16 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Bukit Ser, Tempat Terbaik untuk Menenangkan Diri

JaswantobyJaswanto
January 3, 2024
inTualang
Bukit Ser, Tempat Terbaik untuk Menenangkan Diri

Sunrise di Bukit Ser | Foto: Jaswanto

SEJAUH ini boleh dibilang, sebagaimana telah dituliskan Purwanto Setiadi dalam “Sepeda, Mesin, Kebisingan” (2019), hubungan antara kebisingan dan stres sudah seterang siang di musim kemarau. Begitu pula fakta bahwa sumber keingar-bingaran di luar ruang, di mana pun di dunia ini, adalah mesin—termasuk di dalamnya sistem transportasi, kendaraan bermotor, pesawat terbang, dan kereta. Tapi tampaknya masih banyak orang yang justru tak peduli batapa sebenarnya polusi suara itu membuat hidup ini terganggu.

Menepi di tempat-tempat yang sepi termasuk di antara sedikit hal yang membantu saya menyadari kenyataan yang dituliskan oleh Purwanto di atas. Dan yang membuat saya seperti tiba-tiba terjaga dari tidur adalah momen ketika saya berjalan di lokasi yang jauh dari hiruk-pikuk lalu lintas yang padat. Di bukit-bukit kecil yang terpencil seperti Bukit Ser di Pemuteran, Gerokgak, itu misalnya.

Jauh dari hiruk-pikuk artinya saya hanya mendengar suara-suara yang berasal dari percakapan orang, suara satwa, bunyi dedaunan yang diterpa angin, atau hanya sekadar desau angin yang bersiul di telinga. Betapa berbeda suasana yang relatif “natural” itu, kata Purwanto. Tentu saja, di perkotaan, suasana semacam itu jarang bisa dijumpai.

Jaswanto di puncak Bukit Ser / Foto: Hendra

Saya sedang jatuh cinta. Objek asmara saya bukan seorang perempuan atau bahkan seorang manusia. Dia adalah sebuah bukit kecil, Bukit Ser, namanya, di Pemuteran, yang saya kunjungi—untuk pertama kalinya—pada tahun 2020, sekira tiga tahun silam itu. Saya mencintainya. Saya mencintai bagaimana angin berbisik lembut dan bagaimana perahu bergerak di antara ombak, muncul tenggelam dengan begitu anggunnya.

Saya mencintai bukit ini dengan sunrise dan sunset segar yang berwarna seperti kue croissant, serta laut biru dengan hidangan perahu nelayan, biota laut, dan ombak yang anggun. Saya menyukai pura kecil di atas punggungnya. Saya mencintai pohon-pohonnya.

Saya mencintai bagaimana kicau burung beradu (atau kolaborasi?) dengan deru mesin perahu nelayan—perahu-perahu kecil yang muncul dengan ajaibnya di bawah kaki bukit itu. Benar. Selama nyaris 24 jam di bukit kecil itu, mata saya setidaknya menangkap 10 jenis burung yang berbeda-beda. Dari pola makan mereka saya kelompokkan lagi menjadi empat jenis.

Kelompok burung itu adalah pemakan buah (frugivora), pemakan biji-bijian (granivora), pemakan serangga (insectivora), dan penghisap madu (nectivora).

Golongan pemakan buah terdiri dari burung kutilang, trucukan, dan cabai jawa, yang terkenal paling ribut dibanding teman-temannya—juga warna orange di kepala dan lehernya yang indah membuat saya takjub.

Sementara burung pemakan biji adalah perkutut, tekukur, bondol jawa, dan burung gereja yang kerap mencari makan rerumputan di sekitar pekarangan pura, di bawah rerimbunan pohon bidara, pohon pilang, dan di antara semak belukar.

Di Bukit Ser banyak terdapat pohon bidara dan beberapa flamboyan. Tentu saja, pohon-pohon itu memberikan sumber makanan bagi burung madu sriganti—burung kecil yang lehernya berwarna biru dan kuning di bagian dadanya. Tak heran bila si pengisap nektar ini sering singgah pada bunga pohon buah-buahan tersebut dan membantu peyerbukannya, sehingga buahnya dapat dinikmati ketika musim buah tiba.

