9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Satua Bali “I Durma”: Jembatan Asa Menuju Sosok Ayah di Hari Ayah

Luh Putu SendrataribyLuh Putu Sendratari
November 13, 2023
inOpini
Satua Bali “I Durma”: Jembatan Asa Menuju Sosok Ayah di Hari Ayah

Gambar diambil dari youtube Kalpa Wreksa/@kalpawreksa792

SATUA atau cerita Bali I Durma tergolong cerita yang sudah dikenal eksis di masyarakat Bali. Popularitasnya saat ini telah hadir di berbagai ajang lomba dan tayangan youtube. Bahkan sebelum medium komunikasi masyarakat Bali disentuh  media, pementasan drama, seni tari menjadi santapan rohani yang sangat di tunggu-tunggu.

Masih kuat dalam ingatan penulis, di tahun 1975-an tayangan drama tari yang sangat populer era itu, salah satunya adalah pentas seni Rajapala. Sebuah drama yang diramu tentang romantisme percintaan seorang pemuda Rajapala yang akhirnya memboyong seorang bidadari – Ken Sulasih menjadi istrinya.

Ada perjanjian di antara mereka, jika kelak ada anak yang dilahirkan dari perkawinan itu, maka diminta agar Rajapala mengembalikan selendang milik Ken Sulasih agar bisa kembali ke Swargaloka.

Ending cerita Rajapala ditinggal oleh Ken Sulasih dengan lahirnya I Durma. Walaupun masyarakat saat itu sudah mengenal ceritanya, namun saat dipentaskan ulang, sudah dipastikan tidak pernah sepi penonton. Hanya saja, saat itu pentas seni hanya lebih diserap sebagai hiburan semata, di tengah terbatasnya hiburan yang tersedia. Tidak mengherankan drama gong, wayang kulit atau pentas seni lainnya senantiasa ditunggu, pemainnya dirindukan dan diidolakan bak layaknya aktris dan aktor seperti era sekarang ini.

Tersedianya tayangan-tayangan satua I Durma lewat media massa saat ini dimaksudkan untuk mengirim literasi kepada masyarakat luas bahwa cerita ini sarat dengan pesan-pesan moral yang masih relevan dewasa ini tentang kemandirian, kesantunan adalah dua pesan kunci yang sesungguhnya menonjol dalam cerita ini. Apa menariknya?

Yang jelas, kemasan cerita yang menonjolkan sosok seorang ayah dengan peran feminin yang sedang dijalankan menawarkan suatu cerita yang keluar dari pola umum tentang peran pengasuhan yang lazimnya ada di pundak seorang ibu.

Pokok Satua I Durma

Kisah ini hadir dari penggalan kisah kasih Rajapala dengan Ken Sulasih – seorang bidadari yang diceritakan turun ke bumi bersama bidadari lainnya. Sesampainya di bumi, para bidadari tersebut dikisahkan mandi di telaga. Pada saat yang bersamaan muncul seorang pemuda tampan I Rajapala yang berasal dari Desa Singapanjaron.

Rajapala sangat terkesima menyaksikan kecantikan para bidadari, muncullah niatnya mencuri selendang dari salah satu bidadari. Melalui ketangkasan dan kecerdikannya dia berhasil mengambil salah satu selendang yang ternyata milik Bidadari Ken Sulasih. Rajapala memasang jurus menahan selendang milik Ken Sulasih dan akan mengembalikan jika dia bersedia menjadi istrinya.

Tidak ada pilihan bagi Ken Sulasih menyanggupi keinginan I Rajapala dengan 1 syarat, jika nanti ada anak yang lahir dan telah berusia 7 tahun, maka Rajapala harus mengembalikan selendang yang dicuri darinya, sehingga Ken Sulasih bisa kembali ke Kendran (Istana Dewa Indra di Kahyangan).

Perkawinan antara keduanyalah melahirkan I Durma. Saat I Durma berusia 7 tahun Rajapala menepati janjinya, merelakan Ken Sulasih kembali ke Kahyangan dengan selendang miliknya. Selama Ken Sulasih pergi, I Rapala menjadi pengasuh tunggal. Selama 3 tahun I Durma ada di bawah asuh sang ayah.

