29 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Osing, Santet, dan Lain Sebagainya

Yudi SetiawanbyYudi Setiawan
January 17, 2024
inEsai
Osing, Santet, dan Lain Sebagainya

Ilustrasi diolah tatkala.co dari Canva

”PASTI kamu bisa nyantet, ya? Kan kamu orang osing.”

Kira-kira, begitulah ejekan yang keluar dari mulut teman-teman setelah tahu kalau saya berasal dari Banyuwangi dan bersuku Osing. Tetapi, saya tahu itu hanya bercanda; jadi saya hanya menanggapinya dengan tertawa atau kadang saya jahilin balik dengan jawaban, “Iya. Awas nanti di perutmu berisi tabung gas LPG 3 kg!”

Namun, meski bercanda, kadang saya dibikin sedikit tidak nyaman ketika ada orang yang baru pertama kali bertemu dan belum kenal, dan baru mengetahui saya berasal dari Banyuwangi, dengan entengnya ngomong, “ Oh, Banyuwangi, ya? Bisa santet orang, dong?” Hmm… sial betul.

Saya merasa jengkel bukan karena tuduhan-tuduhan yang sudah katrok itu; tapi karena pengetahuan mereka tentang seputar ilmu magis dari Banyuwangi hanya sebatas itu-itu saja. Padahal, Banyuwangi itu tidak melulu sekadar santet saja, apalagi Suku Osing, masih banyak ilmu magis lainnya.

Misalnya, kalau mau memperdaya orang lain, ada ilmu lintrik, namanya. Sedangkan untuk membuat lawan jenis tergila-gila sama kita, ada ilmu jaran goyang, atau bisa juga menggunakan ilmu sabuk mangir, dan masih banyak yang lainnya.

Maksud saya begini loh, bukan mau sombong atau bagaimana, kalau kalian ingin belajar tentang ilmu-ilmu tadi, ilmu selain santet maksudnya, kalian bisa datang ke tempat saya. Tapi, ada syarat yang harus dibayar. Kalian harus membawa ayam satu ekor. Ayamnya bebas warna apa saja, tidak harus warna hitam. Lalu beras secukupnya dan bumbu-bumbu pelengkap lainnya. Nanti, kita bisa makan-makan bersama. Lumayan, kan? Oh iya, soal ilmu-ilmu yang tadi bagaimana? Ah, lain waktu saja itu dibahas, yang terpenting adalah makan terlebih dahulu. Hehe.

Sebenarnya, istilah santet adalah istilah bahasa Indonesia dengan pengertian ilmu hitam. Namun, dalam budaya masyarakat Banyuwangi, santet mempunyai pengertian yang amat jauh dari sekadar ilmu hitam. Dalam kebudayaan masyarakat Suku Osing, misalnya, santet merupakan ilmu pengasih. Dan santet sebagai ilmu pengasih masih sering digunakan oleh remaja Banyuwangi untuk membuat atau menambah kasih sayang dari orang yang mereka inginkan.

Pada dasarnya, ilmu hitam itu ada di mana-mana. Di Kalimantan, Sumatera, Nusa Tenggara, Bali, Sulawesi, sampai Papua ada ilmu sejenis itu—tentu dengan nama yang berbeda-beda. Ada yang menyebut teluh, tenung, leak, begu ganyang, suwanggi, dan lain sebagainya, dan untuk di Banyuwangi, orang lazim menyebutnya sihir.

Meskipun mayoritas masyarakat Banyuwangi memeluk agama Islam, tapi mereka masih mempercayai adanya kekuatan lain yang bersumber dari budaya spiritualis gaib, yakni ilmu putih atau ilmu gaib produktif dan ilmu gaib penolak bala.

Menurut Koentjaraningrat—seorang antropolog Indonesia—bahwa ilmu gaib produktif meliputi segala ilmu gaib yang bersangkutan dengan aktivitas produksi pertanian, perikanan, peternakan dan perburuan, kemudian juga ilmu gaib yang berhubungan dengan pertukangan, kerajinan dan perdagangan. Sedangkan ilmu gaib penolak bala merupakan segala perbuatan ilmu gaib untuk menghindari dan menolak bencana hama pada tumbuh-tumbuhan, dan hewan, atau juga untuk sarana penyembuhan.

Memang benar, jika berbicara santet, sihir, atau ilmu pengasih Banyuwangi, maka tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur pendukungnya, yakni adanya kelompok masyarakat asli yang mendiami daerah ujung timur Pulau Jawa itu—yang dikenal dengan sebutan Suku Osing atau lare Osing atau wong Blambangan.

