SAYA senang dapat terlibat pada kegiatan Pengabdian Masyarakat bertajuk Pelatihan Relawan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) di salah satu desa dekat kampus kami beberapa waktu lalu. Menurut saya program ini aktual dan penting. Dia terhubung dengan agenda global Sustainable Development Goals (SDGs) dan visi pembangunan Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.
Sejatinya, relawan SAPA merupakan sekelompok individu yang terpilih untuk menjadi volunteer dalam program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Inisiatif SAPA melahirkan korps relawan yang berperan vital dalam meningkatkan literasi masyarakat mengenai hak-hak perempuan dan anak, sekaligus memperkuat sistem perlindungan bagi kelompok rentan ini.
Lebih jauh lagi, DRPPA dan SAPA memiliki misi strategis untuk menanamkan perspektif gender dan hak anak ke dalam inti tata kelola desa, mencakup aspek pemerintahan, pembangunan, serta upaya pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan gagasan ini, kedua program tersebut berpotensi menjadi katalis-transformatif yang menggerakkan paradigma baru dalam pembangunan desa, menempatkan kesetaraan gender dan perlindungan anak sebagai fondasi utama kemajuan komunitas pedesaan.
DRPPA dan SDGs
DRPPA memiliki kohesi yang erat dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) di tingkat desa. Program ini secara langsung menyokong beberapa tujuan SDGs, terutama pilar 5 (Kesetaraan Gender) dan pilar 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh).
Fokus utama DRPPA pada upaya pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak menjadi alasan kuat mengapa program ini sangat relevan dengan kedua tujuan SDGs tersebut. Dalam pelaksanaannya, DRPPA berperan sebagai katalisator yang mempercepat terwujudnya kesetaraan gender dan penguatan institusi di level desa, memberikan pengaruh nyata pada indikator-indikator terkait.
Namun, kontribusi DRPPA terhadap SDGs tidak terbatas pada dua tujuan tersebut. Program ini juga berdampak signifikan pada SDGs pilar 1 (Tanpa Kemiskinan) dan 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi) melalui komponen pemberdayaan ekonomi yang berfokus pada perempuan dan kelompok rentan. Alasannya, pemberdayaan ekonomi perempuan memiliki efek multiplier terhadap kesejahteraan keluarga dan komunitas. DRPPA memiliki potensi besar dalam mengentaskan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif di pedesaan. Sehingga, tercapai peningkatan kualitas hidup masyarakat desa secara keseluruhan.
Di sisi lain, DRPPA juga berkontribusi pada pencapaian pilar 4 (Pendidikan Berkualitas) dan pilar 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) melalui komponen perlindungan anak. Program ini mendorong peningkatan akses pendidikan dan layanan kesehatan bagi anak-anak di desa, yang merupakan investasi jangka panjang untuk pembangunan berkelanjutan. Ini mengindikasikan bahwa DRPPA memiliki dampak positif terhadap peningkatan kualitas hidup generasi muda di pedesaan, sesuai dengan indikator-indikator SDGs di bidang pendidikan dan kesehatan.
Dengan kata lain, DRPPA sudah secara sah dan meyakinkan memegang peran strategis dalam mewujudkan Pembangunan berkelanjutan di tingkat akar rumput, yang seirama dengan agenda global SDGs. Ibarat pepatah, sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui. Oleh sebab itu, seluruh komponen masyarakat sudah seharusnya bersinergi dan komit untuk melangitkan program mulia ini.
DRPPA sebagai Episentrum Pembangunan Desa
DRPPA berpotensi menjadi episentrum pembangunan desa yang inklusif dan berkelanjutan. Program ini menawarkan pendekatan holistik yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak ke dalam seluruh aspek pembangunan desa, menjadikannya sebagai inti dari proses pembangunan. Hasilnya, akan tercipta sebuah fondasi yang kuat untuk pertumbuhan inklusif.
Pendekatan ini memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok yang selama ini terpinggirkan, dapat berpartisipasi aktif dan menikmati hasil pembangunan. Konsekuensinya, DRPPA berpotensi mengubah paradigma pembangunan desa dari yang bersifat top-down menjadi lebih partisipatif dan berbasis kebutuhan masyarakat.
DRPPA juga memperkuat aspek keberlanjutan dalam pembangunan desa. Program ini mendorong praktik-praktik pembangunan yang mempertimbangkan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Melalui komponen pemberdayaan ekonomi, DRPPA memfasilitasi pertumbuhan ekonomi lokal yang inklusif. Di sisi sosial, program ini memperkuat konsolidasi masyarakat dan membangun modal sosial melalui pendekatan partisipatif.
Sementara itu, aspek lingkungan diintegrasikan melalui pengenalan praktik-praktik ramah lingkungan dalam kegiatan ekonomi dan pengelolaan sumber daya desa. Dengan demikian, DRPPA menciptakan model pembangunan desa yang tidak hanya fokus pada pertumbuhan jangka pendek, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan jangka panjang.
Selanjutnya, DRPPA berperan dalam memperkuat tata kelola desa yang baik (good village governance). Program ini mendorong transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan desa. Dengan meningkatkan kapasitas aparatur desa dan memberdayakan masyarakat, DRPPA membantu menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pembangunan inklusif dan berkelanjutan.
Penguatan tata kelola ini menjadi kunci dalam memastikan efektivitas dan keberlanjutan program-program pembangunan desa. Hasilnya, DRPPA tidak hanya berdampak pada aspek-aspek spesifik seperti kesetaraan gender dan perlindungan anak, tetapi juga pada keseluruhan sistem pembangunan desa.
Meskipun demikian, untuk benar-benar menjadi episentrum pembangunan desa yang inklusif dan berkelanjutan, DRPPA masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. Tantangan utama terletak pada bagaimana mengintegrasikan program ini secara lebih menyeluruh ke dalam struktur dan mekanisme pembangunan desa yang sudah ada.
Selain itu, diperlukan upaya untuk memperluas cakupan DRPPA agar dapat mengakomodasi isu-isu pembangunan desa yang lebih luas, seperti adaptasi perubahan iklim dan transformasi digital. Dengan penyempurnaan ini, DRPPA berpotensi tidak hanya menjadi program unggulan, tetapi juga kerangka kerja komprehensif yang membentuk ulang pendekatan pembangunan desa di Indonesia menuju model yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing.
Saya yakin sudah banyak desa di Indonesia yang terangkat derajatnya berkat kegigihan mengimplementasikan gagasan DRPPA ini. Meski demikian, perlu penelusuran lebih lanjut untuk melihat laporan terkini dari Lembaga-lembaga terkait, seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), penelitian akademis terbaru dari universitas-universitas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta laporan-laporan dari organisasi internasional.
Terlepas dan segala kekurangan dan tantangan implementasi di lapangan, DRPPA berpotensi tidak hanya menjadi alat pencapaian SDGs, tetapi juga menjadi model transformatif yang mendorong cara pandang baru dalam pembangunan desa di Indonesia. [T]