SUDAHKAH KALIAN membaca tulisan teman saya, si Risma—yang judulnya “Menjadi MC Dadakan, Melihat Tatkala May May May 2023 dari Kacamata Mahasiswa Magang”? Jika sudah, kalian pasti tahu alasan saya menuliskan ini.
Ya, ini jawaban atas tantangan Risma di akhir tulisannya: “Oh, bagi teman-teman magangku yang belum mendapat giliran menjadi MC dadakan, silakan rasakan nanti. Dan aku tunggu kalian menuliskannya…” begitu Risma menutup tulisannya. Siapa takut, pikir saya.
***
Hari itu, Jumat, 11 Mei 2023, sebagai salah satu mahasiswa magang di Tatkala.co, seperti Risma, saya juga mendapat giliran menjadi “MC dadakan”. Kalau Risma mendapat giliran di sesi pertama, saya mendapat giliran sesi kedua.
Dalam tulisannya, saya pikir Risma tidak berlebihan. Ya, menjadi MC di acara Tatkala May May May 2023 memang mendebarkan dan menegangkan—setidaknya menurut saya dan Risma yang jarang melakukannya.
Perasaan tegang dan debar hampir menyelimuti saya hari itu. Ia semacam Buto Ijo yang dengan perkasa, juga semena-mena, handak memakan Timun Emas. Ah, perasaan saya semakin tak karuan pada saat mic sudah diserahkan kepada saya—detak jantung saya mendadak lebih cepat dari biasanya. Saking geroginya, saya sampai lupa menyebutkan nama. Hahaha.
Berbeda dengan sesi pertama, Tatkala May May May 2023 sesi 2 menurut saya lebih serius—walaupun ujungnya penuh gelak tawa.
Sesi 2 pada mata acara yang pertama (sesi 2 ada enam mata acara dari Jumat sampai Minggu), pada Jumat (13/5/2023) siang, Tatkala menghadirkan Dicky Bisinglasi, seorang jurnalis visual yang sudah malang-melintang di dunia fotografi olahraga, untuk memberikan workshop foto jurnalistik olahraga.
Sedangkan Jumat malam, Tatkala memberikan panggung kepada teman-teman stand up comedy-an untuk tampil membawakan materi-materi lucu mereka. Ya, dari sinilah judul tulisan di ambil: habis tegang, terbitlah tawa.
Mengejar freeze dan motion blur hingga ke Taman Kota
Perasaan tegang sebelum menjadi MC perlahan-lahan mulai sirna, digantikan dengan perasaan takjub—perasaan takjub tersebut muncul ketika moderator membacakan biografi singkat dari kak Dicky Bisinglasi.
Kak Dicky membawakan workshop tentang foto jurnalistik olahraga. Banyak sekali hasil jepretan kak Dicky yang membuat saya terheran-heran. “Hmm…bagaimana mungkin, momen yang didapatkan kak Dicky selalu bagus?” pikir saya sambil terus mengamati hasil jepretannya melalui layar LCD.
Kak Dicky membawakan materi dengan sangat santai, tentu sangat berbeda ketika saya menjadi MC.Hahaha.
Kak Dicky juga menjelaskan tentang bagaimana cara mengambil foto momen olahraga, mulai dari foto freeze sampai motion blur. Yang tentu tidak akan mudah kami (sebagai orang awam) dalam mempraktikkannya.
Di akhir penyampaian materi, kami diberikan tugas untuk menghasilkan karya foto, dengan teknik freeze dan motion blur. Dengan perasaan sedikit panik (karena waktu yang diberikan lumayan singkat), saya dan seorang teman memutuskan untuk bergegas ke Taman Kota (tanpa bertanya ke kedua teman magang yang lain).
Lalu lintas kota Singaraja yang padat, menyambut kami ketika keluar dari gang Pantai Indah. Orang-orang berlalu lalang di pusat kota, entah apa yang mereka kejar, hingga berusaha mendahului satu dengan yang lainnya, begitupun kendaraan yang dilajukan teman saya.
Terlalu bersemangat, lebih tepatnya terlalu tergesa-gesa, setelah sampai di depan Mc Donald’s Singaraja, kami baru ingat tidak membawa uang seperak pun. Sedikit menertawai kebodohan kami, akhirnya kami memutuskan untuk parkir di Indomaret depan Taman Kota.
