BANJAR SUWUNG Batan Kendal di Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, memiliki seni klasik yang hingga kini tetap terjaga dan dijaga oleh masyarakatnya. Namanya seni gandrung.
Kesenian Gandrung ini merupakan kesenian tradisi yang ditarikan setiap pujawali di Pura Dalem Desa Adat Sesetan.
Komunitas Seni Candi Ghana, Banjar Suwung Batan Kendal, menampilkan seni tradisi itu serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) 2023 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya (Art Centre) Provinsi Bali, Selasa, 11 Juli.
Ada tujuh pentas seni yang ditampilkan sanggar itu, berupa tari dan tabuh.
Penampilan awal adalah Tabuh Petegak Klasik Kreasi Kebyar Ndung Samudra Kerti yang merupakan tabuh kreasi klasik yang diciptakan sekitar tahun 1961. Selanjutnya, ditampilkan Tari Condong Gandrung yang terinspirasi dari Tari Condong Palegongan.
Lalu, sanggar itu memainkan Tabuh Petegak Klasik Kreasi Jejagulan.
Yang menarik adalah Tari Gegandrangan Ratu Ayu Gandrung (sesi I). Ini sebuah tarian sakral yang ditampilkan dalam bentuk tunggal dan ditarikan oleh seorang penari laki-laki yang belum menginjak dewasa atau mengalami masa akil balik.
Pada tari ini, penonton diajak “ngibing” (ikut menari) sehingga pertunjukan menjadi lebih atraktif. Bahkan, maestro tari Bali Prof Made Bandem juga ikut ngibing pada penari cilik. Kemudian, kembali Tabuh Petegak Klasik Kesiar Angklung diciptakan sekitar tahun 1960 oleh Putu Geria.
Setelah itu, dilanjutkan dengan Tari Gegandrangan Ratu Ayu Gandrung (sesi II). Pementasan kemduian ditutup Tari Kreasi Tasik Amertaning Segara yang menceritakan kehidupan masyarakat Suwung Batan Kendal yang sebagian besar berprofesi sebagai pembuat garam secara tradisional (nguyah).
Ketua Komunitas Seni Candi Ghana, Udha Pramesti mengatakan. Tari Gandrung Suwung Batan Kendal ini biasanya dipentaskan pada pujawali di Pura Dalem Desa Adat Sesetan. Dalam penyajian kalin ini, pihaknya melakukan sedikit kreasi pada pementasan Gandrung kali ini. Misalnya penambahan alat musik suling dan gong.
Sementara itu alat musik kendang juga ditambah menjadi 3 yang umumnya hanya 1 kendang. “Saya harapkan tidak punah supaya ciri masyarakat Suwung Batan Kendal sebagai petani garam terus ada karena itu adalah awal mula kehidupan di Suwung Batan Kendal,” ujarnya.
Udha mengatakan pihaknya melakukan persiapan lumayan lama sekitar 3 bulan dengan melibatkan sekitar 30 orang seniman.
“Saya senang sekali dengan penampilan anak-anak yang begitu semangat untuk menyuguhkan sebuah pertunjukan Gandrung yang begitu sakral yang unik yang merupakan Sesuhunan di Banjar Suwung Batan Kendal,” ujar Guru karawitan SMKN 5 Denpasar ini senang.
Prof Dr I Made Bandem menjelaskan kesenian gandrung memiliki banyak corak tersebar di Bali. Ia menuturkan dokter Belanda Julius Jacobs yang mengunjungi Bali 1880an sudah melaporkan adanya kesenian Gandrung di Pulau Dewata.
“Banyak sekali jenis Gandrung di Bali disebut juga Joged Pingitan. Dr Julius Jacobs dari Belanda datang ke Bali pada 1881 melihat banyak jenis gandrung yang dipentaskan oleh para raja zaman dulu,” ujarnya.
Dalam perjalannnya kesenian ini kemudian keluar dari istana dan dikembangkan oleh masyarakat luas. Musik gamelan yang mengiringinya kemudian berganti menggunakan gamelan bambu.
Kedekatan hubungan Bali dengan Banyuwangi Jawa Timur juga mengakibatkan kesenian Gandrung juga ditemui di Banyuwangi. “Meski memiliki ciri khas masing-masing masih bisa ditemui sejumlah kesamaan seperti dalam gamelan, gerakan tari, maupun kostum yang dikenakan,” kata Prof. Bandem. [T][Pan/*]
BACA artikel lain tentang PESTA KESENIAN BALI