BELUM juga alarm gawai berbunyi, saya sudah berada di teras rumah sambil menikmati segelas kopi hangat. Berbeda dengan hari-hari lainnya, hari ini menjadi sangat spesial—mungkin saja untuk semua penghuni rumah yang saya sudah huni setahun ke belakang. Apanya yang spesial? Hari ini organisasi yang saya ikuti sejak tahun 2016 ini diterima oleh Presiden RI, Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta. Sangat spesial bukan?
Bahkan “kehebohannya” sudah terjadi sehari sebelumnya. Kami menyiapkan pakaian terbaik yang dimiliki, mulai dari batik, celana hitam panjang, hingga jas—salah satu identitas organisasi. Dan mengingat rumah ini dihuni oleh sebelas orang, waktu mandi pun diatur sedemikian rupa agar tidak terlambat sampai di Istana Merdeka. Tapi kira-kira apa saja yang bakal kami sampaikan di hadapan Pak Jokowi?
IKN Nusantara Tidak Bisa Berdiri Sendiri
Karena saya tidak menggunakan jam tangan, maka saya hanya bisa berasumsi kalau kami diterima oleh Presiden RI tepat pukul: 14.00 WIB. Penyampaian dimulai dari pembahasan Ibu Kota Negara (IKN) “Nusantara” yang secara hukum telah diatur dalam UU No. 3 tahun 2022 tentang IKN. Pada akhirnya rakyat Indonesia sudah bisa membayangkan bahwa IKN akan berpindah dari DKI Jakarta menuju Kalimantan Timur—tentu dengan segala konsekuensi yang mengikutinya.
Cita-cita di balik pindahnya IKN adalah terwujudnya pemerataan pembangunan antara di wilayah Barat dan wilayah Timur Indonesia. Selain itu, penumpukan segala aspek di Pulau Jawa menyebabkan gula-gula pembangunan hanya berpusat di pulau yang saat ini menampung lebih dari 50 persen populasi Indonesia. Tidak hanya itu, bahkan Jokowi sendiri menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia, 58 persennya berpusat di Pulau Jawa. Tentu apabila dibiarkan begini saja, cita-cita terwujudnya pemerataan pembangunan di Indonesia akan jauh panggang dari api.
Selain itu, ada beberapa pertimbangan lagi yang dibahas. Polusi udara jadi masalah yang belakangan ini menyelimuti Jakarta. Kualitas udara per tanggal 8 Agustus 2023 mencapai angka 103 AQI US yang artinya kualitas udara tidak sehat bagi kelompok sensitif. Bahkan pada hari Jumat nanti, kualitas udara mencapai angka 164 AQI US yang bisa dikatakan sudah tidak sehat lagi. Permasalahan ini jadi salah satu faktor pemindahan IKN. Pertimbangan soal bencana alam juga jadi pertimbangan dalam upaya pemindahan IKN ke Kalimantan Timur—harapannya IKN “Nusantara” aman dari segala ancaman bencana alam, meski belakangan tersebar video adanya banjir di lokasi IKN akan dibangun.
Terlepas dari pro dan kontra, IKN akan lebih kokoh apabila daerah-daerah penyangga juga dibangun infrastruktur pendukung, sekaligus mendukung terwujudnya pembangunan berbasis Indonesia Sentris. Salah satu terobosan yang bisa dilakukan adalah dibangunnya “Terusan Khatulistiwa”. Apabila usulan ini direalisasikan, maka diperkirakan jarak pelayaran akan dapat diperpendek dan meningkatkan efisiensi hingga 40-50 persen. Hal ini dikarenakan atas kondisi objektif bahwa Sulawesi Tengah melalui “Terusan Khatulistiwa”nya dapat berperan sebagai jembatan penghubung antara Indonesia Timur dengan IKN “Nusantara”.
Pendidikan Berbasis Agama Jadi Persoalan Serius
Saya sempat mendapat kabar bahwa di salah satu kabupaten di Bali sedang kekurangan guru Agama Hindu. Kabar ini memang agak aneh, apalagi mengingat Bali adalah daerah yang mayoritas penduduknya memeluk agama Hindu. Tapi justru di sini terjadi persoalan tersebut. Meski aneh, tapi inilah fakta yang terjadi. Selain itu, sistem pendidikan Agama Hindu juga sedang menghadapi permasalahan yang harus segera ditemukan solusinya. Tapi hal ini tentu tidak mudah—meski tak mudah, apa salahnya untuk diusahakan bukan? Hehe.
Topik ini menjadi salah satu penyampaian kami kepada Presiden. Persoalan status Pasraman masih menjadi momok yang belum juga menemukan jalan keluarnya. Sebelumnya kami pun sempat bertemu dengan Prof. Duija selaku Dirjen Bimas Hindu RI, pihaknya kini tengah menyusun draf Peraturan Menteri Agama (PMA) yang akan mengatur Pendidikan Agama Hindu. Harapannya melalui regulasi ini, persoalan seperti kurikulum, tenaga pendidik, sarana dan prasarana, serta status Pasraman dapat menemukan solusinya.
Meski singkat, Pak Jokowi pun menyampaikan bahwa persoalan semacam ini tidak hanya dirasakan oleh Hindu saja. Agama Islam pun masih merasakan permasalahan yang serupa, bagaimana fasilitas pendidikan berbasis Agama Islam di beberapa titik masih belum berada di standar yang telah diatur dalam peraturan-peraturan di bawah Kementerian Agama.
Hal-hal ini yang kami sampaikan kepada Presiden dan harapannya mendapat dorongan juga dari orang nomor satu di Indonesia ini. Apabila niat baik ini terealisasi dengan cepat melalui peraturan ini, maka kita akan melihat generasi-generasi muda Hindu yang menempuh pendidikan di Pasraman bisa melanjutkan studinya ke kampus-kampus idaman mereka. Bukankah hal tersebut dapat meningkatkan nilai Pasraman di mata umat? Saya pikir pasti jawabannya “iya”.
Presiden Akan Hadir di Palu Akhir Agustus Mendatang
“Kapan acaranya itu, tanggal 30 Agustus ya? Kalau tidak ada agenda ke luar negeri, saya pasti hadir.”
Kalimat di atas tentu bukan saya yang melontarkannya, kalimat itu disampaikan langsung oleh Presiden RI Joko Widodo di hadapan kami. Sontak kami menatap satu sama lain, seolah tak percaya—tanpa berpikir panjang Pak Jokowi langsung menyambut baik undangan yang kami sampaikan. Setelah terakhir membuka Mahasabha XI KMHDI di Yogyakarta pada tahun 2018 lalu, Pak Jokowi akan kembali membuka acara serupa pada 30 Agustus mendatang di Palu, Sulawesi Tengah. Sebuah kabar yang harus disiarkan ke seluruh umat Hindu di Indonesia.
Tentu masih banyak hal yang harus dilakukan. Hadirnya Presiden RI dalam acara KMHDI bukanlah tujuan utama, hal yang paling penting adalah tetap bergerak dan memberi dampak baik bagi sekitar. Bukankah mahasiswa Hindu yang berhimpun di dalam KMHDI telah berjanji untuk tetap setia menjalankan dharma agama dan dharma negara?
Sampai jumpa di Palu, Sulawesi Tengah! [T]
- Baca esai-esai politikTEDDY CHRISPRIMANATA PUTRAlainnyaDI SINI