Sampai di Taman Kota Singaraja, kepanikan dan kebingungan masih menyelimuti saya, bagaimana tidak, materi yang diberikan kak Dicky tidak ada masuk sama sekali. Saya hanya fokus memperhatikan hasil jepretan kak Dicky. Bagaimana ini? Siapapun tolong saya!
Dengan rasa sok tahu (dibantu sedikit ingatan dan leih banyak melihat Google), saya memutuskan untuk nekad saja menjepret orang-orang yang berlarian di pinggiran taman kota—untuk mendapatkan satu foto freeze dan motion blur dari orang-orang yang berolahraga.
Waktu seakan berlalu begitu cepat, hampir 20 menit berlalu saya belum mendapatkan satu hasil foto, baik foto freze maupun motion blur. Ternyata mendapatkan satu foto sangat susah, tidak bisa saya bayangkan bagaimana kak Dicky bisa menjepret foto terbaik, di setiap momen pertandingan olahraga.
Tetapi yes, uajr saya dengan gembira, ketika berhasil menjempret orang-orang berlarian dengan tema frezee. “Setidaknya sudah ada satu karya untuk di review oleh kak Dicky,” pikirku dalam hati.
Jam sudah menunjukkan 16.30. “Telattt,” kata saya, ketika melihat jam di telpon genggam. Kami lalu bergegas menuju Rumah Belajar Mahima—untuk mengunggah hasil jepretan kami di Instagram agar bisa direview.
Perasaan tegang kembali menghampiri saya, ketika satu persatu hasil jepretan kami dikomentari oleh kak Dicky. Syukurlah, saya mendapat komentar yang positif, sehingga tidak menyesal ke Taman Kota hanya sekadar mengejar freeze dan motion blur. Haha.
Tertawa bersama teman-teman stand up comedy-an
Siangnya saya bergelut dengan suasana serius dan tegang, karena mengejar foto freeze dan motion blur hingga ke Taman Kota.
Malamnya, saya sedikit bernapas lega karena acara dilanjutkan dengan Open Mic Stand Up Comedy, setidaknya ada yang membuat saya tertawa, sehingga melupakan bahwa saya masih bertugas menjadi MC.
Waktu telah menunjukkan pukul 19.00, orang-orang sudah mulai berdatangan, detak jantung saya berdetak lebih kencang lagi, selalu seperti ini, ketika berhadapan dengan banyak orang, apalagi berbicara di depan umum.
Ada enam orang yang menyetorkan namanya kepada saya untuk dipanggil satu persatu—untuk stand up comedy. Ditambah dua orang yang jadi “tumbal” teman-temanya, yang dipaksa untuk ikut stand up di depan, membuat riuh suasana di Rumah Belajar Komunitas Mahima.
Saya hampir saja menjadi “tumbal” dari teman-teman komika, untuk membawakan materi stand up comedy. “Ayo MC, coba stand up comedy dulu!” teriak salah satu komika. Beberapa detik, saya sempat ngefreeze (seperti foto yang diajarkan kak Dicky). “Bagaimana mungkin ikut stand up comedy, jadi MC saja groginya minta ampun,” teriak saya (tentu hanya dalam hati. Haha).
Dari masing-masing komika yang maju, memiliki karakternya masing-masing, mulai dari yang sambil sulap, ada yang menggunakan bahasa daerah, ada yang curhat, dan masih banyak serba-serbi komika yang membuat suasana hening tergantikan gelak tawa, dari penonton.
Di akhir acara open mic stand up comedy, diadakan sedikit diskusi, banyak masukan yang diberikan kepada komika, sehingga dapat meningkatkatkan soft skill yang dimiliki.
Harapan dan semangat juga diberikan kepada para komika, agar di Singaraja banyak komika yang mewarnai kota Singaraja, supaya tidak bising dengan pembangunan dan deru motor, tetapi juga ada gelak tawa yang menyatukan masyarakat Singaraja.
Acara hari itu pun ditutup dengan sesi foto, yang sekaligus menjadi penutup rasa tegang, yang menghampiri saya beberapa hari belakangan. Haha. Bukan begitu, Ris?[T]
*Penulis adalahmahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) ditatkala.co.