Masyarakat Osing merupakan salah satu suku yang mendiami wilayah Banyuwangi. Secara geografis, Suku Osing mendiami wilayah Banyuwangi yang tersebar di beberapa kecamatan, seperti Glagah, Giri, Rogojampi, Kabat, Songgon, Singojuruh, Cluring, dan Genteng.

Pada dasarnya, kata “osing” jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti “tidak”. Kata tidak dimaksudkan bahwa Suku Osing tidak berasal dari Jawa maupun Bali. Terminologi ini muncul dari kata “sing” atau “usinghing” yang berarti tidak—tidak di sini merujuk pada tidak melarikan diri sewaktu berperang melawan VOC, perusahan dagang Hindia Belanda.

Theodor Gautier Thomas Pigeaud, ahli sastra Jawa dari Belanda, menjelaskan bahwa kata “osing” memiliki makna tertutup atau ketertutupan penduduk Blambangan terhadap pendatang, dan dapat juga diartikan sebagai penolakan terhadap segala sesuatu yang dibawa oleh pendatang dari luar. Meski demikian, masyarakat Osing juga menyerap berbagai budaya yang bersentuhan dengan mereka dan mengembangkannya menjadi bagian dari budaya sendiri.

Secara identitas, mereka secara tegas menyatakan perbedaannya terhadap suku Jawa ataupun Bali, sekalipun mereka berada di tanah Jawa. Secara sosial dan budaya, mereka mengembangkan identitas sendiri dan tidak mau dikategorikan sebagai sub-suku Jawa. Masyarakat Osing sendiri mulai berpisah secara budaya dimulai semenjak keruntuhan Majapahit.

Pemisahan diri dari budaya Jawa mulai muncul dan terbentuk ketika masa akhir kekuasaan Majapahit dan awal perang saudara—Perang Paregreg tahun 1404 M—serta masuknya kerajaan Islam di tanah Jawa. Keretakan hubungan Blambangan dan Jawa muncul pada saat terjadinya perang saudara di Majapahit, di mana Bhre Wirabhumi dan Wikrawardhana memperebutkan tahta.

Keruntuhan Majapahit ke tangan kesultanan Demak menyebabkan rakyat banyak mengungsi ke lereng Gunung Bromo dan menjadi Suku Tengger; ke Bali dan menetap di Banyuwangi menjadi Suku Osing. Wilayah Blambangan sendiri kemudian memerdekakan diri, membentuk kerajaan Blambangan menjadi kerajaan yang berdiri sendiri.

Meskipun demikian, kondisi wilayah Blambangan tidak berubah, dan tetap menjadi wilayah yang diperebutkan oleh berbagai kekuatan. Pada tahun 1546 M hingga 1764 M, terjadi perebutan kerajaan Blambangan oleh kerajaan-kerajaan sekitar mulai dari Demak, Mataram, hingga Bali.

Pada awalnya, masyarakat Osing merupakan komunitas Hindu-Buddha, tetapi saat ini sebagian besar Suku Osing telah beragama Islam. Namun, meski demikian, mereka tetap menjalankan berbagai tradisi dari masa Hindu. Hal itu menyebabkan Islam menjadi tersinkretis dengan budaya Osing itu sendiri.

Atas dasar adanya sinkretisme tersebut, sehingga banyak budaya Hindu yang bertahan dan menyebabkan banyaknya tradisi di masyarakat Banyuwangi yang masih mempercayai unsur mistis di dalamnya.

Penegasan mengenai perbedaan antara budaya Jawa dan Osing dapat terlihat dari struktur kehidupan sosial masyarakatnya. Suku Osing lebih egaliter. Jika dalam masyarakat Jawa terdapat konsep kawula gusti—upaya pemisahan struktur masyrakat berdasarkan kasta dan kedudukan—sedangkan dalam struktur masyarakat Osing juga terdapat kiai dan priyayi, tetapi kedua golongan tersebut tidak memiliki pengaruh sekuat di Jawa, yang menyebabkan kuatnya egalitarianisme masyarakat Osing dibandingkan masyarakat Jawa.

Sebentar, kok pembahasannya melebar, ya?Maap-maap, mari kembali ke dukun santet saja.

Ya, saya sadar mengapa Banyuwangi masih sering disebut sebagai kota santet, dan Suku Osing masih sering pula dicap sebagai perkumpulan orang-orang mistis—seperti penjelasan di atas. Itu semua berawal ketika tahun 1999, disaat masa transisi kekuasaan dari zaman Pak Harto ke zaman Pak Habibi.

