15 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Pande Made Sukerta dan Usaha Membumikan serta Mengembangkan Rebab di Buleleng

JaswantobyJaswanto
November 12, 2023
inKhas
Pande Made Sukerta dan Usaha Membumikan serta Mengembangkan Rebab di Buleleng

Prof. Pande saat memainkan rebab-nya di Sasana Budaya | Foto: Jaswan

PADA SIANG yang panas, Profesor Pande bangkit dari tempat duduknya setelah pewara mempersilakannya untuk menuju ke panggung  Sasana Budaya. Semua orang yang hadir di sana mengiringinya dengan tepuk tangan yang tak henti-henti. Profesor Pande melangkah dengan tenang menuju tempat yang telah ditentukan, di mana rebab, alat musik kebanggannya, diletakkan. Hari itu, Profesor Pande akan menunjukkan kebolehannya dalam memainkan rebab.

Di atas panggung besar itu ia tidak sendiri. Ada dua puluh lima pemain rebab dan sekitar sembilan penabuh gamelan, yang juga akan menunjukkan kebolehan, setelah Profesor Pande selesai memainkan alat musik yang tergolong sebagai instrumen “kordofon”—atau alat musik yang sumber bunyinya berasal dari dawai atau senar yang dimainkan dengan cara digesek seperti halnya biola—itu.

Suasana menjadi hening, setidaknya sebelum deru kendaraan di Jalan Veteran memecahkannya, saat profesor berambut putih itu mulai memutar sebuah kidung dari telepon genggamnya. Selanjutnya, dua puluh lima pemain rebab yang duduk di samping kanan dan kirinya menundukkan kepala, seperti hendak mengheningkan cipta, sesaat setelah Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S.Kar., M.Si.,—nama lengkap Profesor Pande—mulai menggesek senar rebabnya, mengiringi kidung yang diputar dari telepon pintarnya.

Suara rebab Prof. Pande sangat lembut, nyaris menyayat hati. Suara itu seperti ratapan kesedihan yang sulit digambarkan. Oleh sebab posisi pengeras suara yang tidak pas, yang menyebabkan suara rebab itu timbul-tenggelam, menjadikan suasana terasa semakin menenangkan—jika bukan menyedihkan.

Begitulah suasana penutupan “Workshop Pembelajaran Rebab Bali” yang diselenggarakan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng di Wantilan Sasana Budaya dari tanggal 9 sampai 11 November 2023. Pelatihan tersebut diikuti 25 peserta dari beberapa sanggar yang ada di Kabupaten Buleleng.

Prof. Pande saat memainkan rebab-nya di Sasana Budaya / Foto: Jaswan

“Pelatihan ini kami selenggarakan dengan tujuan mengenalkan, menyosialisasikan, dan mengembangkan rebab di Buleleng. Saya melihat, instrumen ini tidak terlalu populer di sini,” ujar Prof. Pande, kepada tatkala.co sebelum acara penutupan, Sabtu (11/11/2023) siang.

Menurut Prof. Pande, di kalangan seniman Bali, khususnya seni karawitan, rebab merupakan instrumen yang sedikit peminatnya. Hal tersebut menyebabkan Bali, khususnya Buleleng, tak banyak memiliki pemain rebab yang andal. Meskipun di beberapa daerah di Kabupaten Buleleng masih ditemukan pemain rebab, tetapi jumlahnya tak lebih banyak dari jari tangan manusia.

“Di Bali sebenarnya ada banyak pemain rebab, tapi saya melihat belum banyak yang menguasi teknik memainkannya,” kata Prof. Pande, sesaat setelah terbatuk.

Sebagai alat musik, menurutnya, rebab di Bali awalnya digunakan sebagai salah satu instrumen kesenian dramatari Gambuh. Namun, pada dekade 1920-an, alat musik tersebut digunakan juga dalam kesenian arja—semacam opera khas Bali—juga gamelan semar pegulingan. “Belakangan Gong Kebyar juga menggunakan rebab—karena ada bagian-bagian yang harus diisi oleh alat musik tersebut, seperti pengrangrang atau gending-gending yang pelan dan lirih,” terangnya.

