TENTU saja Kabupaten Buleleng punya banyak gadis-gadis muda yang begitu lihai bermain gamelan di tengah denyar gemuruh perkembangan gong kebyar di Bali Utara. Sejak beberapa tahun ini, Buleleng selalu mengirimkan sekaa gong kebyar wanita ke Pesta Kesenian Bali (PKB) yang penabuhnya hampir 100 persen gadis-gadis muda yang masih duduk di SMP, SMA/SMK atau kuliah.
Dari banyak gadis penabuh muda itu, mari kita sebut tiga nama: Deyana, Devita dan Novita.
Deyana dari sekaa gong kebyar di Desa Kedis (Busungbiu), Devita dari Desa Umajero (Busungbiu), dan Novita dari Desa Kalisada (Seririt). Pada bulan April dalam suasana spirit perayaan Hari Kartini, tepat sekali kita sebut ketiganya adalah kartini-kartini kebanggaan Buleleng. Tentu karena dalam urusan menabuh gamelan, mereka bisa disejajarkan dengan laki-laki.
Deyana Si Peniup Suling
Deyana bernama lengkap Ni Luh Deyana Handayani Putri, lahir di Desa Kedis, dan kini kuliah di STAHN Mpu Kuturan Singaraja, fokus belajar bahasa Bali.
Cuaca kesenian di Desa Kedis memang terus berkembang sepanjang tahun, dan Deyana terpapar cuaca baik itu sejak kecil. Ketika ia berumur 7 tahun, ia mulai punya niat besar untuk belajar menari. Ayah-ibunya, Putu Wita Dharma dan Ni Made Ayu Karlinawati, sangat mendukung niat anaknya sehingga saat itu juga Deyana belajar menari dari seorang guru tari, Ketut Cakra Bawa. Setahun kemudian ia mulai menari dengan ditonton banyak orang.
“Usia saya 8 tahun saat itu, pertama kali saya pentas menari saat ngayah upacara ngusaba agung di Desa Kedis,” kata Deyana.
Deyana bermain suling | Foto: Dok pribadi
Tarian yang ditarikan saat itu adalah tari Rejang Dewa. Dan sampai usia 10 tahun ia secara rutin ikut pentas tari Rejang Dewa saat ngayah di pura.
“Setelah itu saya mencoba untuk belajar tarian yang berbeda yaitu Trunajaya, dan kebetulan tari Trunajaya adalah tari yang sangat disukai di keluarga saya,” kata Deyana.
Setelah itu, ia mulai sering ikut ngayah atau menari secara profesional pada saat acara-acara tertentu di Desa Kedis atau di luar Desa Kedis. Dan tahun 2015 ia ikut menjejakkan kaki keseniannya di Pesta Kesenian Bali (PKB). “Saat itu saya menjadi penari dolanan,” ujar Deyana mengenang masa kanak-kanaknya.
Kapan mulai menjadi penabuh gong kebyar?
“Di umur 15 tahun saya mulai ikut latihan megambel (menabuh gamelan),” kata Deyana dengan nada kata yang mantap.
Deyana ingat betul, seorang guru dengan sabar mengajarinya dasar-dasar latihan megambel. Guru itu Gede Artaya, seorang seniman yang setia menjaga cuaca kesenian tradisi di Desa Kedis.
Berjalan setahun latihan dasar, Deyana kemudian dipercayakan memegang dan memainkan alat gamelan suling (seruling). Suling adalah salah satu alat gamelan paling sulit, karena memerlukan keahlian khusus. Suling adalah alat musik tiup yang sepertinya hanya bisa dimainkan laki-laki. Tapi Deyana membuktikan bahwa sebagai perempuan ia juga bisa memainkan suling.
“Awalnya tentu saja saya belum pernah memainkan suling, belajar suling juga belum pernah,” kata Deyana.
Namun, lagi-lagi gurunya, Gede Artaya, berperan untuk mengajarinya dengan baik, sehingga ia akhirnya bisa memainkan suling, hampir sama lihainya dengan pemain suling laki-laki di desanya.
Pertama kali ia pentas sebagai pemain suling pada acara Busfest (Busungbiu Festival). Saat itu Gong Kebyar Wanita Banda Sawitra Desa Kedis mebarung bersama Gong Kebyar Wanita Wahana Santi Desa Umejero. Ia rasanya saat di atas panggung begitu senang, begitu gembira. Ia ternyata bisa bermain suling dengan lancar hingga tabuh demi tabuh dimainkan.
