9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Batas Nalar : Catatan Sehabis Menonton “Our Sea is Always Hungry” – Leyla Stevens

HamzahbyHamzah
August 28, 2023
inEsai
Batas Nalar : Catatan Sehabis Menonton “Our Sea is Always Hungry” – Leyla Stevens

Foto: CushCush Gallery (2023)

DIBESARKAN pada tradisi literasi yang sama ketatnya dengan didikan agama, telah sejak lama aku mengenyam kontradiksi. Batasku sebagai anak dan manusia yang ingin tahu makna keberadaannya di dunia, menjadikanku kenyang didera oleh nilai-nilai yang berbeda. Tidak lain, karena apa yang kutemukan di buku berbeda dengan lidah dan tangan orang tuaku, terutama Bapak. Aneh, padahal pustaka-pustaka itu siapa lagi yang sediakan selain Bapak. Salah satu nilai yang coba diwariskan Bapak namun sarat kontradiksi adalah moral dan ideologi yang bekerja di dalamnya.

Dalam pembelaan Bapak, 1965 adalah dosa daripada manusia komunis durjana. Retorika ini diulang oleh orang-orang di sekitarku saat itu, yang kebetulan sering menggenggam kitab suci.[1] Sekarang aku tahu, mengapa Bapak bisa bilang begitu. Terlepas dari Bapak yang menghabiskan dewasa mudanya dengan berjualan buku, Bapak rupanya turut menelan ketakutan yang lahir dari belajar beragama dengan tekun. Begitulah aku diwariskan olehnya kontradiksi.

Foto: CushCush Gallery (2023)

“Perjuangan manusia melawan kuasa adalah perjuangan ingatan melawan lupa,” sabda Milan Kundera dalam Kitab Lupa dan Gelak Tawa[2] ini mengingatkan kita bahwa sejarah yang ditulis oleh orang berdaya adalah sejarah yang berusaha menghapus ingatan-ingatan genap tentang kejadian. Agar kuasa dapat langgeng, kisah harus ditemurunkan secara harfiah melalui tahta.[3] Hanya satu kisah, dan tidak lain.

Maka, sepanjang usia dewasa muda, aku dihadapkan pada usaha membatalkan ingatan (unlearn) atas apa yang Bapak wariskan. Banyak respon dan tulisan telah digarap dan telah aku baca soal 1965. Our Sea is Always Hungry (Leyla Stevens, 2018) yang ditampilkan di Cush Cush Gallery, Agustus 2023, bukanlah pengecualian. Namun, aku tergugah untuk merenungkan kembali makna batas ketika dalam esai ini aku berniat membahasnya.

Leyla Stevens melalui karya audio-visualnya menampilkan berbagai b-roll footage dengan stilasi pasca produksi. Dibarengi dengan narasi dialog yang menyayat hati serta puitis, Our Sea is Always Hungry secara harfiah menggambarkan tarik menarik antar batas. Dibuka dengan gambar dan kisah soal garis laut yang memisahkan dua karang geologis, yang kemudian disebut oleh ilmuwan kolonial sebagai Garis Wallace, memberi batas soal apa yang tumbuh dan berkembang di antara dua karang tersebut. Karya ini dibuka dengan kisah yang tidak memusatkan manusia, kemudian ditarik pada kisah manusia serta traumanya yang turun temurun.[4]

Suara perempuan dalam narasi ingin menggugat bahwa kekerasan yang terjadi di tanah atas dua garis itu adalah lebih purba wujudnya. Ia menggugat kolonialisme sembari mengingatkan bahwa huru-hara ini bermula dari tujuh mayat di lubang, yang kemudian ditarik batas bahasannya oleh suara laki-laki bahwa ini semua bermula di 1963. Kemudian dialog itu mempertanyakan kembali batas-batas antara adab dan biadab, dengan kisah horor tentang bagaimana ‘para jagal’ selalu memutuskan mabuk tuak setelah menghabisi tersangka—seolah merayakan matinya orang-orang dengan parang dan tangannya sendiri. Salah satu—lalu mengenali dirinya sebagai seorang petani—berhasil lolos dari penjagalan, lalu memutuskan untuk menarik diri dari peradaban karenanya.

Foto: CushCush Gallery (2023)

Hari-hari si petani kemudian dibayangi oleh Wong Samar, sembari menyandang rasa bersalah karena sintas. Wong Samar sebagai wujud rasa bersalah ini kadang gaib kadang zahir, sementara si petani juga memutuskan untuk timbul tenggelam dalam tlatah peradaban. Ingatannya kemudian menjadi sesuatu yang tak atau kasat karenanya.

Agenda yang dibawa oleh Leyla Stevens dalam karya ini adalah gamblang lapisannya. Ingatan—atau bolehlah kita sebut sejarah—alternatif yang mengangkat tragedi sebagai bencana ke-manusia-an menghablur karena ditampilkan sebagai sebuah karya seni dalam sebuah perbincangan yang tabu dan luar biasa terhegemoni. Karya ini memetakan batas-batas akan banyak hal. Lebih penting lagi, karya ini kemudian menjelma material afektif—sederhananya, menjelma monumen di mana orang-orang dapat mencantolkan seluruh empati dan emosi karena wacananya.

Perbatasan, kata ilmuwan-ilmuwan mestiza[5], adalah ruang kemenjadian. Interioritas (kesadaran sebagai subyek) ‘aku’ bersinggungan dengan interioritas ‘kamu’. Persinggungan antara interioritas ini menjelma eksterioritas (kesadaran sebagai subyek-di-dunia, atau dasein dalam penalaran Martin Heidegger[6]) yang melahirkan swabudaya (self-culture)[7]. Eksterioritas ini terjadi pada keruangan fisik atau sosio-spasial yang performatif/berwujud laku, menjelma monumen atau laku—atau material afektif. Dalam karya ini, Our Sea is Always Hungry kemudian menjadi cantolan akan keruangan performatifnya dalam pameran seni.