Menunggu sunrise di Bukit Ser / Foto: Jaswanto

Serangga yang beterbangan di sana menarik perhatian burung cipoh kacat dan cinenen kelabu—atau prenjak. Sesekali terlihat burung-burung tersebut menyambar dan memakan serangga yang sedang terbang. Ditambah lagi burung sikatan jawa dengan ligat menyambar serangga dari udara bagaikan manufer pesawat tempur dengan ekornya yang mengembang seperti kipas.

Melihat bagaimana burung-burung itu terbang dengan bebas, saya berpikir, cara terbaik memeliharanya adalah dengan menanam pohon di pekarangan, bukan menangkap dan mengurungnya di dalam sangkar—karena “karma” burung itu bebas.

Menurut saya, tidak ada salahnya kita mulai mencoba memelihara burung di alam bebas—dan mengurangi memelihara burung dalam sangkar. Dan ibarat investasi kenyamanan, tak ada salahnya juga mulai memilih tanaman atau pohon yang mampu memikat para burung untuk singgah di pekarangan rumah.

Membiarkan burung terbang bebas dan mendengar kicauannya langsung dari alam adalah bagian dari harmonisasi alam di sekitar kita. Sedangkan menanam pohon, merupakan salah satu langkah untuk mengurangi dampak pemanasan global, karena pohon mampu menyerap dan menyimpan karbon. “Tanam saja,” kata Nosstress.

Bintang laut di pantai Bukit Ser / Foto: Jaswanto

Selain banyak burung, pada saat laut surut, di sana, Anda dapat melihat dan memegang bintang laut yang cantik. Air yang surut meninggalkan mereka di balik-balik batu berlumut. Ada juga kerang, ikan-ikan kecil, kepiting, dan siput laut yang berjalan sangat lambat.

Ah, saya memang sedang diliputi dorongan untuk tinggal di Bukit Ser selamanya, di atasnya atau di kakinya atau di pinggir pantainya dan mana saja. Tidak penting benar. Saya dapat bahagia di sini, di atas bukit kecil ini.

***

Tetapi saya tidak bisa seperti ini selamanya. Dan saya juga tidak begitu yakin selalu bahagia hidup di atas bukit kecil ini—yang jika persediaan air minum Anda habis, Anda harus turun dan mengiba kepada penduduk sekitar. Saya yakin rasa bosan itu ada. Dan rasa bosan itu menakutkan.

Filsuf Martin Heidegger suatu ketika mendefinisikan kebosanan sebagai “napas kekosongan di tenggorokan kita”. Di beberapa tempat, napas panas itu terasa sekali. Terdapat di udara. Lain halnya di Swiss. Orang Swiss telah mengolah kebosanan seperti halnya orang Prancis mengolah anggur dan orang Jerman mengolah bir: menyempurnakannya, memproduksinya secara masal.

Kehidupan Swiss mengurangi kehidupan. Mereka bersenandung, merasa puas, tidak pernah turun sampai level bawah tertentu, tetapi juga tidak pernah mencapai puncak. Orang Swiss tidak pernah menggambarkan sesuatu sebagai mengagumkan atau super, tetapi hanya c’est pas mal, lumayan.

“Itukah rahasia kebahagiaan?” Tanya Eric Weiner dalam bukunya “The Geography of BlissThe” (2019) . “Atau mungkin orang Swiss benar-benar menemukan banyak aspek kehidupan mengagumkan tapi tahu pada suatu tingkat bawah sadar bahwa tingkat superelatif akan mengurangi pengalaman tersebut. Gambarkan sesuatu sebagai mengagumkan, dan hal itu tidak lagi mengagumkan.”

Sekilas saya ingin seperti orang Swiss. Yang mengolah kebosanan menjadi kebahagiaan. Yang biasa-biasa saja. Lebih baik hidup di rentang tengah daripada terus-menerus berayun dari titik tertinggi dan titik terendah. Tidak seperti Amerika yang suka pamer. Cara Amerika adalah: Anda punya, pamerkan. Cara Swiss adalah: Anda punya, sembunyikan.