Dikisahkan, dalam rentang waktu bulan Februari 1998 sampai Oktober 1999, ketika Indonesia mulai mengalami kekacauan dan kerusuhan akibat krisis ekonomi dan politik yang ditandai dengan kerusuhan sosial di hampir seluruh wilayah Indonesia. Alhasil, konflik sosial yang berkepanjangan tersebut sampai di tanah Blambangan.

Meskipun di Banyuwangi pada saat itu tidak ada penjarahan dan pemerkosaan seperti yang terjadi di Jakarta, tapi apa yang terjadi di Banyuwangi saat itu tidak kalah membingungkan. Sebab, masyarakat harus dihadapkan dengan isu munculnya sekelompok orang yang berpakaian serba hitam dan membunuh orang-orang yang dituduh memiliki ilmu hitam untuk tujuan tidak baik—atau dukun santet. Orang-orang menyebut mereka: ninja.

Ketika jumlah korban dari dukun santet terus bertambah, sasaran pun meluas. Orang-orang dengan berpenampilan seperti ninja tersebut menyasar dan membunuh orang-orang yang tak bersalah lainnya, seperti guru ngaji, orang-orang yang memiliki gangguan jiwa, serta masyarakat sipil biasa turut menjadi targetnya.

Teror pembantaian yang berawal dari Banyuwangi tersebut kemudian menyebar sampai ke daerah-daerah lainnya, seperti Jember, Situbondo, Bondowoso, Pasuruan, Malang, hingga sampai di Pulau Madura.

Ketegangan, ketakutan, dan kepanikan serta saling curiga yang semakin meluas di masyarakat, melahirkan berbagai anggapan yang menakutkan dan bombastis, seperti terduga pelaku pembunuhan merupakan seseorang yang terlatih, bergerak secepat kilat, dapat menghilang, dan mampu berjalan dan berlari serta melompati rumah-rumah warga dengan cepat—seperti ninja-ninja dari Negeri Sakura.

Mungkin, rasa trauma masalalu tersebut yang mengakibatkan masyarakat masih menganggap Banyuwangi sebagai kota santet. Meskipun, pemerintah Banyuwangi sudah melakukan pembaruan dalam banyak hal, seperti mengadakan festival-festival yang mengangkat budaya serta pariwisata Banyuwangi, tapi tidak dapat merubah citra Banyuwangi sebagai kota yang pernah gonjang-ganjing dengan isu pembantaian dukun santet tersebut.

Apalagi kemudian muncul kelompok masyarakat yang menggabungkan dan menamakan dirinya sebagai Perdunu (Persatuan Dukun Nusantara) di sebuah desa beberapa tahun silam. Alhasil, apa yang telah diupayakan oleh Pemerintah Banyuwangi dengan berbagai kegiatan festival dan mem-branding Banyuwangi dengan sebutan “The Sunrise of Java”, jangan-jangan malah diplesetkan menjadi “The Santet of Java”.[T]

Ziarah ke Makam R.M. Djojo Poernomo, Guru Spiritual Laskar Diponegoro dan Pendiri Parikunan Purwa Ayu Mardi Utomo
Bunuh Diri Bahasa Using Banyuwangi
Ritus Tari Seblang di Olehsari : Menari Bersama Leluhur dan Merayakan Dialog Antarbudaya Bali-Blambangan
Tags: banyuwangiHindu JawaJawa TimurSuku Osing
Previous Post

Mengarungi Lautan Indonesia: Menapaki Surga Banda Neira

Next Post

Proyek-proyek Besar (di Bali) Dimana Arsitektur Merupakan Alat untuk Mengakumulasi Kapital

Yudi Setiawan

Yudi Setiawan

Kontributor tatkala.co

Next Post
Proyek-proyek Besar (di Bali) Dimana Arsitektur Merupakan Alat untuk Mengakumulasi Kapital

Proyek-proyek Besar (di Bali) Dimana Arsitektur Merupakan Alat untuk Mengakumulasi Kapital

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more

Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

by Hartanto
May 28, 2025
0
Karya-karya ‘Eka Warna’ Dollar Astawa

SALAH satu penggayaan dalam seni rupa yang menarik bagi saya adalah gaya Abstraksionisme. Gaya ini bukan sekadar penolakan terhadap gambaran...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space
Pameran

Pameran “Jaruh” I Komang Martha Sedana di TAT Art Space

ANAK-ANAK muda, utamanya pecinta seni yang masih berstatus mahasiswa seni sudah tak sabar menunggu pembukaan pameran bertajuk “Secret Energy Xchange”...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co