“Infidelity is like a cancer that eats away at the very core of a relationship. It may provide temporary pleasure, but the long-term consequences are devastating.”
-Dave Willis
“Perselingkuhan seperti kanker yang merusak inti hubungan. Mungkin memberikan kenikmatan sementara, tetapi konsekuensi jangka panjangnya menghancurkan.”
– Dave Willis
DALAM era media sosial dan perang informasi seperti sekarang, persaingan untuk mendapatkan popularitas dan perhatian publik semakin ketat. Beberapa media berita dan selebriti menggunakan strategi yang kadang-kadang kontroversial untuk mendongkrak popularitas mereka. Perselingkuhan menjadi salah satu topik yang sering menjadi perhatian dan menarik minat banyak orang di Indonesia.
Berita perselingkuhan sering kali menjadi sorotan utama di media massa dan media sosial. Para selebriti, tokoh publik, atau individu terkenal seringkali menjadi target pemberitaan ketika terlibat dalam skandal perselingkuhan. Fenomena ini tampaknya muncul dari kesadaran media dan editor bahwa cerita kontroversial tentang kehidupan pribadi atau hubungan orang-orang terkenal menarik perhatian pembaca dan penonton. Ketika berita tentang perselingkuhan diungkapkan, reaksi publik sangat bervariasi, tetapi seringkali menimbulkan keingintahuan yang tinggi dan perdebatan yang hangat.
Selingkuh dan main belakang adalah dua istilah yang sering muncul bergantian di Indonesia, terutama ketika membahas tentang hubungan antara dua orang. Kedua kata ini mengandung makna yang terkait dengan aspek-aspek yang intim dalam kehidupan manusia, namun konotasinya berbeda.
Kata selingkuh dalam kbbi.kemdikbud.go.id bermakna menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak berterus terang; tidak jujur; serong. Pengertian yang diambil dari KBBI ini tidak eksplisit mengatakan selingkuh ada di wilayah hubungan antarmanusia. Dapat dikatakan bahwa selingkuh tidak selalu bermakna melakukan hubungan intim dengan orang selain pasangan atau kekasih yang sah. Hanya saja, selingkuh dalam pengertian inilah yang paling banyak digunakan masyarakat.
Dalam Korpus Indonesia (Koin) (korpusindonesia.kemdikbud.go.id) yang terdiri dari sebanyak 24.736.534 token, kata selingkuh muncul sebanyak 50 kali.Dari 50 kata tersebut, Istilah ini dikaitkan dengan pengkhianatan dalam hubungan, dan dampaknya dapat sangat merusak kepercayaan dan kestabilan hubungan. Meskipun membawa konotasi negatif, popularitas kata selingkuh dalam bahasa Indonesia cukup tinggi. Banyak drama, film, dan media populer mengangkat tema selingkuh sebagai alur cerita utama, menarik minat penonton dengan intrik dan konflik yang kompleks.
Faktor-faktor seperti ketidakpuasan dalam hubungan, kurangnya komunikasi, godaan dari pihak ketiga, dan gaya hidup modern yang lebih terbuka terhadap variasi hubungan, menjadi pendorong popularitas kata selingkuh di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun kebanyakan orang menyadari akibat negatif dari selingkuh, popularitas kata ini mungkin mencerminkan realitas bahwa masalah tersebut ada dalam masyarakat dan menjadi bagian dari perbincangan sehari-hari.
Sementara itu, kata main belakang memiliki makna yang lebih kasual dan bersifat eufemistik. Artinya, meskipun dapat dikatakan sebagai sinonim dari selingkuh, istilah main belakang lebih sopan dan lebih berkonotasi positif. Istilah ini menggambarkan hubungan intim tanpa ikatan emosional yang serius antara dua orang. Walaupun main belakang jarang terdengar dalam konteks formal atau media, popularitasnya cukup tinggi dalam percakapan informal di kalangan masyarakat, terutama di lingkungan muda. Meskipun lebih sopan atau eufemistik, sayangnya frasa main belakang bukan termasuk dalam bahasa Indonesia karena keberadaannya tidak dapat ditemukan di KBBI.
