9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Patibrata: Pesan Teduh dan Teguh dari Sita dalam Kakawin Rāmāyana

Putu Eka Guna YasabyPutu Eka Guna Yasa
April 21, 2024
inEsai
Pawisik Durga, Galungan, dan Cinta Kasih

Putu Eka Guna Yasa

PANAH bernama guhya wijaya yang diberikan Dewa Indra kepada Rama berhasil menggugurkan Rawana. Apakah masalah selesai? Ternyata tidak. Setelah musuh di luar diri dikalahkan, maka pertempuran yang sejati adalah perang melawan musuh yang konon tempatnya dekat. Pengarang kakawin Ramayana sejak awal telah mengingatkan bahwa musuh itu tidak jauh, ia dekat, ia berada di dalam diri, ia bermarkas di hati. Pada gilirannya, reinkarnasi Wisnu itu juga berhadapan dengan dirinya sendiri. Benih keraguan atas kesucian Sita yang telah lama di negeri musuh tumbuh, berbunga, mekar  dan berbuah dalam hatinya. Benalu keraguan yang telah tumbuh di pohon hati itu ternyata sulit dihilangkan. Ketika ia perlahan membesar, pohon cinta Rama-Sita yang justru diancamnya.

Dengan keraguan itu sesungguhnya Rama menunjukkan sisi kemanusiaannya. Ia juga menggunakan logika manusia pada umumnya, mana mungkin seorang perempuan yang telah lama di negeri musuh tidak pernah dijamah oleh penculiknya. Terlebih tempat diculiknya Sita adalah sarang raksasa yang aktivitas kesehariannya memang bergelut dalam dunia yang diklaim oleh pengarang berkecimpung dengn minuman keras, sanggama, pemerkosaan, perang, dan sejenisnya. Sekali lagi logika Rama sangat masuk akal. Meskipun Ia lupa, raksasa Rawana yang telah menculik istrinya itu juga adalah raksasa berkualitas, pemuja Siwa yang taat, dan tidak hanya ingin memenangkan tubuh tetapi sekaligus hati Sita.

Keraguan yang kuat itu disikapi oleh Rama dengan cara menyatakan ingin menceraikan Sita. Rama sama sekali tidak menggunakan kekuatan kedewataannya yang betel tingal untuk mengetahui salampah laku Sita selama berada di Alengka. Apabila Rama menggunakan kemampuannya itu, Ia tentu tahu bahwa istrinya selama berada di negeri Alengka dengan teguh menjalankan patibrata. Lalu apakah patibrata itu, apa godaannya, dan apa anugrah yang diterima Sita? Seperti itulah pada umumnya cara kita sebagai manusia pragmatis berpikir dengan orientasi apa yang hendak didapatkan ketika melaksanakan suatu ajaran. Dengan tidak melandaskan diri pada kewajiban, tidakkah kadar ketulusan pelaksanaan suatu ajaran akan berkurang?

Ajaran patibrata yang dijalani Sita tidak dinyatakan secara langsung, tetapi kita ketahui dari ungkapan-ungkapan Tri Jata, satu di antara perempuan raksasa baik hati anak Wibhisana yang melayani Sita selama disekap di taman Angsoka. Sita sendiri tidak pernah sekalipun menyatakan dirinya melaksanakan ajaran patibrata. Ajaran itu misalnya dinyatakan Tri Jata setelah menyaksikan penolakan mentah-mentah yang dilakukan Sita atas rayuan Rawana yang telah dipersiapkan dengan matang. Meski telah memberi berbagai hadiah, Sita tetap menolak untuk dipersunting Rawana. Maka dengan meminjam lidah Tri Jata, pengarang menyatakan tuwi satya tar papadha ring patibrata Sita benar-benar setia tanpa tanding dalam pelaksanaan Patibrata”.

Barangkali, tidak menyatakan diri melaksanakan suatu brata adalah bagian dari brata itu sendiri. Berbeda sekali dengan sejumlah penekun dunia spiritual saat ini yang dengan terang-terangan menyatakan diri sedang melakukan suatu brata. Justru ketika ada seseorang yang menyatakan diri melaksanakan brata tertentu, apalagi sampai menggembar-gemborkannya, kita patut bertanya kesejatian brata yang dilakukannya. Konon brata adalah janji diri yang sifatnya sangat personal. Seseorang yang menempuhnya harus siap dengan kesendirian sebagai hadiah pertama atas janji dirinya, sementara godaan adalah hadiah berikutnya. Tanpa godaan kualitas brata seseorang tidak akan diketahui. Baru mendapatkan godaan, belum tentu juga seseorang akan menerima anugrah.  

