KERUH
Keruh deras air menukik dari hulu yang hancur dan bukit panjang yang tergusur
Hiruk pikuk dedaun menggema udara penuh ratap
Bisik angin bertamu membelai gelisah
Arus duka datang bersama ringkihan anak rusa
Menyapu deret tiang kayu beranda rumah
Seperti tersapu bebatuan buta dari kawah yang remuk
Susuri setapak pilu. Orang-orang lari tunggang-langgang
Bersama air mata hujan pipi yang keluh
Padi terhempas menangis sendu
Lalu lalang do’a bertebaran pada langit desa
Ruang-ruang putus asa memenuhi rumah nurani
Memungut jejak demi jejak ingatan dalam genangan keruh yang luka
Gelap dingin dalam tubuh yang basah. Kian payah
Kini, tinggal keluh sia-sia
Menunggu esok hari
Harap-harap cemas
Dengan sisa nafas yang tenggelam semalam
GEMURUH
Gemuruh menggulung buih risau ombak
Sungkan jenuh gelombang menghatam tubuh paus yang karam
Memar samudra yang disandera
Menemani gelombang bimbang kemelu lautan
Lebam hancur terumbu mati
Binasa karang-karang rumah cinta dalam lautan hidup ikan-ikan jadi risau menangis
Bom memenuhi dinding karang
Bom memerah hitam biru laut
Di sudut sana-sini
Depan dermaga
Di atas kapal
Gemuruh bersama mata telinga yang bungkam
GELISAH
Mendung di tengah lautan
Sepasang lumba-lumba berusaha mendatangi
Entah berapa lama mereka mengarungi
Tiba depan moncong kapal
Mengayun-ayun ekor di laut dangkal
Dekat jaring pesisir
Menabrak kantong-kantong kresek
Memaki yang tak bisa terdengar
Sesaat kembali dalam bilik karang
Berdongeng pada teripang soal permukaan
Tentang ubur-ubur dalam botol atau kura-kura dengan popok
Lumba-lumba melalang buana
berenang menuju singgasana Baruna
sesekali muncul saat kilat langit
Mencuri padang mata dengan wajah gelisah
ALIENASI
Dari timur kelam terombang jauh ke selatan pikuk
Diusir selatan sampai di utara hening
Mencari jauh kelana mendongak setiap suara congkak
Tanpa suara. Hanya teriakan sengsara menimbang berat isi kepala
Lesu di atas tanah kering lusuh
Sudahlah. Sudahi
Masuk pintu alienasi
Jalan bebas dalam gurun keasingan
Tak perlu tengok balik
Laju melesat seperti peluru dalam bidik melawan segala kekang
PROPAGANDA
Demi darah dari siang dan malam
Di atas panggung serapah
Yang diusap pelan
Tanpa henti diseret ke tepi ruang dendam
Memanggil kembali asa dalam setiap pergolakan
Pulang rangkul seluruh kata-kata dari alam baka
Tendang angkara murka di depan mata
Untuk setiap kepalan tangan yang masih bertahan
dari sisa-sisa api yang tak sempat membara bakar
Ambil kembali repihan peluru yang tumpah ruah
Kumpulkan untuk pelatuk dalam dada
Kepalkan lagi di sudut-sudut lorong gelap
Umpat sang raja pembual
Mereka memang bengal
Percikan muak atas dinasti tamak
Hujani duri di atas karpet merah yang diam-diam membentang
Gugat tanpa terkecuali
Dewa-dewi fana dari istanah dusta
Sesaat esok tiba. Suara yang abadi tertanda di atas tanah
Dalam palung penjuru ingatan
Sebab aku adalah propaganda
2019 – 2023
[][][]