Profesor kelahiran Tejakula, 31 Desember 1953 itu memang dikenal sebagai pemain rebab pilih tanding. Sebelum kuliah karawitan di ISI Surakarta pada 1979, lebih dulu ia belajar rebab di Konservatori Karawitan di Denpasar tahun 70-an. Baginya, rebab termasuk alat musik yang memiliki karakter sendiri. “Memainkan rebab harus menggunakan perasaan, harus lembut,” katanya.

Selain dikenal sebagai seniman rebab, Prof. Pande juga dikenal sebagai seniman pengamat kesenian, khsusunya Gong Kebyar. Pada 2016, ia menerbitkan sebuah buku berjudul Gong Kebyar yang Tidak Ngebyar. Dalam buku tersebut ia mempertanyakan Gong Kebyar yang mengalami fase ‘tidak ngebyar’ lagi, baik dari segi spirit, fisik, reportoar, garapan, dan estetika tabuhan. Menurutnya, hal tersebut disebabkan oleh akibat pengaruh timbal-balik gamelan Gong Kebyar dengan gamelan lainnya, seperti penggunaan repertoar, tungguhan, dan teknik tabuhan.

“Gong Kebyar itukan tabuhan bersama yang ngebyar, mengagetkan, keras, dan dinamis. Nah, sekarang, karena perkembangan kebutuhan estetik, reportoarnya sudah lain. Sekarang ada gending-gending lelambatan yang masuk. Sehingga kebyar-nya itu sudah berkurang, tidak seperti dulu. Waktu saya kecil, Gong Kebyar itu sangat mengagetkan,” jelasnya.

Di Solo, Jawa Tengah, tempatnya mengajar, ia disebut sebagai “seniman strings”, seniman yang jago memainkan alat musik bersenar seperti rebab dan penting—salah satu alat musik tradisional khas Kabupaten Karangasem, Bali.

Membumikan Rebab

Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, termasuk buku Rebab dalam Seni Pertunjukan Bali (2011), awalnya alat musik rebab berasal dari wilayah Timur Tengah, namun kemudian beralih ke Persia dan India, dan sampai ke kepulauan Nusantara. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa alat musik rebab adalah alat musik yang berasal dari luar, namun dalam perjalanan dan permainannya, alat musik tersebut memiliki warna yang berbeda dari negara asalnya.

Saat ini, dalam khazanah karawitan Bali, rebab dapat dijumpai pada beberapa barungan gamelan, seperti gamelan pegambuhan, palegongan, gong kebyar, gong suling, dan lainnya sebagai pemberi aksen “pemanis” dari melodi yang dimainkan pada bagian gending tertentu. Dalam hal tersebut, rebab memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu primer dan sekunder.

Disebut primer karena rebab menjadi instrumen penting dalam permainan melodi, seperti pada gamelan pegambuhan. Sedangkan sekunter karena pada Gong Kebyar atau dalam gamelan semar pegulingan, rebab hanya dijadikan sekadar pemanis saja—ada tidaknya rebab tidak terlalu berpengaruh.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, khususnya di Kabupaten Buleleng, alat musik rebab tidak terlalu diminati. Oleh karena kondisi itulah, bersama Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Prof. Dr. Pande Made Sukerta, S.Kar., M.Si., mengadakan “Workshop Pembelajaran Rebab Bali”  di Sasana Budaya, Buleleng.

Prof. Pande bersama para peserta “Workshop Pembelajaran Rebab Bali” di Sasana Budaya / Foto: Jaswan

Menurut Prof. Pande, setidaknya ada dua syarat dasar dalam belajar dan memainkan rebab, yakni pemain harus memiliki pendengaran yang baik dan menguasai teknik gosokan dan penutupan senar rebab. “Dalam pelatihan ini, selain kembali mengenalkan alat musik rebab, saya juga lebih menekankan pada teknik memainkannya. Sebab itu sangat penting. Karena kalau teknik sudah dikuasi, gending apa saja akan bisa,” ujarnya.

