PULUHAN orang mulai memadati areal balai banjar Desa Sumberklampok yang terletak di sebelah kiri sebuah pura yang memiliki sejarah panjang dan sangat sarat akan maknanya itu. Pura itu bernama Pura Perjuangan, dibangun masyarakat Sumberklampok—khususnya masyarakat Hindu dan Muslim—pada tahun 1991. Di area itulah, semenjak Pura Perjuangan dibangun, selalu diselenggarakan doa bersama antarumat beragama.
Doa bersama antara umat Hindu dan Muslim merupakan sebuah tradisi unik dan sangat menarik di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Tradisi ini berlangsung setiap satu tahun sekali, bertepatan dengan hari ulang tahun Desa Sumberklampok, yaitu pada tanggal 7 November.
Dan tahun ini, pada hari Selasa (7/11/2023) kemarin, telah dilangsungkan kembali tradisi doa bersama tersebut dengan mengundang Pj Bupati Buleleng, yang pada saat itu diwakili oleh staf ahli teknis, kemudian DPRD dapil Gerokgak, para tokoh ulama dari agama Islam, dan para pemangku atau pinandita sebagai tokoh agama Hindu.
Uniknya, doa bersama antara umat Hindu dan Muslim Sumberklampok itu dilakukan dalam satu tempat, yaitu di balai banjar desa. Ketika melangsungkan doa bersama, mereka melakukan proses persembahyangan sesuai dengan agamanya masing-masing.
Umat Hindu melakukan persembahyangan di areal pura sebelah kanan balai banjar, sedangkan umat Muslim melakukan doa bersama di sebelah kiri balai banjar, sesuai dengan keyakinan mereka.
Umat Hindu Sumberklampok saat melakukan doa bersama / Foto: Kadek Sri
Sebelum acara doa bersama diselenggarakan, umat Muslim dan Hindu Sumberklampok terlihat sangat antusias, mereka saling membantu dalam mempersiapkan tempat persembahyangan yang akan digunakan. Mulai dari bersih-bersih di area balai banjar, pemasangan wastra putih-kuning pada pelinggih pura, hingga pembuatan dan pendirian terop tenda untuk umat Muslim supaya nyaman saat melangsungkan doa bersama.
Sungguh, hal ini merupakan sebuah momen yang sangat unik dan menarik. Di tengah isu perselisihan umat beragama di Indonesia, umat Hindu dan Muslim Sumberklampok membuktikan bahwa antarumat beragama dapat melakukan kewajiban, menyembah dan memuja Tuhan yang Maha Esa secara berdampingan.
Bahkan, di tempat yang sama, mereka tidak merasa terusik satu sama lain; proses yang berbeda tidak menjadi masalah karena tujuan mereka sama, yaitu untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Desa Sumberklampok.
“Pada tahun 1990, Desa Sumberklampok hampir dihapus atau dikosongkan oleh gubernur dalam kurun waktu 3 bulan, sehingga seluruh masyarakat desa berkumpul dan melakukan doa bersama di tempat yang sekarang menjadi Pura Perjuangan ini. Orang tua kami dulu memohon kepada Tuhan yang Maha Esa, agar perkara pengosongan desa dapat dibatalkan,” ujar Kelian Adat Desa Sumberklampok, I Putu Artana.
Umat Muslim Sumberklampok saat melakukan doa bersama / Foto: Kadek Sri
Dahulu, masyarakat Desa Sumberklampok, baik agama Hindu maupun Muslim, dengan semangat terus memperjuangkan daerahnya. Hingga pada tahun 2000 perjuangan mereka tidak sia-sia, membuahkan hasil sesuai dengan harapan, Desa Sumberklampok akhirnya menjadi desa definitif.
Penataan desa dilakukan pada tahun 2000 hingga tahun 2010. Kemudian, doa bersama yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya tetap dilaksanakan dengan tujuan untuk menjaga kesatuan masyarakat desa yang kira-kira 60%-nya merupakan masyarakat Hindu dan 40% masyarakat Muslim.
Sebagai Bentuk Pengingat
Dalam prosesi doa bersama yang dilakukan di Pura Perjuangan, masyarakat dari kedua agama tersebut dipimpin oleh pemimpin agama masing-masing. Ustaz untuk Muslim dan pemangku adat desa untuk yang Hindu.
Iring-iringan gamelan tradisional khas Bali dan gendang khas umat Muslim saling bersahutan sesaat sebelum upacara doa bersama dilakukan. Hingga pada saat acara utama, doa bersama sedang berlangsung, masyarakat mengikutinya dengan penuh khidmat.
Menurut I Wayan Sawitra Yasa, Perbekel Desa Sumberklampok, pelaksanaan doa bersama ini diharapkan dapat memberikan edukasi dan pemahaman masyarakat, khususnya generasi muda, bahwa perjuangan tokoh terdahulu dalam memperjuangkan keberadaan desa hingga sampai seperti saat ini sangatlah panjang dan tidak dapat dianggap remeh.
“Keberanian yang sangat luar biasa itu hendaknya dapat menjadi cerminan untuk para anak muda agar bisa menjadi generasi yang berani menyuarakan pendapat demi kepentingan bersama,” ujarnya.
Pada dasarnya, keberanian dalam menyuarakan pendapat sangat penting untuk dilakukan, terlebih lagi, jika hal tersebut menyangkut kepentingan masyarakat luas. Keberanian dan semangat perjuangan yang dimiliki oleh masyarakat Desa Sumberklampok terdahulu sangat bagus untuk dijadikan contoh bagi seluruh masyarakat Indonesia—walaupun berbeda agama, suku maupun ras, tetapi tidak menyurutkan semangat kebersamaan.
Suasana kebersamaan antarumat beragama di acara doa bersama Desa Sumberklampok / Foto: Kadek Sri
Tak hanya kepala desa, salah seorang tokoh Muslim yang sekaligus menjabat sebagai sekretaris BPD Sumberklampok, Rahabit, juga mengharapkan hal yang sama.
Katanya, sebagai penerus tradisi doa bersama yang telah ada sejak zaman dahulu, ia berharap momen-momen kebersamaan seperti ini tetap dilaksanakan sampai kapan pun. Artinya tidak hanya berhenti sampai saat ini, akan tetapi dapat terus berlanjut hingga ke generasi yang akan datang.
“Karena doa bersama ini memiliki makna yang sangat dalam terhadap perjuangan pendahulu desa kami” ujar Rahabit.
Selain untuk memperingati dan mengenang perjuangan masyarakat desa terdahulu dalam memperjuangkan tanah, doa bersama tetap dilakukan tiap satu tahun sekali dengan tujuan memupuk toleransi antarumat beragama di Desa Sumberklampok dan sebagai wujud rasa syukur masyarakat terhadap Tuhan yang Maha Esa.
Perjuangan yang telah dilakukan orang-orang terdahulu menemui banyak rintangan, lika-liku, dan permasalahan yang dihadapi, sehingga melalui doa bersama tersebut diharapkan dapat mengingatkan masyarakat akan pentingnya rasa saling menghargai dan menghormati untuk mencapai tujuan bersama.[T]
Reporter: Kadek Sri Widiastuti
Penulis: Kadek Sri Widiastuti
Editor: Jaswanto