SEJAK akhir abad XVII, musik tradisional gamelan, tidak terkecuali gamelan Bali, telah menarik perhatian komposer Barat untuk dimanfaatkan dalam memperkaya warna dan elemen musikal kedalam membuat karya-karya baru musik mereka. Mereka diantaranya adalah Claude Debussy, Steve Reich, Collin McPhee, Lou Horison, Jack Body, Michael Tenzer, Gareth Farr, Wayne Vitale dan lain lainnya. Demikian pula sebaliknya, dimana pemanfaatan elemen-elemen musik Barat telah juga dilakukan oleh komponis-komponis Bali seperti I Wayan Gde Yudana, Dewa Alit, Wayan Balawan dan lainnya.
Persilangan budaya musik yang saling mempengaruhi ini adalah sebuah keniscayaan, dimana Bali sejak masa perjuangan kemerdekaan telah berhubungan dengan orang-orang dari negeri luar. Dalam konteks kebudayaan musik hal tersebut dapat membawa pada perubahan yang sangat esensial dan memberi dampak terhadap perkembangan musik gamelan Bali.
Proses latihan karya musik Cane | Foto: Dok. Kartawan 2024
Penciptaan karya musik baru melalui cross-culture approaches (pendekatan silang budaya) dapatmelibatkan berbagai cara seperti; mengadopsi, meminjam, mentranformasi, mengelaborasi, mengornamentasi, dan memadukan berbagai elemen-elemen musik—dapat terdiri dari dua atau lebih jenis dari genre atau dengan latar belakang budaya musik yang berbeda.
Bagi seniman musik, keadaan tersebut dapat memantik, menumbuhkan dan mengembangkan daya kreatifitas mereka karena dengan demikian mereka dapat beradaptasi secara luas melalui mengekplorasi musik mereka sendiri dan melibatkan musik orang lain. Hasil dari proses interaksi ini akan menghasilkan jenis-jenis ciptaan yang cendrung inovatif dan menemukan kemungkinan-kemungkinan bentuk-bentuk musik yang baru.
Pendekatan silang budaya musik memungkinkan para kreator musik inovasi musik dimana memadukan elemen musik dari genre dan latar belakang musik yang berbedan itu terwujud dalam karya musik dengan judul ‘Cane’.
Hibah P2DSD
Karya musik yang berujudul ‘Cane’ ini adalah salah satu pemenang hibah Penelitian, Penciptaan, Diseminasi, Seni – Desain (P2DSD) Tahun 2024. Sebagai salah satu upaya mendorong tumbuhnya penciptaan seni berbasis penelitian di kalangan dosen, Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP), Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar mengakomodirnya melalui Skema Hibah Penelitian, Penciptaan, Diseminasi, Seni – Desain (P2DSD) dengan menggunakan Dana DIPA Tahun 2024.
Hibah tersebut bertujuan untuk memotivasi para dosen menuangkan ekspresinya dalam berkarya seni, baik seni pertunjukan maupun seni rupa-desain. Dalam hal ini dosen dapat menunjukan eksistensinya sebagai pencipta yang intelektual dan professional dan sekaligus memenuhi kewajibannya melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Salah satu target luaran dari hasil karya yang tercipta adalah desiminasi hasil ciptaan melalui seminar international yang diselenggarakan di luar daerah Bali atau luar negeri. Melalui desiminasi tersebut diharapkan dapat mengangkat nilai kompetitif bangsa Indonesia dalam percaturan diplomasi internasional.
Tentang karya “Cane”
Gagasan dari karya musik “Cane” berawal dari keinginan mengangkat nilai-nilai tradisi musik Bali yang adi luhung dan diekspresikan ke dalam karya modern musik hibrid. Konsepnya mengangkat fenomena silang budaya yang terjadi antara gamelan Bali dan musik Barat.
Adapun anggota tim peneliti dalam karya ini terdiri dari I Made Kartawan, I Made Dwi Andika Putra dan Ni Putu Hartini yang merupakan dosen dari Program Seni Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan. Pertunjukan dan perekaman hasil akhir ciptaan karya musik ‘Cane’ telah dilakukan pada tanggal 18 Juni 2024, bertempat di Studio I Wayan Beratha, ISI Denpasar.
Karya ini melibatkan perpaduan sejumlah aspek dalam musik, yaitu; teknis—seperti pengolahan motif, pola, ornamentasi yang bersumber dari musik tradisional Bali dan Barat ,dan instrumentasi—dimana memanfaatkan keunikan mood pada patutan/patet pada gamelan Semar Pagulingan Saih Pitu.
