Ini karya yang memukau. Bukan saja karena cerita yang digubah dengan gerak apik, dengan kepiawian para penarinya, melainkan juga karena pertunjukan ini menyuguhkan gerak tari Bali dan India yang harmonis dan padu.
Itu adalah drama tari berjudul “The Blessing of Siva-Visvapujita” karya Ni Ketut Dewi Yulianti. Karya ini dipertunjukan di panggung Natya Mandala Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Kamis malam, 25 April 2024.
Dewi Yulianti adalah mahasiswa Program Studi Seni Program Magister ISI Denpasar angkatan tahun 2022. Drama tari “The Blessing of Siva-Visvapujita” itu adalah tesis yang pada malam itu memang sedang dipertunjukkan untuk diuji oleh dosen penguji untuk meraih magister ISI Denpasar.
Dalam proses karyanya itu, Dewi Yulianti mendapat bimbingan dari Dr. I Ketut Sariada dan Dr. I Made Marajaya. Sebagai penguji adalah Dr. I Ketut Suteja, Dr. Ni Made Arshiniwati, dan Dr. I Gst. Putu Sudarta.
Dosen penguji memberikan apresiasi terhadap kualitas karya itu dan Dewi Yulianti pun dinyatakan lulus dalam ujian tesisnya setelah pementasan yang mengesankan itu.
Dr. I Ketut Sariada bahkan memiliki harapan besar bahwa drama tari ini dapat bermanfaat bagi dunia seni pertunjukan.
“The Blessing of Siva-Visvapujita” digarap dengan inspirasi dari sumber teks religi Srimad Bhagavatam dan buku “The Life of Tulasi Devi”. Teks-tes itu memang membawa pesan tentang kerendahhatian dan kedamaian.
Foto: Budiaryawan
Disebutkan dalam teks itu, pohon tulasi, di dunia material ini adalah sebuah pohon, namun di dunia spiritual pohon itu adalah seorang Dewi yang juga bernama Visvapujita Dewi yang dikutuk oleh Radharani untuk lahir ke dunia material dan menikah dengan Raja Sankhacuda yang tak lain adalah Sri Narayana sendiri. Sankhacuda yang memiliki kesaktian utama akhirnya dikalahkan oleh Dewa Siwa atas bantuan Sri Wisnu. Sri Wisnu menyamar sebagai brahmana untuk mengambil jimat Sankhacuda, dan menyamar sebagai Sankacuda sendiri untuk menodai kesucian Visvapujita. Kolaborasi budaya Bali dan India dalam karya ini menghasilkan nuansa multikultural yang kaya akan nilai-nilai spiritual.
Metode penciptaan yang digunakan, yaitu metode “Panca Sthiti Ngawi Sani” oleh I Wayan Dibia, terdiri dari lima tahapan yang meliputi ngawirasa, ngawacak, ngarencana, ngawangun, dan ngebah. Tak hanya sekadar visual yang memukau, drama tari ini juga mengandung pesan moral yang dalam. Nilai-nilai religius, cinta tanah air, toleransi, dan tanggung jawab terkandung dalam cerita yang disajikan.
Salah satu pesan moral yang mendalam dari “The Blessing of Siva-Visvapujita” adalah bahwa ketika seorang istri berhenti mendoakan suaminya, maka langkah suaminya akan sengsara. Pesan ini menggarisbawahi pentingnya hubungan suami-istri yang harmonis dan saling mendukung dalam menjalani kehidupan.
Foto: Budiaryawan
Drama tari ini bukan hanya sekadar karya seni yang menghibur, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam memperkuat karakter dan moral bangsa. Dukungan dari Sanggar Paripurna, Bona, Gianyar dan Consulate General of India Bali turut menjadikan pementasan ini sebagai sukses yang gemilang, membawa inspirasi bagi mereka yang menyaksikannya untuk hidup dengan rendah hati dan berdamai dengan lingkungan sekitar.
Untuk prestasi ini, Dewi Yulianti menyampaikan ucapan terima kasih kepada Rektor ISI Denpasar, Koordinator Program Studi Seni Program Magister, ICC, dan Sanggar Paripurna, serta seluruh pendukung dan staff produksi atas dukungan dan bimbingan yang diberikan selama proses pembuatan karya ini.
“Saya merasa sangat beruntung dapat berbagi karya drama tari ‘The Blessing of Siva-Visvapujita’ ini dengan dunia, “ ujar Dewi Yulianti. [T]