Selama pengasuhan selama 3 tahun, ada masa-masa yang paling berkesan bagi I Durma yakni saat di setiap sore dia dipanggil oleh ayahnya agar duduk di sampingnya. Saat itulah ayahnya menjadi penutur. Sembari mendengar tutur ayahnya, dia merasakan kelembutan dan curahan kasih sayang ayahnya.

Berbagai wejangan tentang kehidupan, aturan-aturan norma ditanamkan padanya. Semua ini dilakukan oleh Rajapala untuk menyiapkan anaknya agar menjadi anak yang tabah, tawakal dan siap mandiri saat ditinggal oleh orang tuanya. Di saat usia 10 tahun, I Durma ditinggal oleh ayahnya mengembara ke hutan, dan pendidikan karakter dirinya diserahkan kepada Jro Dukuh.

Selama di pedukuhan dalam gemblengan Jro Dukuh, I Durma senantiasa ingat akan wejangan ayahnya. Dalam suasana pendidikan yang menyenangkan di pedukuhan, dengan karisma yang dimiliki Jro Dukuh serta penanaman karakter oleh ayahnya, dikisahkan I Durma tumbuh menjadi anak yang mandiri dan sukses dipercaya menjadi penyarikan (Sekretaris) di bawah raja Wanakeling.

I Durma dan Pemaknaan Hari Ayah

Satua I Durma sesungguhnya bisa masuk dalam asset sains lokal yang bermuatan model pendidikan karakter yang ingin memutarbalikan kultur dominan tentang peran pengasuhan yang selam ini ditimpakan pada sosok perempuan. Munculnya ide hari ayah yang notabena lahir dari pemikiran Barat (Amerika) sebenarnya bukanlah hal yang baru jika kita merunutnya dari cerita tradisional I Durma.

Satu pemikiran positif yang mengemuka dari deklarasi kelahiran hari ayah di Kota Solo pada tahun 2006 adalah tidak dimaksudkan untuk menciptakan narasi tandingan karena adanya hari Ibu yang dirayakan secara Nasional setiap tgl 22 Desember, namun lebih dimaksudkan untuk membangun kesadaran masyarakat kita bahwa gagasan tentangnya dalam rangka menegakkan pandangan bahwa keluarga haruslah dilihat sebagai kesatuan yang utuh dari keterlibatan peran ibu dan ayah.

Pemikiran ini sebenarnya peneguhan atas pentingnya menegakkan fungsi manusia tanpa sekat jenis kelamin (perempuan maupun laki-laki) dalam pola pengasuhan anak. Apapun jenis kelaminnya bisa mengambil peran secara natural dalam pengasuhan karena di dalam diri manusia sesungguhnya memiliki unsur feminin dan maskulin yang bisa dimainkan untuk tujuan pengasuhan. Inilah yang disebut dengan manusia androgyn, yakni manusia yang bisa menyeimbangkan unsur feminin dan maskulin secara seimbang.

Meminjam pemikiran Roland Barthes tentang upaya mencari pemaknaan atas suatu kultur, maka satua/cerita I Durma dapatlah dicerna dalam pemaknaan denotatif dan konotatifnya. Pada makna denotatifnya, cerita ini secara gamblang menuju pada pemahaman berikut.

  1.  Perkawinannya bisa dimakanai sebagai tindakan transaksional, dimana ada kejelasan antara hak dan tanggung jawab. Dalam konteks ini kisah Rajapala dan Ken Sulasih memberi pesan bahwa rancang bangun keluarga harulah melalui komunikasi yang diladasi atas dasar kesetiaan dan tanggung jawab kedua belah pihak, sehingga terbangun keluarga berdasarkan kesepakatan dan tiada dusta satu sama lain. Pemufakatan dalam berkeluarga bermuatan janji kedua belah pihak yang harus dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab. Sederetan pandangan ini menjadi bingkai kisah Rajapala membangun keluarga bersama Ken Sulasih. Dan, di ending cerita keduanya memenuhi janji perkawinannya dengan penuh tanggung jawab.
  2. Di kisahkan I Rajapala menunjukkan kesanggupan sebagai orang tua tunggal dalam mengasuh I Durma setelah ditinggal oleh Ken Sulasih. Dia digambarkan dapat menjalankan dua peran sekaligus sebagai ayah dan ibu. Pesan-pesan moral yang ditanamkan kepada anaknya tidak berat sebelah. Artinya, dia bukan hanya menanamkan unsur maskulin (tanggung jawab, mandiri), namun juga dimensi feminin (kasih sayang, empati) kepada I Durma sebagai anak laki-laki.
  3. Penanaman nilai kepada anak memang strategis dimulai pada usia 7 tahun, yang mana anak mulai mengenal “dunia lain”, yakni dunia sekolah – dunia yang penuh warna di luar duania