Adapun jenis patutan tersebut adalah selisir, sunaren, baro, tembung, patemon, pangenter alit dan pangenter ageng. Secara harfiah Cane adalah bentuk sesajen kecil yang biasanya persembahkan saat pesangkepan paripurna (rapat penting) di Bali. Ia terdiri dari berbagai unsur yang ditempatkan salam satu wadah.
Cane dipersembahkan sebagai wujud syukur dan permohonan agar rapat yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan lancar serta akan menghasilkan keputusan yang dapat dihormati dan dilaksanakan oleh seluruh masyarakat setempat. Filosofi sesaji Cane, dalam konteks kegunaanya pada sangkep (rapat) penting tersebut, menjadi pemantik terhadap gagasan lahirnya karya musik ‘Cane’.
Sejumlah instrumen digunakan dalam karya musik ‘Cane’, yaitu kelompok melodic instrument yang terdiri dari sepasang jegogan, jublag dan penyacah. Instrumen tersebut merepresentasikan tiga oktaf dari yang terendah (jegogan) ke yang tertinggi (penyacah). Karya musik ‘Cane’ terdiri dari lima bagian dimana masing-masing bagian mengeksplorasi satu/lebih model patutan, kecuali bagian 1 yang menggunakan seluruh model, melalui pengolahan melodi, ritme, dinamika dan tempo.
Perpaduan elemen-elemen musikalnya meliputi;1) tradisi musik Bali seperti motif kekenyongan, nyongcag, ngempyung, dan kekilitan, dan 2) elemen musik Barat diantaranya unison, harmony, dissonance, polyphonic dan imitation. Melalui kombinasi elemen tersebut diharapkan karya ini dapat mencapai aspek musikal sebagaimana yang dikonsepkan sebagai musik hibrid.
Pertunjukan Musik ‘Cane’ | Foto: Dok. I Made Kartawan 2024
Satu hal yang menarik bahwa dalam proses penggarapan dan pertunjukknya melibatkan musisi dari luar yaitu Prof. Dr. Justin DeHart (Univeristy of Canterbury, New Zealand) dan Dr, Jonathan Stuart Adams (University of Tennessee, Knoxville USA), yang secara kebetulan sedang melakukan penelitian di Bali. Karya komposisi musik ‘Cane’ juga telah didesiminasikan pada ‘The 7th Symposium of the ICTDM Study Group of the Performing Arts of Southeast Asia, yang berlansung pada tanggal 20-26 Juni 2024, di Iloilo City, Philippines. Komposisi tersebut dipresentasikan pada tanggal 26 Juni 2024 di moderatori oleh R. Anderson Sutton dari University of Hawai’i at Manoa, USA.
Presentasi Karya ‘Cane’ di PASEA | Foto: Dok. Kartawan 2024
Sebagai informasi “The International Council for Tradition of Music and Dance” (ICTMD) adalah organisasi ilmiah yang bertujuan untuk memajukan studi, praktik, dokumentasi, pelestarian, dan penyebaran musik dan tarian tradisional di semua negara. Untuk mencapai tujuan ini, Dewan menyelenggarakan Konferensi Dunia, Simposium, Kolokium, dan Fora, serta menerbitkan jurnal Traditions of Music and Dance dan Bulletin of the ICTMD.
ICTMD juga sebagai organisasi non-pemerintah yang memiliki hubungan konsultatif formal dengan UNESCO dan melalui perwakilan internasionalnya yang luas serta aktivitas kelompok studinya, mereka bertindak sebagai penghubung antara masyarakat dari budaya yang berbeda dan dengan demikian berkontribusi pada kedamaian umat manusia.
Presentasi Karya ‘Cane’ di PASEA | Foto: Dok. Kartawan 2024
Pada konfrensi ke tujuh ini dihadiri lebih dari 250 peserta atau ilmuan yang berasal dari universitas sejumlah negara di dunia seperti Amerika, Jepang, Malaysia, Indonesia, Philippine, Taiwan, Thailand, Hongkong, Singapore, Austria, China, France, Slovenia, dan Canada.
Para ilmuan tersebut telah mepresentasikan paper mereka tentang seni pertunjukan dalam berbagai konteks. Bagi penulis hal ini merupakan kesempatan yang baik untuk menimba pengalaman dalam kancah internasional sebagai perwakilan dari ISI Denpasar dan sekaligus memperkenalkan kebudayaan Indonesia.[T]