Di Buleleng, Prof. Pande sudah mengajarkan rebab sejak tahun 1992. Hal itu dilakukannya supaya rebab tidak punah—supaya rebab juga didudukkan setara dengan alat musik lain, katanya. Untuk saat ini, menurutnya, perkembangan pemain rebab di Bali secara kuantitas mengalami peningkatan. Hanya saja, sebagaimana telah disebutkan di atas, tak banyak pemain rebab yang menguasi teknik memainkannya.

“Makanya saya harap, peserta workshop ini memiliki teknik yang bagus, supaya dia bisa menularkannya pada orang lain. Bila perlu kita membentuk komunitas rebab di Buleleng,” ucapnya.

Apa yang dilakukan Prof. Pande tak lain sebenarnya bertujuan untuk membumikan rebab di Buleleng. Mengingat, secara kuantitas, Buleleng memang kalah jika dibandingkan dengan kabupaten lain di Bali. Namun, meski demikian, Buleleng masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Ia menyebut, pada tahun 1979 Buleleng pernah memiliki seorang pengrebab asal Desa Mayon, dan kini telah meninggal dunia. Hingga saat ini tidak ada lagi seniman yang tertarik untuk memainkan alat musik dengan cara digesek itu.

Maka dari itu, seperti yang dikatakan Prof. Pande, melalui Dinas Kebudayaan, pemerintah harus segera mengambil tindakan akan hal ini. “Yang lebih penting daripada pelatihan ini adalah tindak lanjutnya. Setelah ini mau ngapain dan mau dibawa ke mana para peserta ini?” ujarnya, tegas.[T]

Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Made Adnyana

Banda Sawitra, Gong Legendaris dari Desa Kedis: Ngebyar Sejak Tahun 1900
Sekaa Gong Belaluan Sadmerta, Gong Kebyar Pertama di Bali Selatan
Tags: bulelengkarawitankarawitan baliseni karawitan
Previous Post

Kutukan Empat Windu | Cerpen Putri Oktaviani

Next Post

Sastra Nitya Rupa: Usaha Mempopulerkan Kembali Sastra Jawa Kuna

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Sastra Nitya Rupa: Usaha Mempopulerkan Kembali Sastra Jawa Kuna

Sastra Nitya Rupa: Usaha Mempopulerkan Kembali Sastra Jawa Kuna

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

by Hartanto
May 14, 2025
0
‘Puisi Visual’ I Nyoman Diwarupa

BERANJAK dari karya dwi matra Diwarupa yang bertajuk “Metastomata 1& 2” ini, ia mengusung suatu bentuk abstrak. Menurutnya, secara empiris...

Read more

Menakar Kemelekan Informasi Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 14, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

“Di era teknologi digital, siapa pun manusia yang lebih awal memiliki informasi maka dia akan jadi Raja dan siapa yang ...

Read more

Pendidikan di Era Kolonial, Sebuah Catatan Perenungan

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 13, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

PENDIDIKAN adalah hak semua orang tanpa kecuali, termasuk di negeri kita. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak,  dijamin oleh konstitusi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati
Kuliner

45 Tahun Rasa itu Tak Mati-mati: Ini Kisah Siobak Seririt Penakluk Hati

SIANG itu, langit Seririt menumpahkan rintik hujan tanpa henti. Tiba-tiba, ibu saya melontarkan keinginan yang tak terbantahkan. ”Mang, rasanya enak...

by Komang Puja Savitri
May 14, 2025
Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila 
Khas

Pendekatan “Deep Learning” dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

PROJEK Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P-5) di SMA Negeri 2 Kuta Selatan (Toska)  telah memasuki fase akhir, bersamaan dengan berakhirnya...

by I Nyoman Tingkat
May 12, 2025
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co