KETIKA itu suasana pagi masih sedang sejuk-sejuknya. Hari begitu cerah, tak ada awan mendung terlihat di atas kepala. Pertanda itu tampaknya menjadi hari baik bagi kami, sekumpulan mahasiswa dalam organisasi Badan Ekskutif Mahasiswa (BEM) yang waktu itu berkunjung ke PKP Community Centre.
Berangkat dari jalan Seroja, kami menempuh sekitar satu jam perjalanan menuju wilayah Payangan di Gianyar. Tak banyak yang bisa disaksikan selain kemacetan akibat industri turisme di jalan seputaran Ubud menuju Payangan. Ketika memasuki Desa Puhu, mata sedikit tersegarkan oleh lanskap persawahan dan rumah-rumah warga yang asri.
Setibanya di PKP Community Centre, saya merasa tempat ini cukup nyaman jika dijadikan tempat healing untuk mencari ketenangan. Tempatnya sejuk dan tidak bising seperti di kota.
Suasananya amat begitu akrab, rasanya seperti pulang ke kampung halaman sendiri. Berjumpa dengan sanak saudara yang menyambut kedatangan kita dari kota. Tempat ini tepatnya terletak di Banjar Selasih, Desa Puhu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali.
Kedatangan kami disambut oleh para anggota PKP, seperti Ibu Ari dan Ibu Putu India atau yang lebih akrab disapa Ibu Chicken. Baru saja masuk, mata sudah tertuju dengan berbagai kerajinan hasil dari buah tangan anggota PKP Community Centre, seperti baju dan pernak-pernik.
Kemudian, kami diajak oleh Ibu Ari dan Ibu Chicken menuju ke sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk menyambut tamu yang datang. Sebelum berkeliling, pengunjung akan dijelaskan berbagai hal tentang PKP Community Centre, mulai dari sejarah berdiri, perkembangan organisasi, program atau kegiatan yang dilakukan, dan lain sebagainya.
Sebelum masuk ke ruangan, kami disuguhkan welcome drink ala PKP, yaitu teh herbal dan ditemani dengan jajanan Bali yang dibuat langsung oleh anggota PKP Community Centre.
Anak-anak di PKP Community Centre Menawarkan Teh | Foto: Dede
“Ini adalah teh herbal, teh ini dibuat handmade menggunakan bahan-bahan yang ditanam langsung di tegalan (kebun) PKP,” kata Ibu Ari.
Tak berselang lama datanglah seorang perempuan bernama Sari Pollen atau yang kerap disapa dengan Ibu Sari, ia merupakan founder dari PKP Community Centre. Setelah menyapa kami dengan senyum manisnya, Ibu Sari kemudian menceritakan bagaimana awalnya PKP ini bisa terbentuk sampai seperti sekarang.
Ibu Sari Founder PKP Community Centre | Foto: Dede
Ibu Sari mengawali cerita dengan hal yang memilukan, ia mengaku pernah ingin dijual karena saking miskinnya. Ia sudah banyak kali melakukan percobaan bunuh diri. Bahkan di umurnya yang masih 10 tahun, ia sudah mencoba minum racun untuk mengakhiri hidupnya.
Ia memiliki pengalaman yang tidak mengenakkan dengan rumitnya perceraian di Bali. Bahkan ia tidak diizinkan untuk melihat anak perempuannya selama 16 tahun.
“Bukan hanya saya, tetapi hampir sebagian anggota PKP memiliki masa lalu yang kelam,” kata Ibu Sari. “Seperti Ibu Chicken, ia pernah mencoba menjatuhkan dirinya dari atas jurang. Kemudian Ibu Ari memiliki masalah keluarga yang begitu pelik, sehingga merantau ke Bali untuk memperbaiki kehidupan.”
Ia mengatakan, pada awalnya PKP Community Centre dikenal dengan KIM Women’s Centre yang memang khusus membantu perempuan-perempuan yang kurang beruntung. PKP itu sendiri singkatan dari Pusat Komunitas Perempuan. Karena di situ awalnya memang banyak perempuan dengan berbagai persoalannya, seperti pisah dari pasangan, menderita infertilitas atau gangguan kesuburan, perempuan berkebutuhan khusus baik mental ataupun fisik, LGBT, sempat terlibat prostitusi, dan masalah finansial, umumnya terlilit hutang.
“Ibarat surga dan neraka, jika perempuan diperlakukan baik maka akan menjadi surga. Sebaliknya jika perempuan diperlakukan tidak baik maka akan menjadi neraka.”
Begitulah Ibu Sari mengungkapkan ketidaksenangannya dengan budaya patriarki yang menjurus kepada tertindasnya kaum perempuan. Ia bagaikan sosok Kartini yang memperjuangkan emansipasi dan kesetaraan gender dengan caranya tersendiri.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, Ibu Sari menyadari bahwa kenyataannya PKP tidak bisa fokus pada perempuan saja, tetapi harus merangkul kaum yang lainnya juga, karena tidak hanya perempuan yang mengalami ketidakberuntungan.
Kemudian berkembanglah KIM Women’s Centre menjadi PKP Community Centre yang menaungi dan memberdayakan perempuan, laki-laki, anak-anak, dan orang-orang berkebutuhan khusus.
“Kini sudah menjadi community centre terbuka untuk siapapun, bukan hanya perempuan saja,” kata Ibu Sari sembari tersenyum.
