawan sarcopenia. Hal ini tentu saja karena mikrobiota usus juga terlibat dalam perkembangan kehilangan otot selama penuaan. Kombinasi program latihan yang tepat dan intervensi diet yang ditujukan untuk memodifikasi mikrobiota usus sangat menjanjikan untuk menangkal sarcopenia.
Olahraga dalam bentuk apapun adalah tantangan bagi fisik juga mental manusia. Rasa malas memulai, ketidakkonsistenan merupakan batu sandungan utama untuk mencapai habituasi tubuh. Latihan fisik dalam bentuk apapun adalah cara yang cukup ‘berbahaya’ (karena sesungguhnya dengan berlatih/berolahraga kita menempatkan fisik di situasi tidak nyaman dan dalam kadar tertentu menyebabkan luka pada jaringan otot (microtears) sehingga terjadi inflamasi (keradangan) lokal. Saat luka mikro itu menyembuh kita mendapatkan massa otot dan kekuatan. Fase penyembuhan microtears pasca inflamasi memerlukan waktu 24-48 jam pasca latihan otot optimal.
Bagaimana orang tua bisa mulai berolahraga dengan aman? Mulailah secara bertahap untuk memberi tubuh kita waktu untuk menyesuaikan diri dengan rutinitas latihan baru. Bisa dicoba dengan aktivitas jangka pendek, intensitas rendah selama beberapa minggu. Berusaha membuat rutinitas fisik hingga sekitar 30 menit setiap hari.
Jika tidak sanggup, bahkan beberapa menit aktivitas saja sudah mendatangkan manfaat ketika kita berusaha memulai. Selalu biasakan untuk memulai dengan pemanasan yang cukup dan tak lupa pendinginan sesudah latihan inti. Bagi lansia dengan gangguan keseimbangan penting untuk memperhatikan sekitar, apakah ada benda yang membahayakan. Lantai licin dan barang-barang yang bisa mencederai sebaiknya disingkirkan.
Minumlah air sebelum, selama, dan setelah sesi latihan bahkan jika tidak merasa haus. Tidak lupa berilah dukungan terhadap gaya hidup sehat yang dipilih oleh lansia kita. Dukungan dalam bentuk apresiasi, pujian, dan menjadi number one supporter amat bermakna sebagai placebo effect bagi lansia kita untuk mencapai sekali lagi, longevity dan wellbeing. [T]
Sumber :
- Srikanthan, P., Karlamangla,AS. 2014. Muscle Mass Index As a Predictor of Longevity in Older Adults. The American Journal of Medicine. 127(6) http://dx.doi.org/10.1016/j.amjmed.2014.02.007
- Batsis, JA., Buscemi, S. Sarcopenia. 2011. Sarcopenic Obesity and Insulin Resistance in Medical Complications of Type 2 Diabetes. http://dx.doi.org/10.5772/22008