Prof. I Wayan Dibia, SST, MA., atau lebih dikenal dengan panggilan Prof Dibia, menggarap buku lagi. Bukunya kali ini adalah tentang kisah perjalanan berkesenian I Ketut Maria (Mario).
Judul bukunya, “I Ketut Maria Pahlawan Seni Kebyar Bali”.
Namun, Prof Dibia merasa data-data yang diperoleh untuk menyusun buku itu belumlah sempurna, sehingga ia mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Kantor MDA Tabanan, Kamis 5 Oktober 2023.
“Saya masih membutuhkan data tambahan untuk melengkapi isi buku ini,” kata Prof Dibia dalam FGD itu.
FGD itu sendiri digelar Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Tabanan dengan menghadirkan tokoh-tokoh seni di Tabanan. Selain itu juga hadir keluarga dan warga desa, di mana Mario sempat bergaul dan berkesenian.
FGD dimoderatori oleh Kadek Wahyudita.
“Saya sangat berbahagia sekali bisa ada dalam kegiatan FGD ini untuk mengkaji perjuangan Mario dalam bidang seni kebyar,” kata Prof Dibia yang Guru Besar Purnabakti ISI Denpasar ini.
Prof. Dibia mengatakan, Mario merupakan seorang maestro dan sangat tepat disebut pahlawan kerena perjuangannya dalam seni kebyar. Tanpa Mario, gong kebyar tidak akan sepopuler seperti sekarang ini.
Seni kebyar adalah sebuah produk budaya modern. Pada tahun 1915, awal gong kebyar tak seperti sekarang. Hanya saja sudah berbentuk konsep, namun gamelan itu sudah biasa dipakai untuk memainkan gending atau mengiringi tari.
“Mario memiliki pengalaman hidup selama 71 tahun, tetapi kisahnya agak berliku, sehingga menarik untuk ditulis,” papar pelaku dan pemerhati seni Bali ini.
Prof Dibia menceritakan kisah orang tua Mario yang berasal dari Banjar Angkan Klungkung. Ketika musim paceklik, keluarga ini kemudian pindah ke daerah Denpasar. Di ibukota Provinsi Bali ini Mario sudah mengenal Tari Gandrung. Namun karena merasa beban hidup semakin besar serta siuasi politik (penjajahan), Mario kemudian merantau sampai ke daerah Tabanan.
Awalnya, ayah Mario membantu pedagang Cina di Desa Tunjuk, lalu menjadi parekan (abdi) di Puri Tabanan.
Di puri, Mario kemudian mengenal seni kebyar hingga mencipta tari-tari kekebyaran.
Mario hidup yang seorang buta huruf, namun memiliki kecerdasan dan banyak akal. Ia tak pernah ragu dan selalu percaya diri, sehingga pekerjaan sebagai seorang pengantar surat dapat dijalani dengan baik. Tari kebyar Terompong, Kebyar Duduk dan Tari Oleg Tamulilingan merupakan tiga tarian hasil ciptaannya yang sangat monumental. Mario juga sering didupuk menjadi duta seni ke berbagai negara di dunia.
“Sekali lagi, saya membutuhkan masukan dari peserta FGD untuk melengkapi isi buku ini. Buku ini rencananya akan diluncurkan pada peringatan Ulang Tahun Kota Tabanan, November 2023 ini,” kata Prof Dibia.
Kepala Disbud, Tabanan I Made Yudiana mengatakan, FGD ini sangat penting mengingat karya-karya Ketut Mario sangat terkenal dari dulu hingga digandrungi anak-anak muda saat ini.
Sebut saja, Tari Terompong dan Oleg Tamulilingan yang banyak ditarikan anak-anak muda dalam sebuah acara atau event. Ide kreatif Mario perlu dilestarikan dan turunkan kepada para generasi muda di Tabanan untuk menumbuhkan rasa memiliki dan bangga di tanah kelahiran.
“FGD ini selaras dengan visi pembangunan Kabupaten Tabanan 2021-2026, yakni Nangun Sat Kertih Loka Bali melalui pola pembangunan semesta berencana Kabupaten Tabanan menuju Tabanan Era Baru yang Aman, Unggul, Madani (AUM),” katanya.
Nengah Medera memberi masukan, dalam buku ini nantinya penting disampaikan kecerdasan dan banyak akal Mario.
Bermodal cerdas dan banyak akal itu membuat Mario selalu percaya diri. Meski sesungguhnya Mario tak bisa membaca dan menulis, namun kecerdasan dan akal yang dimiliki membuatnya selalu lolos dari masalah.
Lalu, perwakilan dari Ida Cokorda Anglurah Tabanan mengusulkan perlu diceritakan lebih jelas “lelintihan” keluarga Mario dari orang tua hingga anak-anaknya. Penting juga melengkapi dengan dengan kisahnya saat tinggal di puri, melatih di masyarakat, serta kegiatannya sehari-hari di masyarakat.
I Gusti Putu Bawa Samar Gantang menegaskan, Mario itu seorang yang eksentrik, romantis, dan imitasi. Saat kecil dulu, ketika berada di sawah ia pernah didatangi orang yang bertopi keboi, baju jas, memakai dasi, tetapi memakai celana pendek. Ternyata orang itu adalah Mario.
Mario sebagai seorang romantis, ia sempat berburu memakai senapan berisi keker, namun bukan membidik burung, namun keker itu membidik orang mandi. Paling unik, ketika Mario ngomong itu dilakukan dengan gerak menari. “Menarik, biasanya penari yang dibayar, tetapi Mario yang menari justri membayar penonton. Itulah sifat eksentrik Mario,” kata Samar Gantang yang sastrawan ini.
Sementara Prof,Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. mempertanyakan karya-karya Mario, apakah itu sebagian besar dari permintaan orang lain, bukan lahir dari dirinya sendiri. Hal ini, penting diungkap, sehingga masyarakat mengetahui bagaiman sesungguhnya Mario itu menciptakan seni tari yang kini sangat sepanjang jaman.
Sedangkan Perbekel Delod Peken memberikan masukan kepada penulis untuk lebih menjelaskan keterkaitan Mario terhadap Sekaa Gong Banjar Pangkung. [T][Ado/*]