Sita mempelajari dan mempraktikkan langsung ajaran patibrata di sebuah universitas di luar negerinya bernama Alengka, setelah ia berhasil diculik Rawana dengan wujud pandeta di hutan Citrakuta.  Sita yang ditinggalkan Rama dan Laksmana mencari kidang emas seorang diri di hutan ternyata merasa kesepian. Memanfaatkan kesepian itu, Rawana merubah wujud menjadi seorang pendeta dan berhasil melarikannya. Seorang perempuan yang tengah kosong hatinya, perlu berhati-hati dari raksasa yang menyamar menjadi pendeta, barangkali itulah pesan yang dapat ditangkap dari fragmen ini. Sita sesungguhnya tidak sepenuhnya salah dalam kejadian ini, ia hanya setia pada konvensi tradisi, bahwa salah satu sumber kebenaran dapat diraih dari tutur kata pendeta. Memang demikianlah yang diungkapkan dalam teks-teks sastra. Niti Raja Sasana misalnya menyatakan bahwa sari-sari sastra dan baik-buruk kehidupan dapat dicari pada nasihat pendeta (reh saking pandita sami, kojaran sarining sastra, ala ayu benar sisip).

Dari gambaran pengarang, Sita bukanlah sosok yang lemah dalam intelektual, Ia adalah figur perempuan terpelajar. Pada zamannya ia membaca kitab-kitab parwa, purana, dan kanda. Oleh sebab itu, ketika dilanda kesedihan yang mendalam setelah berpisah dengan suaminya, Ia meminta tolong kepada Tri Jata untuk dibacakan kisah-kisah perpisahan dan pertemuan seperti yang tersurat dalam pustaka-pustaka tersebut. Tidak hanya itu, Sita juga menguasai ilmu kecantikan yang ia pelajari dari kitab Indrani Sastra. Dalam konteks penculikannya, Sita hanya kurang terlatih mengidentifikasi pendeta sejati dan pendeta samaran, sama juga dengan kita saat ini yang kurang peka menyadari sosok wiku nagara dan wiku raksasa.

Setelah diculik, Sita ditempatkan di taman Angsoka. Angsoka yang berarti taman bebas dari kesedihan, tak mampu sedikitpun mengobati lara hati Sita selama di Alengka yang long distance relation dengan Rama. Di taman itulah kualitas patibrata Sita diuji. Sita dibujuk oleh Rawana dengan berbagai hadiah berupa intan, permata, pakaian, dan perhiasan lainnya. Rawana bahkan telah membuatkan rumah yang terbuat dari permata umah manik sebagai tempat tidur, tetapi Sita lebih memilih menghabiskan malam-malamnya dengan berbaring di atas pertiwi.

Selain itu, Sang Dasanana juga menjanjikan Sita kedudukan di ketiga dunia. Jika Sita mau saja menerima permintaannya, Dewa Indra sekalipun akan dijadikan pelayannya. Meskipun Rawana telah menggunakan seluruh daya upaya, Sita bagaikan gunung yang tidak pernah goyah kesetiaannya. Keteguhan Sita lantas menyebabkan Rawana tidak lagi memilih pendekatan dialogis. Ia berusaha melakukan tekanan psikologis dengan cara menipu Sita menggunakan penggalan kepala Rama. Hati Sita hancur, tetapi berhasil ditenangkan oleh informasi Wibisana yang menyatakan Rama masih hidup. Tekanan fisik juga sempat dilakukan Sang Dasamuka dengan menghunuskan keris kepada Sita, namun Dewi Janaki tak takut kepada kematian. Keteguhannya menyebabkan Rawana tidak berhasil sekalipun menjamah Sita.

Sita yang sesungguhnya telah tamat dari godaan cinta, harta, dan tahta yang ditawarkan Rawana, ternyata belum lulus. Ujian tahap akhir ditempuhnya ketika menghadapi keragu-raguan suaminya sendiri. Luka hati yang belum benar-benar kering atas penculikan yang dilakukan Rawana, dilanjutkan dengan sayatan luka baru dari penolakan Rama atas dirinya. Setelah Dasamuka berhasil dikalahkan, Rama justru menyangsikan integritas Sita selama berada di negeri Alengka. Ia pun takut, Sita akan mengotori keturunan Ragu apabila tidak menceraikan Dewi Janaki yang telah ternoda. Dengan sungguh-sungguh Ia lalu menawarkan Sita untuk kembali ke Metila, tinggal bersama Wibisana di negeri Alengka, menuju ke tempat Sugriwa, atau menetap bersama Barata dan Laksmana. Sungguh memilukan.