Tibalah tahun 2020. Gong Kebyar Wanita Banda Sawitra diberikan kesempatan untuk tampail di PKB. Segala persiapan dilakukan, latihan hampir setiap malam, dan materi tabuh dan tari yang akan dibawa ke PKB sudah siap.
“Namun tidak di sangka akan terjadi sebuah musibah yaitu pandemi Covid-19, dan acara PKB itu pun dibatalkan,” kenang Deyana.
Tahun 2021, PKB diadakan lagi, dan Sekaa Gong wanita Banda Sawitra dipanggil lagi. Mereka akhirnya pentas, meskipun penonton hanya bisa menonton secara online lewat siaran langsung di youtube, karena pandemi masih belum selesai saat itu.
“Saya sangat suka main suling,” kata Deyana.
Ketika saya sedang jenuh, stres, atau capek, kata Deyana, ia akan bermain suling. “Dan ketika bermain suling dan mendengarkan suara suling, kayaknya dunia sedang baik-baik saja, kayak adem sekali,” ujarnya.
Ketika kuliah di STAHN Mpu Kuturan Singaraja tahun 2021, Deyana langsung masuk UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Tabuh. Dan tahun 2022 ia sempat mengikuti acara GAF (Ganesha Festival) yang diadakan oleh kampus Undiksha.
“Saya mengikuti acara mebarung bersama teman-teman UKM tabuh di acara itu,” kata Deyana.
Acara GAF juga dilaksanakan pada tahun 2023 bulan Maret dan 2024 bulan Februari.
Tak hanya itu saja, ia tampil lagi mengikuti PKB mewakili kampus STAHN Mpu Kuturan Singaraja pada tahun 2023. “Saat itu saya bersama teman-teman UKM sudah tampil langsung di panggung di Taman Budaya Bali, bukan lagi online,” katanya.
Tahun 2024, tepatnya bulan Mei nanti ia bersiap berangkat ke Surakarta di Jawa Tengah untuk mengikuti acara Parade Budaya di Surakarta.
“Untuk persiapannya masih 50 persen, garapan tari dan tabuh masih dalam proses,” ujarnya tentang persiapan ke Surakarta.
Kesan Deyana tentang seni?
Seni itu, kata Deyana, sangat menyenangkan karena dengan adanya seni kita lebih banyak mendapatkan pengalaman, dan banyak memiliki teman.
Pesannya?
“Semoga ke depan banyak anak muda mau ikut melestarikan budaya khususnya budaya kita sendiri,” kata Deyana.
Devita, Si Tukang Ugal
Ini gadis dari Desa Umajero. Panggilannya Devita. Nama lengkapnya Putu Devita Wahyu Septiani. Ia memang lahir dan tinggal di Desa Umejero, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng. Kini ia kuliah di Poltekkes Kemenkes Denpasar.
Masa kanak-kanak Devita dihabiskan di TK Bina Kumara dan SDN 2 Umejero, lalu melewati masa remaja di SMPN 1 Busungbiu, dan di SMAN 4 Singaraja.
Devita adalah salah satu gadis yang menjadi andalan Sekaa Gong Wanita/Sanggar Wahana Shanti, Desa Umajero. Tak tanggung-tanggung, saat menabuh ia berada pada kursi yang agak lebih tinggi dari yang lain, dan paling menonjol. Karena, ia adalah tukang ugal, atau dipercaya memainkan gangsa guru, seperti juru mat atau dirigent dalam konser musik klasik.
Pada setiap penampilan, ia selalu tampak gagah. Paling energik dan selalu menularkan semangat kepada teman-temannya yang memainkan alat musik lain, seperti gangsa pengumbang, kantil dan reong
Kapan sebenarnya ia mulai latihan menabuh hingga bisa begitu lincah menyamai kelincahan laki-laki?
“Untuk latihan megambel saya mulai dari kelas 6 SD, kalau tidak salah tahun 2017,” kata Devita.
Dan, memang sejak awal latihan ia sudah ditempatkan di gangsa guru di Sanggar Wahana Shanti. Pelatihnya, I Ketut Pany Ryandhi yang kerap ia sapa dengan panggilan Bli Tut Pany. Pany adalah salah satu tokoh muda pengembang seni karawitan di Bali Utara.
“Saya selalu senang megambel,” kata Devita.
Senangnya bukan hanya pada saat megambel saja. Namun, kata Devita, ia sangat senang dan menikmati ketika bisa berkumpul dengan teman-temannya. “Seperti mempunyai keluarga baru,” kata Devita.