Kata main belakang mungkin mencerminkan pergeseran nilai-nilai sosial dalam masyarakat Indonesia terkait dengan hubungan dan seksualitas. Generasi muda cenderung lebih terbuka tentang variasi dalam bentuk hubungan dan mencari alternatif yang tidak terikat pada komitmen jangka panjang. Penggunaan main belakang bisa menjadi respons terhadap tekanan sosial dalam menjalin hubungan serius dan mencerminkan pandangan bahwa eksplorasi hubungan tanpa ikatan romantis adalah hal yang lebih diterima.
Popularitas kata selingkuh dan main belakang mencerminkan perubahan sosial dan nilai-nilai dalam masyarakat Indonesia. Kemajuan teknologi, akses yang mudah terhadap media sosial, dan globalisasi telah membawa perubahan dalam cara orang berhubungan dan berinteraksi. Budaya yang semakin terbuka dan toleran terhadap variasi dalam hubungan menciptakan ruang bagi penggunaan kata-kata ini dalam konteks yang lebih luas.
Perlu dicatat bahwa penggunaan kedua kata tersebut tidak selalu mendapat persetujuan dari masyarakat. Beberapa orang mengkritik popularitas istilah-istilah ini karena bisa merusak hubungan yang sah dan kurangnya komitmen pada hubungan yang lebih mendalam. Hanya saja, Dunia hiburan senantiasa menggunakan dua istilah ini dalam strategi pemberitaan.
Ada beberapa alasan yang mendasari penggunaan strategi berita perselingkuhan dalam mendongkrak popularitas:
Pertama, sensasi dan kontroversi. Berita perselingkuhan menyajikan sensasi dan kontroversi yang menarik perhatian banyak orang. Berbagai aspek dari skandal tersebut, seperti pengkhianatan, konflik emosional, dan konsekuensinya, menciptakan ketegangan yang menarik bagi pembaca dan penonton.
Kedua, peningkatan klik dan penonton. Konten berita yang kontroversial dan menarik emosi cenderung mendapatkan lebih banyak klik, tayangan, dan pembagian di media sosial. Ini berarti meningkatkan popularitas media yang menerbitkan berita semacam itu.
Ketiga, persepsi sebagai “berita penting“. Beberapa media mungkin berpendapat bahwa berita perselingkuhan yang melibatkan tokoh publik adalah bagian dari tugas mereka untuk menginformasikan masyarakat tentang masalah-masalah terkini, terutama yang melibatkan orang-orang yang berada di sorotan publik.
Keempat, persaingan di dunia media. Dalam dunia media yang penuh persaingan, menampilkan berita perselingkuhan dapat menjadi cara bagi outlet media untuk mencapai posisi yang lebih unggul dan meningkatkan kehadiran mereka di pasar.
Mungkin, bagi tokoh atau media yang terlibat, berita tentang selingkuh atau main belakang dapat mendongkrak popularitas mereka, tetapi bagi masyarakat awam, hal ini dapat membentuk budaya sensasi dalam diri masyarakat. Dengan kata lain, ketabuan dua istilah ini menjadi samar-samar.
Memang, terlalu sering menghadirkan berita sensasional, termasuk perselingkuhan, dapat membentuk budaya yang terobsesi dengan sensasi dan kehidupan pribadi orang lain. Jadilah, banyak masyarakat yang terjerembab dengan dunia perselingkuhan, baik terjebak sendiri di dalamnya maupun menjadi sumber penyebaran berita perselingkuhan di lingkungannya. Dengan demikian, moral dalam diri masyarakat terkikis akibat hal ini. Selingkuh dianggap hal yang (mengarah pada) biasa saja.
Sebagai simpulan, saya dapat mengatakan bahwa dalam budaya Indonesia, popularitas kata selingkuh dan main belakang saat ini mencerminkan realitas sosial dan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat. Meskipun keduanya memiliki konotasi yang berbeda, penggunaan mereka mencerminkan pergeseran dalam pandangan dan pemahaman tentang hubungan dan seksualitas.
Sebagai masyarakat yang semakin terbuka dan beragam, penting bagi kita untuk memahami implikasi dari penggunaan kata-kata ini dan mencari cara-cara yang lebih positif dan menghormati dalam menjalani hubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Memopularkan kata-kata ini hanya untuk mendongkrak popularitas tokoh atau media barangkali sah-sah saja dalam dunia hiburan, tetapi dampak negatifnya pada masyarakat cukup signifikan. [T]
- BACA artikel lain dari YOGA YOLANDA