Sedangkan pemaknaan konotatif dapat diartikan bahwa cerita I Durma bermuatan makna pembongkaran/dekonstruktif atas budaya dominan tentang pengasuhan yang selama ini dibebankan pada pundak perempuan. Dalam kultur budaya dominan, tugas pengasuhan di pantas kan untuk perempuan. Sosok ibu dihadirkan sebagai sosok yang memiliki kewajiban utama dalam tumbuh kembang anak.

Dalam konteks sosial, harapan besar dalam pengasuhan anak ada pada sosok ibu, bahkan jika ada kesalahan dalam proses tumbuh kembang anak maka kesalahan akan ditimpakan kepada sosok ibu. Ini pertanda betapa timpangnya cara pandang dalam hal pengasuhan.

Kehadiran sosok ayah dalam pengasuhan umumnya dinapikan dengan alasan seorang anak terlahir dari rahin seorang ibu, maka wajarlah kedekatan secara psikologis dan sosial ada pada sosok ibu, maka wajar pula peran pengasuhan pada pada ibu. Ini penjelasan yang bersumber dari aspek sosiobiologis yang memiliki kelemahan.

Pemaknaan dekonstruktif yang terkandung dalam cerita I Durma memberi ajaran bahwa wacana pembakuan atas sesuatu yang dianggap benar hendaknya dilakukan penundaan, bukan sesuatu yang final. Artinya, peran pengasuhan yang ada di pundak perempuan secara sosial kultural bukan harga mati, bukan pula sesuatu yang tidak bisa diubah, namun produk wacana tersebut hanyalah hasil sebuah konstruksi sosial. Menjadi ayah maupun menjadi ibu hanyalah hasil sebuah konstruksi yang diidealkan dan tentunya bisa diubah. Itulah sebuah esensi dari konsep dekonstruksi.

Kehadiran peran ayah yang dibuatkan perhelatan melalui adanya hari ayah di level dunia maupun di Indonesia bisa diartikan sebagai tindakan positif dalam menghasilkan cara pandang yang berbeda dari sebelumnya tentang pentingnya peran ayah di tengah-tengah telah populernya peran ibu. Ibarat melahirkan wacana penyeimbang, maka kelahiran hari ayah adalah upaya melatihkan kita untuk adil terhadap laki-laki. Keadilan itu bisa dibentuk melalui konstruksi gender yang seimbang.

Konstruksi Gender Sosok Ayah di Hari Ayah

Ayah yang tergenderkan digambarkan sebagai sosok yang tegas dan berkuasa. Memiliki privilese yang lebih dibandingkan anggota keluarga lainnya. Pengambil keputusan dan sederetan predikat lainnya yang dilekatkan secara budaya. Steriotyp semacam itu bukanlah sesuatu yang secara otomatis diterima oleh seorang anak laki-laki dari sejak lahir, namun semua itu diperoleh dari bentukan sistem sosial yang idealkan sebagai calon ayah.

Kehadiran anak laki-laki pada masyarakat yang mengusung budaya patriakhat sedemikian diistimewakan sebagai persiapan kelak menjadi sosok ayah yang mewarisi dan  melanjutkan budaya yang diidealkan. Lihatlah pada tayangan youtube tentang perlakuan atas kelahiran seorang anak laki-laki, melalui tayangan ritual tiga bulanan, demikian istimewanya, demikian meriahnya dan sedemikian megahnya, dan sampai saat ini belum ditemukan tayangan dan perlakukan yang sebanding untuk kelahiran anak perempuan.

Bahkan sebuah riset antropologi menemukan adanya etnis tertentu yang memberikan penyambutan istimewa atas kelahiran anak laki-laki dengan ritual khusus yang dilengkapi dengan tembakan senapan ke udara, dan jika ada anak perempuan yang lahir, tidak akan mendapatkan perlakukan yang serupa. Perlakuan itu berujung pada tujuan untuk menyiapkan anak laki-laki sebagai calon ayah kelak di kemudian hari.

