HAJATAN Pemilu legislatif telah usia. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tinggal menunggu pelantikan untuk duduk di kursi Senayan. Banyak harapan tertuju pada DPR baru. Tak terkecuali harapan pada sektor pariwisata Tanah Air.
Pariwisata yang selama ini diandalkan mendongkrak pendapatan dan devisa negara perlu banyak pembenahan. Itu semua tidak terlepas dari banyaknya kasus dan masalah yang menyelimuti industri pariwisata Indonesia.
Selama ini kiprah DPR terhadap perkembangan pariwisata di Indonesia masih belum optimal. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, DPR belum menghasilkan produk baru yang bersentuhan dengan pariwisata.
Kalau pun ada produk perundangan baru, berupa Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf). Peraturan-peraturan itu dibuat oleh eksekutif, yang kadangkala mengabaikan proses masukan dari masyarakat.
Oleh sebab itulah, DPR terpilih tahun 2024 ini perlu memikirkan kembali untuk menghasilkan produk perundangan baru di bidang pariwisata. Atau paling tidak, merevisi undang-undang yang telah berusia 15 tahun itu.
Pembenahan
Sektor pariwisata Indonesia memang berkembang pesat. Namun tekanan terhadap lingkungan dan budaya juga sangat dirasakan. Anggota DPR terpilih diharapkan dapat melakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Revisi yang dianggap penting terkait tentang pelestarian lingkungan dan seni budaya daerah serta tentang desa wisata. Perlu ada bab atau pasal yang secara spesifik mengatur tentang pentingnya pelestarian lingkungan dan seni budaya daerah dalam pembangunan pariwisata.
Dalam Bab I Pasal 1 Ayat 5 disebutkan, Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Pembenahan dalam pasal ini diperlukan untuk menjamin bahwa keanekaragaman itu bukan semata untuk kepentingan pariwisata.
Pasal ini penting untuk dibenahi dengan dibuat aturan yang lebih spesifik, karena wisatawan berkunjung ke suatu destinasi selain menikmati keindahan alam, juga menyaksikan atraksi seni budaya. Namun acapkali dijumpai keindahan dan kekayaan alam mengalami kerusakan atau justru terjadi kegiatan pariwisata yang mengancam kelestarian lingkungan.
Selain itu, diperlukan juga bab atau pasal yang secara spesifik mengatur tentang desa wisata. Bab atau pasal ini menjadi penting karena selaras dengan gairah masyarakat di pedesaan untuk mengembangkan potensi wisatanya. Diharapkan akan tumbuh semangat dan keseriusan pemerintah di daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata, karena diamanatkan oleh undang-undang.
Masuknya desa wisata dalam Undang-Undang Kepariwisataan juga menunjukkan jaminan adanya pemerataan destinasi wisata unggulan di tingkat desa, yang pada akhirnya bertujuan menyejahterakan masyarakat desa. Kiprah DPR baru untuk turut membenahi desa wisata merupakan bentuk keberpihakan pada masayarakat desa.
Dengan demikian pengertian destinasi unggulan bukan hanya ada di tingkat provinsi atau kabupaten saja, tetapi juga ada di pedesaan. Hal itu selaras dengan Pasal 2 UU No.10 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas adil dan merata serta keseimbangan.
Hal senada juga tertuang pada Pasal 4 UU No.10 tahun 2009 tersebut, yang menyatakan bahwa kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya, dan memajukan kebudayaan. Oleh karenanya sangat tepat jika desa wisata masuk ke dalam undang-undang kepariwisataan. Karena masyarakat desalah yang paham tentang potensi seni budaya dan lingkungan yang ada di desanya.
Pengawasan
DPR terpilih diharapkan melakukan pengawasan yang serius dan memastikan bahwa Undang-Undang Kepariwisataan yang telah ada benar-benar dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan. Beberapa hal patut dilakukan pengawasan pelaksanaannya.
Bab V Pasal 12 Undang-Undang No.10 Tahun 2009 tentang Kawasan Strategis menyebutkan arti penting perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. DPR perlu memastikan bahwa pembangunan kawasan strategis pariwisata di Tanah Air sudah mengacu pada konsep pelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Jangan sampai pembangunan kawasan strategis pariwisata justru menimbulkan konflik dan perusakan lingkungan di daerah.
Anggota DPR harus mengawal hak setiap orang untuk berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang itu.. Masyarakat di sekitar destinasi juga mempunyai hak menjadi pekerja dan terlibat dalam pengelolaan pariwisata di daerah.
Terkait dengan hak wisatawan, DPR perlu memastikan bahwa wisatawan telah memperoleh informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata, sebagaimana diatur dalam Pasal 20. DPR perlu melakukan pengawasan terkait pelayanan kepada wisatawan yang sesuai standar, adanya perlindungan hukum dan keamanan bagi wisatawan, serta jaminan adanya perlindungan asuransi dalam kegiatan pariwisata.
Perlindungan asuransi bukan hanya pada kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi saja, tetapi juga pada kegiatan di setiap objek wisata. Belakangan ini banyak kasus kecelakaan yang menimpa wisatawan hingga merenggut nyawa. Setiap pengelola objek wisata harus dipastikan memberikan asuransi kepada wisatawan.
Badan Promosi Pariwisata Indonesia layak mendapat pengawasan dari DPR, khususnya dalam upaya meningkatkan citra kepariwisataan, meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara. Meski sudah diatur dalam Undang-Undang serta ada Peraturan Menteri tentang Badan Promosi Pariwisata, namun belum semua daerah membentuknya.
Citra pariwisata Indonesia perlu mendapat perhatian serius, utamanya ketika terjadi bencana dan gangguan keamanan di satu destinasi wisata. Standarisasi dan sertifikasi dalam kegiatan pariwisata juga perlu harus diawasi oleh DPR.
Standar kompetensi tenaga kerja kepariwisataan sangat diperlukan untuk menjaga kualitas produk wisata dan jaminan kepuasan pelayanan kepada wisatawan. Apalagi Menparekraf telah mewacanakan dana abadi pariwisata untuk kepentingan tersebut. Tentu saja perlu pengawasan terekait urgensi dan efektifitasnya oleh DPR.
Begitu banyak harapan kepada anggota DPR baru. Di tangan mereka masa depan pariwisata, lingkungan, dan budaya Indonesia dipertaruhkan. Saatnya berkiprah untuk membenahi pariwisata. Bukan sekadar duduk manis menunggu ketuk palu pimpinan sidang. [T]
BACA artikel lain dari penulisCHUSMERU