Sebelum mendirikan PKP, Ibu Sari sempat bergabung dan mengelola Sekolah Sari Hati (kini Yayasan Kisah Inspirasi Mandiri/KIM Foundation), yaitu sekolah untuk anak berkebutuhan khusus mental. Ibu Sari menjalankannya selama 10 tahun. Setelah itu ia mendirikan KIM Women’s Centre.
KIM Women’s Centre berdiri sejak 2013, kemudian pada tahun 2017 berkembang menjadi PKP Community Centre.
Ibu Sari sedang menjelaskan tentang PKP Community Centre | Foto: Dede
Ibu Sari menyebutkan, PKP saat ini memiliki multiple program, yakni program yang diperuntukkan untuk memberikan semua orang kesempatan agar bisa mengekspresikan perasaan, memberikan peluang, dan memberikan kebermaknaan hidup bagi yang kurang beruntung.
Banyak para anggota khususnya perempuan-perempuan yang mampu lepas dari depresi dan mengembangkan dirinya sejak ada di PKP. Salah satunya seperti Ibu Ari.
Ibu Ari merupakan seorang perempuan yang berasal dari Jawa Tengah, sebelumnya ia banyak mengalami problematika dalam hidupnya, mulai dari masalah berkeluarga hingga masalah finansial. Namun pada masa pandemi ia mulai bergabung dengan PKP, saat ini ia menjadi bagian dari pengurus PKP dan pengajar di Rimba School.
“Ibu Ari merupakan seseorang yang gemar menulis, saat ini ia sudah berhasil menulis 26 buku fiksi dan novel, bahkan beberapa bukunya sempat menjadi best seller dan memenangi kompetisi,” jelas Ibu Sari.
Ibu Ari ketika mengajar di Rimba School | Foto: Dede
Antusias anak-anak Rimba School saat belajar | Foto: Dede
Selain Ibu Ari, ada juga Ibu Chicken atau Ibu Putu India. Ada cerita menarik dari Ibu Chicken. Ia dipanggil Ibu Chicken karena cita-citanya ingin makan daging ayam. Tetapi dahulu ia sangat sulit untuk bisa makan ayam, karena harganya yang mahal dan ia tidak memiliki cukup uang. Namun ketika sekarang sudah bisa makan ayam, ia terhalang oleh penyakit yang dideritanya, sehingga harus mengurangi konsumsi daging ayam. Karena menghadapi dilema semacam itu, ia sering disapa dengan sebutan Ibu Chicken.
Ibu Chicken masih memiliki hubungan kerabat dengan Ibu Sari, ia juga memiliki problematika dalam hidupnya. Saking depresinya, ia pernah ingin mencoba untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun dari atas jurang.
Ibu Chicken dan Ibu Sari | Foto: Dede
Setelah mendengarkan cerita-cerita dari Ibu Sari, kami diajak berkeliling PKP dan menengok kebun PKP yang asri serta dipenuhi dengan berbagai macam tanaman.
Ibu Sari mengetes pengetahuan kami, ia meminta kami untuk menyebutkan nama-nama tanaman yang kami temui di sepanjang perjalanan. Ternyata banyak jenis tanaman yang belum kami ketahui, jadi secara tidak langsung kami juga belajar tentang flora di PKP.
Ibu Sari saat menjelaskan salah satu tanaman | Foto: Dede
Setelah berkeliling cukup lama, kami pun berkumpul bersama dengan seluruh anggota PKP dan anak-anak Rimba School. Kami diajak melenturkan badan dan mengekspresikan diri dengan bersenam ala PKP.
Gerakan-gerakan yang disertai berbagai ucapan motivasi dalam bahasa Inggris itu disebut dengan Senam Rimba. Awalnya memang sedikit kaku, tetapi lama-kelamaan rasanya kami sudah seperti penari yang begitu luwes.
Ibu Ari bersama anak-anak Rimba School | Foto: Dede
Selain bersenam, kami juga diajak saling berkenalan dengan unik. Ada yang menari dan ada juga yang berpantun. Ini menjadi salah satu ice breaking yang mengakrabkan kami dengan para anggota PKP. Terkadang dengan hal-hal yang sederhana, kita bisa mengeratkan tali persaudaraan.
Keseruan saat ice breaking bersama para anggota PKP Community Centre | Foto: Dede
Ibu Sari mengungkapkan, PKP Community Centre merupakan rumah yang sejahtera, ruang yang aman dan kolaboratif bagi seluruh anggota komunitas, bekerja bahu membahu secara setara untuk pertumbuhan kolektif para anggotanya.
Banyak pelajaran yang dapat dipetik setelah mengunjungi PKP Community Centre. Saya merasa perjalanan hidup tidaklah harus diratapi dan disesali begitu mendalam. Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan. Namun, menghadapi kegagalan adalah bagaimana kita bisa berjuang untuk melawan dan menjadi insan yang lebih baik.
Kebermaknaan hidup para anggota PKP mengajarkan kita untuk bisa lebih bersyukur dan memaknai hidup dengan arif.
Jika anda berkenan berkunjung ke PKP anda dapat menghubungi kontak yang tertera di laman web resmi PKP Community Centre https://pkpcommunitycentre.org/id/
Dalam web tersebut, Anda bisa berdonasi, melihat bagaimana konsep organisasinya, profil Ibu Sari (founder), program kegiatannya, atau bisa juga memesan katering maupun berbelanja pernak-pernik dan kerajinan handmade lainnya di PKP Shop. [T]