Bentukan anak laki-laki melalui gender yang baku akan menghasilkan konstruksi pribadi maupun karakter yang tidak utuh atas potensi diri manusia. Ketika seorang anak laki-laki maupun perempuan dibentuk hanya dengan gender spesifiknya masing-masing, sebenarnya itu sama halnya dengan membuka ruang ketidakadilan bagi keduanya untuk tumbuh secara maksimal.

Misalnya, laki-laki yang tergenderkan dalam kebiasaan untuk dilayani dalam segala hal, ini adalah sesuatu yang tidak adil bagi laki-laki. Karena ketergantungan itu akan membuat laki-laki menjadi tidak berdaya di saat tidak ada yang membantunya, padahal kemandirian bisa dibentuk.

Dalam sebuah percakapan santai di kampus, ada teman saya berseloroh : “coba aja perhatikan kalau laki-laki ditinggal mati istrinya, belum kering kuburannnya sudah nikah lagi, alasannya nggak kuat nggak ada istri. Beda dengan perempuan begitu rupa dijejali pesan moral kalau ditinggal mati suami, ingat selalu sama anak. Dalam bahasa Bali  ujarannya :yasaang panake, de kalaine nganten”.

Seloroh teman saya sebenarnya ingin menyorot suatu anggapan bahwa laki-laki itu adalah mahkluk yang kuat. Kalaupun pengalaman empirik banyak dijumpai sebagai seloroh teman saya, sebenarnya itu terjadi juga berakar dari hasil konstruksi.

Secara kultural sosok ayah bisa diartikan sebagai seuatu yang sudah di strukturkan secara sosial budaya. Dalam artian struktur, seorang ayah memiliki simbol/tanda, kekuasaan dan legitimasi. Ketiganya, bisa dijadikan bahan untuk melakukan penanaman nilai karakter kepada anak. Misalnya, tanda bisa berupa ekspresi seorang ayah akan mempengaruhi cara seorang anak mengekspresikan dirinya.

Penyaluran kekuasaan yang dimiliki seorang ayahpun akan ikut menentukan cara seorang memainkan kekuasaan yang dimilikinya atas orang lain. Misalnya, cara suami memberlakukan istrinya dalam bentuk interaksi,  perlakuan, merupakan cermin dari praktik kuasa suami akan menjadi tontonan yang diserap oleh seorang anak.

Demikian juga dalam wujud legitimasi yang dimiliki seorang ayah bisa berbentuk larangan/batasan yang diciptakan oleh seorang ayah di dalam keluarga akan bisa menjadi penentu harmoni tidaknya iklim sosial yang terbangun.

Deklarasi hari ayah di Indonesia yang telah ditetapkan dan dirayakan setiap tgl 12 Nopember seharusnya dijadikan bahan perenungan mendalam tentang cara para ayah memainkan struktur yang telah dimilikinya. Bukan hanya dimaknai sebagai perhelatan menuju kemenangan atas pengakuan pentingnya sosok ayah. [T]

  • BACA artikel lain dari penulisLUH PUTU SENDRATARI
Sudut Pandang Pahlawan: Adakah Hal yang Tidak Biasa?
Begal Payudara: Ilusi Para Bandit ke Tubuh Perempuan — Tantangan Masyarakat Terdidik
“Batik Bisa Bicara Tentang Ekofeminisme” — Membidik Suara Alam Yogyakarta untuk Dunia Pendidikan
Tags: balicerita anakcerita rakyatdongengGenderhari ayah
Previous Post

Saat The Munchies, Grup Musik Asal Bali, Konser di Kapal Pesiar Norwegian Pearl

Next Post

Yang Tersisa dari Karya Agung Danu Kerthi di Danau Batur (4): Soliditas Hulu-Hulu

Luh Putu Sendratari

Luh Putu Sendratari

Prof. Dr. Luh Putu Sendratari, M.Hum., guru besar bidang kajian budaya Undiksha Singaraja

Next Post
Yang Tersisa dari Karya Agung Danu Kerthi di Danau Batur (4): Soliditas Hulu-Hulu

Yang Tersisa dari Karya Agung Danu Kerthi di Danau Batur (4): Soliditas Hulu-Hulu

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co