Sita sebagai perempuan tegar tentu tidak menerima tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia meminta Tri Jata untuk memberikan testimoni, sebab dialah saksi hidup selama Sita di Alengka.  Tri Jata telah menyampaikan betapa bakti dan setianya Sita selama berada di kerajaan Rawana. Dia berusaha meyakinkan Rama sebagai reinkarnasi Wisnu yang tampaknya dilanda kebingungan. Dalam konteks inilah pengarang menyampaikan ungkapan tatar hana saswatānulus yang artinya “tidak ada kehidupan yang sempurna”. Sebuah ungkapan yang saat ini biasa dikutip untuk dijadikan penutup dalam suatu pidato, sambutan, darma wacana dengan berbagai variasi tanpa pernah membaca sumbernya.

Tidak hanya meminta penjelasan Tri Jata, putri raja Janaka itu juga berseru kepada lima unsur alam semesta yaitu tanah, air, sinar, angin, dan udara yang ada di luar dan di dalam diri sebagai saksi. Kepada tanah yang menjadi tempat hidup semua ciptaan, kepada air yang menghidupi jagat, kepada sinar yang selalu ada siang dan malam, kepada angin yang menyusupi semua makhluk, dan kepada angkasa yang merangkul bumi, Sita meminta bantuan.  Akan tetapi sia-sia, karena Rama masih tetap tidak percaya.

Tidak ada jalan lain kecuali membuktikan kesuciannya dengan cara melabuh geni menceburkan diri ke dalam kobaran api. Kepada Dewa Agni sebagai saksi dunia Sita berikrar, jika ia ternoda maka tubuhnya akan terbakar. Akan tetapi, jika ia suci maka perlindungan dan pembuktian yang ia mohonkan. Tidak berselang lama, persiapan segara dilakukan oleh Laksmana. Kayu-kayu dibakar dengan lidah apinya yang berkobar. Sita terjun ke dalam lautan api, namun dirinya sama sekali tidak terbakar. Melainkan perasaan orang-orang yang melihat peristiwa itu yang hangus.

Api seketika berubah menjadi teratai emas (kanaka pangkaja), nyalanya menjadi kelopak daun (dadi dala tang dilah), dan asapnya menjadi keharuman bunga teratai (kukus arum). Dengan cara itu Sita membuktikan kesetiaannya. Itulah anugrah bagi ia yang melakukan ajaran patibrata. Ajaran patibrata yang dijalankan Ibunda Sita dalam kakawin Ramayana barangkali menitipkan pesan ketegaran dan kesetiaan kepada generasi yang disebut-sebut milenial kini. Kata Sita memang sangat dekat dengan Siti yang artinya pertiwi atau bumi. Sita dan Siti sama-sama menitipkan pesan ketegaran dan kesetiaan. Ibunda Sita setia terhadap Rama, sedangkan ibu bumi selalu setia pada bapa akasa.

Di zaman sekarang tentu kita bisa bertanya, apakah kesetiaan hanya harus dilakukan oleh seorang perempuan? Adakah sumber sastra yang menyebutkan kesetiaan seorang laki-laki? Jawabannya ada. Tetapi kita akan bahas di lain kesempatan. [T]

  • BACA artikel lain dari penulisPUTU EKA GUNA YASA
Hutang Budi kepada Petani: Kesaksian Sastra Kawi dan Bali
Niksayang Peplajahan: Tujuan Ida Padanda Made Sidemen Menjadi Pendeta
Nurat Asing Gon : Kunci Produktivitas Ida Padanda Made Sidemen dalam Bersastra
Tags: Kakawin RamayanalontarRamayana
Previous Post

Ketut Buderasih, 81 Tahun, Masih Baca Buku, Tuntaskan Tetralogi Pramudya dan Buku Seno

Next Post

Perempuan-perempuan Tua Banjar Paketan itu Menari Gelatik dengan Gembira

Putu Eka Guna Yasa

Putu Eka Guna Yasa

Pembaca lontar, dosen FIB Unud, aktivitis BASAbali Wiki

Next Post
Perempuan-perempuan Tua Banjar Paketan itu Menari Gelatik dengan Gembira

Perempuan-perempuan Tua Banjar Paketan itu Menari Gelatik dengan Gembira

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co