Perlu dipahami bahwa batas adalah hasil nalar modern, yang melihat kedua kutub sebagai ekstrem yang saling bertumbukan. Modernisme yang sama, telah melahirkan kekerasan oleh negara dan akhir dari kolonialisme era lama. Maka, obat penawar berupa setelah/pasca-modernisme ini berangsur menawarkan cara pandang dunia dalam spektrum, sebagaimana layaknya bentuk bola bumi dan semesta-semesta ini.

Dalam kaitannya dengan ingatan, cara pandang baru mengenai batas ini menawarkan cara menggugat dengan melihat ingatan atau sejarah sebagai akibat yang terlampau personal. Secara visual, ia pun menghablur batas antara kekerasan dan dampaknya pada stilasi dwirona (duotone) di akhir footage. Trauma kemudian membicarakan segalanya, hingga pada dampak penalarannya yang dapat ditafsir magis atau psikosis di akhir kisah.

Samar-samar, aku adalah orang yang mungkin paling tidak mengenal ‘batas’. Bukan saja karena aku ‘kurang ajar’ dalam mata orang-orang tua—ibu menjulukiku sebagai Bima karenanya—namun juga karena aku tidak pernah tuntas mengenali ‘batas’. Aku ‘tinggal’ di delapan kota dalam 27 tahun hidup, sehingga tidak pernah benar-benar menyerap identitas sebagai orang Jakarta, atau Makassar, atau Ngawi, atau Jogja.

Kemudian, aku menawarkan diriku untuk melihatku sebagai warga seluruh alam dan dengan berani melampaui batas. Aku menalar kembali ingatan-ingatan yang kuperoleh dan kubatalkan. Melalui laparnya laut yang baka[8], Leyla Stevens menawarkan cermin kepadaku: untuk menyerahkan diriku pada spektrum dan terus hidup karena setiap kepala adalah monumen. Luka dan ketidak ajegan yang hablur adalah pondasinya. Barangkali.


[1] Kaitan antara fundamentalisme agama dan ketakutannya akan komunisme ini rupanya fenomena yang global belaka. Jika ingin tahu lebih lanjut, kamu bisa baca Bennett, Jeffrey S. “The Blue Army and the Red Scare: Politics, Religion, and Cold War Paranoia.” Politics, Religion & Ideology 16.2-3 (2015): 263-281.

[2] Kundera, Milan.1979. Kniha smíchu a zapomnění atau The Book of Laughter and Forgetting.

[3] Ini salah satu taktik Machiavellian yang tertuang dalam Il Principe (1532)

[4] Catatan kaki bagian ini sebaiknya dibaca setelah seluruh esai. Pada bagian ini, aku jadi bertanya: apakah anthropocentrism (keberpusatan manusia) juga menyangkut persoalan ingatan? Apakah ingatan dan kesejarahan adalah tabiat yang khusus manusiawi atau melampauinya? Bagaimana dengan ingatan yang tercerabut karena benturan dan politik ingatan, sehingga kemudian harus meletakkan ingatan tersebut melalui titimangsa di luar manusia—seperti dalam karya ini, laut dan pohon, misalnya?

[5] Anzaldúa, Gloria (1987), Borderlands/La Frontera: The New Mestiza. San Francisco: Spinsters/Aunt Lute. Atau kamu bisa baca salah satu tinjauannya—beserta perbincangan batas (border talk) di sini https://www.eurozine.com/border-talk-hybridity-and-performativity/

[6] Jika kamu punya waktu terlampau luang, kamu bisa membaca Sein und Zeit/Being and Time (1927) oleh Martin Heidegger. Jika punya sedikit banyak waktu luang, kamu bisa membaca Heidegger dan Mistik Keseharian (2016) oleh F. Budi Hardiman atau Heidegger: A Graphic Guide oleh Jeff Collins dan Howard Selina.

[7] Channing, William Ellery. Self-culture: An address introductory to the Franklin lectures, delivered at Boston, September, 1838. Vol. 9. No. 6. Dutton and Wentworth, printers, 1838.

[8] Our Sea is Always Hungry (Leyla Stevens, 2018) adalah karya single-channel video, stereo sound, berdurasi 13 menit 16 detik yang mengeksplorasi bahasa visual dokumenter dan fiksi. Penyelidikan soal 1965 yang membekas dan diklaim terlupakan di Bali menjadi tajuk karya berikut. Karya ini dipamerkan dalam Sang Gunung Menyerahkan Jejaknya ke Laut (CushCush Gallery, 2023). Catatan kaki ini diletakkan di akhir agar pembaca tidak ‘tercemari’ oleh ketokohan (author-ity) Leyla Stevens sebagai seniman, atau esai ini sebagai salah satu respon.

Tags: CushCush Galleryfilm pendekvideo
Previous Post

Menelisik Ajaran Tentang Ujaran Dalam Sastra Klasik

Next Post

Bergunjing Kini Dianggap ‘Healing’

Hamzah

Hamzah

Lebih suka menyebut dirinya berlapis jamak seperti larik Walt Whitman. Laki-laki cis ini hidup nomaden sepanjang ingatannya. Kini semayam di Gianyar, Bali sebagai buruh nonprofit. Dapat dikunjungi di https://hamzah.id

Next Post
Bergunjing Kini Dianggap ‘Healing’

Bergunjing Kini Dianggap ‘Healing’

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co