Pemandangan dari atas Bukit Ser / Foto: Jaswanto

Tetapi dunia ini paradoks. Meskipun orang-orang Swiss tampak santai, nyatanya mereka tidak punya selera humor yang baik. Negeri macam apa itu? Betapa membosankannya negeri tanpa humor. Pasti negeri semacam itu tak bagus bagi saya yang pemurung—yang selalu ingin mendapat humor yang lebih.

Bukit Ser. Entah mengapa setiap kali saya ke bukit kecil ini, dalam hati timbul sensasi kebebasan yang menyenangkan, bahwa hidup begitu ringkas, hanya seukuran ransel yang saya sandang di pundak. Saya merasa akan selamat dan tak akan menderita hanya dengan mengandalkan hidup saya pada satu ransel yang melekat di tubuh saya.

Dan di tempat ini pula, saya dapat bertanya-tanya tentang “apa yang membuat manusia merasa menjadi makhluk yang paling sempurna di jagat raya?” Saya tidak tahu alasannya secara masuk akal. Kita dan seekor ayam atau sapi, misalnya, sama-sama ada, sama-sama mengisi ruang keberadaan.

Apa yang membuat kita harus merasa lebih tinggi derajatnya daripada seekor sapi? Belum tentu sapi lebih menderita daripada diri kita dan kita lebih bahagia daripadanya?

Tampaknya menjadi manusia bukanlah prestasi yang harus dibangga-banggakan. Kita pun tidak tahu kenapa kita menjadi manusia, bukannya sapi, ayam, atau kerbau. Kita tak bisa memilih lahir sebagai manusia. Kita hanya menjalani takdir sebagai manusia. Sapi pun hanya menjalani takdirnya sebagai sapi. Bagaimana bisa kita mesti merasa bangga?

Ah, memang beberapa tempat tertentu bagaikan keluarga, kata Eric. Tempat-tempat itu terus menerus membuat kita merasa terganggu, terutama pada hari-hari libur. Kita ingin kembali lagi karena kita tahu, di lubuk hati kita, bahwa takdir kita saling terkait. Dan bagi saya, Bukit Ser—tempat terbaik untuk menenangkan diri—termasuk salah satunya, juga gunung-gunung dan hutan yang rindang yang belum banyak dijamah manusia.[T]

Pedawa: Kebahagiaan Adalah Kekeluargaan
Ke Songgon, Kami Mencari Ketenangan: Sebuah Kenangan Perjalanan
Pendakian Gunung Abang 2.151 Mdpl: Kita Tidak Pantas Mati di Tempat Tidur!
Pulau Merah: Surga di Selatan Banyuwangi
Tags: baliDesa PemuteranGerokgakSingaraja
Previous Post

Memelopori Gerakan Ecobrick Art di Bali

Next Post

Citragopta, Citrakara, Prabangkara: Menelaah Asal-Muasal Seni Dalam Lontar Wiswakarma

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Citragopta, Citrakara, Prabangkara: Menelaah Asal-Muasal Seni Dalam Lontar Wiswakarma

Citragopta, Citrakara, Prabangkara: Menelaah Asal-Muasal Seni Dalam Lontar Wiswakarma

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

by Mang Tri
May 16, 2025
0
Sikut Awak : Mengukur Masa Depan Bali

SORE itu beruntung hujan tidak turun seperti hari-hari sebelumnya. Krisna Satya atau yang kerap saya panggil Krisna sedang berada di...

Read more

Makan Apa Sih, Kok Masih Muda Bisa Asam Urat?

by Gede Eka Subiarta
May 16, 2025
0
Selamat Galungan, Selamat Makan Lawar! — Ingat Atur Gaya Makan Agar Tetap Sehat

BARU umur 30 tahunan, tetapi sudah mengalami asam urat yang parah, ada juga yang sudah gagal ginjal dan ada juga...

Read more

‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

by Hartanto
May 15, 2025
0
‘Prosa Liris Visual’ Made Gunawan

SELANJUTNYA, adalah lukisan “Dunia Ikan”karya Made Gunawan, dengan penggayaan ekspresionisme figurative menarik untuk dinikmati. Ia, menggabungkan teknik seni rupa tradisi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co