Devita mengayun panggung sebagai tukang ugal (gangsa guru) | Foto: Dok pribadi
Saat megambel, hal paling menyenangkan yang dirasakannya adalah ketika nuduk gending, atau sedang menimba ilmu dari pelatih untuk memainkan tabuh baru. “Saat itu pasti kami akan rebutan dengan teman-teman yang lain untuk menghapal gendingnya atau pukulannya terlebih dahulu,” ujar Devita dengan wajah berseri-seri.
Selama 5 tahun menekuni kesenian, khususnya gong kebyar, ia sudah berkali-kali naik panggung, mulai dari mewakili desa, kecamatan, hingga mewakili kabupaten dalam Pesta Kesenian Bali (PKB).
Devita pernah pentas dan membuat penonton terpesona pada acara Busungbiu Festival, tepatnya di lapangan Desa Busungbiu. Pada ajang itu, ia bersama grupnya tampil dua kali dalam pementasan gong kebyar wanita mebarung.
Pernah juga pentas di Pelabuhan Tua Buleleng dalam acara persiapan sebelum mewakili kabupaten ke PKB dan saat itu mebarung dengan ISI Denpasar
Ia bersama teman-temannya di Sanggar Wahana Shanti pentas dengan mendapat sambutan meriah pada PKB 2019. “Itu menjadi tahun pertama saya ikut mewakili kabupaten, dan saat itu mebarung dengan gong kebyar wanita dari Denpasar,” kata Devita.
Pada PKB tahun 2021 ia ikut memperkuat Sekaa Gong Wanita Banda Sawitra dari Desa Kedis yang saat itu mebarung dengan gong kebyar wanita dari Kabupaten Bangli.
Pada PKB tahun 2022 adalah awal PKB yang agak beda vibes-nya. Ini karena dipentaskan per-kabupaten. Jadi, gong kebyar wanita, gong kebyar anak-anak, dan gong kebyar dewasa dari masing masing kabupaten dipentaskan dalam satu panggung di hari yang bersamaan. Dan, Devita terlibat juga dalam pementasan di panggung PKB itu.
“Kalau tidak salah waktu itu saya berdampingan dengan Padepokan Seni Dwi Mekar untuk gong kebyar anak-anak dan Sekaa Gong Eka Wakya untuk gong kebyar dewasa,” cerita Devita.
PKB tahun 2023 mungkin menjadi PKB terkahir yang diikuti Devita sebelum ia masuk perkuliahan. Pada saat itu juga sama, gong kebyar dipentaskan per kabupaten seperti tahun 2022. Tetapi yang menjadi beda yaitu dalam kriterianya harus ada kolaborasi di antara tiga sanggar yang mewakili kabupaten itu.
“Pada tahun 2023 itu saya berdampingan dengan Sanggar Manik Uttara untuk gopng kebyar anak-anak dan Sanggar Suara Mustika untuk gong kebyar dewasa,” kata Devita.
Devita selalu mencerita dengan menggebu-gebu disertai warna muka yang berbinar-binar jika bicara soal gong kebyar. Bagaimana kesannya masuk dan bergaul begitu intens dengan dunia kesenian?
“Kesan saya tentunya sebuah hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya bisa sampai di titik ini karena dari awal hanya berpikir mungkin kalau harus bisa sampai di titik yang diinginkan perlu suatu proses yang sangat panjang, tetapi astungkara saya bisa lewati beberapa pengalaman dalam waktu kurang lebih lima tahun,” kata Devita.
Lalu apa pesannya untuk generasi muda di Bali utara?
“Pesan saya semoga nanti terus ada generasi penerus budaya yang tidak akan pernah punah pada tahun-tahun mendatang,” ujar Devita mantap.
Devita mengakui selama ini dukungan keluarga sangat penting dalam hal pengembangan kesenian, terutama kesenian tradisional. Dan, Devita mendapat dukungan itu dari keluarganya, terutama ibunya.
“Ibu saya juga seorang penabuh gamelan. Ia sempat mengikuti PKB dua kali ketika ikut bersama gong kebyar wanita mewakili Buleleng,” katanya.
Pantas saja. Devita, perempuan hebat didukung ibunya yang juga perempaun hebat.
“Pesan saya untuk perempuan, jangan biarkan siapa pun meredupkan sinarmu. Teruslah bersinar dan sebarkan cahayamu untuk menerangi dunia. Teruslah berkarya dan berdaya untuk buleleng kita tercinta,” kata Devita dengan begitu tegas.
