DI TERIK AKHIR JUNI
aku ingin bertanya pada musim
manakah paling indah
dari semua suasana
yang hadir berubah-ubah?
saat langit cerah
seekor dara singgah di dahan-dahan
bulu yang tampak hitam
meninggalkan bias pertanyaan
apakah setiap pemberhentian
harus punya tujuan?
namun saat penghujan
pucuk-putik rendah tak pernah
ditakdir untuk hanyut dalam arus
lalu berakhir terhunus ranting
tapi air pun,
bisa menghidupi
juga mengakhiri
dengan atau tanpa maksud
masing-masing tak pernah pasti
ke mana akan mengarah
walau mawar tumbuh begitu merah
angin bisa saja menepisnya
jadi renik-rapuh tak bermakna
lalu ketika badai datang
di terik dan gersang siang
suara-suara berputar dalam pusaran
menyebut takdir
yang tak terhindarkan
MENGHITUNG HELAI RAMBUTMU
bertahun sudah kuhitung helai rambutmu
pada panas dan dingin waktu
dalam hening dan gebu batin
tapi tak pernah sampai
kata selesai yang ingin kucapai
mungkin aku lupa hakikat tumbuh-gugur
sesederhana patah kuku yang panjangkan
bentuk baru
serapuh kering daun yang tunaskan
pucuk muda
yang sejatinya mengakar
namun kadang tak terbaca
kapan kan kudapati?
saat tak habis-habis anak rambutmu bersemi
dan tak habis pula kuhitung angka baru lagi
dan lagi
ah…
betapa cinta seperti ramuan mati
yang reinkarnasi berkali-kali
SEPI DI AMPAS KOPI
aku tak pernah menuntut
meneguk riuh hidup yang terus
bertaut,
jika pada hakikatnya
sendiri adalah akhir manusia
maka kematian telah mengampas
sejak jiwa belum kenal cara bernapas
HALAMAN AKHIR
di suatu malam deras
kulihat buku hatimu tergeletak
halaman awal tertulis huruf kapital
soal keyakinan paling kekal
tapi angin adalah penunjuk arah yang arif
halaman akhir terbuka
dan kulihat banyak koma
tersambung setelah namaku
yang tercoret tinta
[][][]