Novita, Pemukul Reong dari Kalisada
Gadis ini masih sekolah di SMKN 2 Seririt. Ia lahir di Tukadsumaga, Gerokgak, 22 November 2006, dan kini tinggal di Tegallenga. Kalisada, Seririit. Namanya Ni Putu Novita Dewi.
Panggil saja ia dengan nama Novita. Anak dari pasangan suami istri, Putu Sutemaya dan Luh Era Wati, ini tentu saja akan menoleh dan menyapa dengan riang gembira.
Novita adalah salah satu penabuh di Sanggar Seni Jagratara, Desa Kalisada, yang pada tahun 2024 ini mewakili Buleleng dalam parade gong kebyar wanita di Pesta Kesenian Bali (PKB), di Taman Budaya Bali, di Denpasar, Juni mendatang.
Di Sanggar Seni Jagratara itu, Novita menguasai dua alat gamelan, yakni reong dan kecek (simbal). Sehari-hari ketika ngayah megamel di pura, atau saat upacara agama, ia terbiasa memainkan alat gamelan reong.
“Untuk ke PKB nanti saya pegang kecek,” kata Novita saat ditanya tentang persiapannya ke PKB nanti.
Novita | Foto. Dok pribadi
Novita belajar memainkan gamelan di sanggar seni yang dimasukinya, dan ia memang menyukai permainan reong dan di kecek.
Sebelum akan main di ajang bergengsi sekelas PKB, ia sudah punya banyak pengalaman megambel, seperti ngayah di sejumlah pura, dan baru saja ia pentas pertama di panggung HUT Kota Singaraja tahun 2024.
Novita mengaku punya kesan yang mendalam terhadap seni gong kebyar. Karena terkadang merasa sangat lelah di dalam proses pembelajaran, proses pelatihan untuk PKB, namun ia tetap menjalaninya karena merasa mendapat kepuasan dalam menikmati masa remaja.
“Latihan untuk PKB ini sangat menguras mental dan tenaga saya, namun di kegiatan ini saya mendapatkan kepuasan dalam menikmati masa remaja saya. Saya mampu menuangkan bakat saya dalam bidang seni budaya, saya bisa sekalian memperluas relasi pertemanan dan wawasan saya,” kata Novita.
Selain itu, kata Novita, dengan ikut grup gong kebyar dan pentas di sejumlah acara ia dapat memperdalam rasa kepemimpinan melalui cara memahami sesama rekan penabuh. “Saya belajar juga untuk memahami teguran dan omelan dari pelatih, dan lainnya,” kata Novita.
Novita berharap, semoga dengan ikut sertannya ia menjadi peserta didik di Sanggar Seni Jagratara, ia dapat memperluas wawasan seni dan budaya yang ada di Bali terutama di bidang karawitan gong kebyar.
Novita memang bisa dikata sebagai gadis remaja yang sangat aktif. Selain menabuh ia juga ikut dalam berbagai kegiatan lain, seperti mesatua (bercerita), dan ini yang mengejutkan, ia juga tercatat sebagai atlet pencak silat.
Maka tak heran ia mencatat berbagai prestasi, seperti juara 1 lomba mesatua Bali di Banjar Dinas Tegalenga, Juara 1 lomba mesatua Bali di Desa Dinas Kalisada dan Juara 1 lomba mesatua Bali di SMK Negeri 2 Seririt.
Ia juga meraih Juara 3 dalam lomba MC Bali di SMK Negeri 2 Seririt, dan Juara 3 lomba bondres Bali.
Di bidang olahraga pencak silat ia pernah mencatat prestasi sebagai Juara 2 kejuaraan pencak silat antar perguruan tinggkat pra remaja se-Kabupaten Buleleng, dan Juara 1 Kejuaraan pencak silat Bali Open Competition.
Ia juga meraih Juara harapan 2 lomba “Napak Tilas Panji Sakti tahun 2024, juga berhasil menjadi wakil sampai dengan komandan PKS di SMK Negeri 2 Seririt dan menjadi pradana Ambalam Surya Candra di SMK Negeri 2 Seririt. Di akademik, Novita berhasil menjadi juara kelas di jurusan akutansi.
Novita mengatakan, selagi muda ia memang harus aktif melakukan berbagai kegiatan di bidang seni dan olahraga. “Karena dari situ kita bisa belajar banyak tentang kehidupan,” katanya. [T][Adv]
Reporter/penulis: Made Adnyana Ole
- BACA artikel lain tentang GONG KEBYAR
- Catatan: Artikel ini ditulis dan disiarkan atas kerjasama tatkala.co dan Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik (Kominfosanti) Kabupaten Buleleng.