TAK PERNAH terbayangkan sebelumnya, bahwa di Singaraja ada tempat seperti Rumah Belajar Komunitas Mahima atau media semacam Tatkala.co, yang tak lelah, tak henti-hentinya menyelenggarakan acara-acara yang bermanfaat.
Sebagai anak magang (sudah hampir dua bulan aku magang di Tatkala.co), dan sebagai mahasiswa yang baru yang sebelumnya tak pernah berinteraksi secara langsung dengan Mahima atau Tatkala, tentu merasa heran. “Kok ada saja yang mereka bicarakan, ya?” Pikirku, yang hanya ada dalam tempurung kepalaku.
Ya, seperti bulan Mei ini, misalnya. Bulan perayaan hari ulang tahun Tatkala.co ini benar-benar banyak acara yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya. Benar, selama ini aku memang tak pernah membayangkan forum diskusi, pameran lukisan, sampai ngobrol soal-soal yang berat macam filsafat, seni, politik, buku, sastra, bahkan dunia jurnalistik itu sendiri—aku mahasiswa ilmu komunikasi, tapi jarang membicarakan soal jurnalistik.
Perayaan hari jadi Tatkala.co memang membuatku kagum. Perayaan itu diberi nama Tatkala May May May 2023. Sebuah perayaan yang dikemas dengan warna-warni kegiatan pelatihan menulis, bincang buku, pemutaran film, pementasan, dan pameran seni rupa.
Dan malam itu (malam yang tak akan pernah aku lupakan), Sabtu 6 Mei 2023, saat pembukaan Tatkala May May May 2023, dengan menggunakan kaos hitam bertuliskan “Tatkala”, aku gemetar memegang microphone.
***
Sambil cemas kuamati betapa cekatan kaki mereka melangkah. Ada yang bergulat dengan peralatan sound system, beberapa sibuk menyapa orang, dan sebagian lagi sibuk berkutat dengan panci-panci di Mini Bar Tatkala.
Apakah aku hanya diam dan hanya memandangi mereka bekerja? Tidak. Bukan aku tidak mau membantu mereka mempersiapkan segala sesuatunya. Hanya saja, aku sempat melamun. Bagaimana tidak, secara tiba-tiba, aku ditunjuk menjadi MC, pembaca acara Pembukaan Tatkala May May May 2023. “MC magang,” kata seorang teman.
Rasanya… arrgh.. nervous parah. Oke, jangan bayangkan bagaimana ketika aku menjadi seorang MC gadungan.
Tapi tak mengapa, selain merasa gugup, sebenarnya aku juga sangat excited. Beruntung rasanya kami—aku dan ketiga temanku—mendapat kesempatan magang di Tatkala.co, dan kebetulan dapat merasakan euphoria bulan Mei ini.
Ini merupakan pengalaman pertama dapat terlibat, merasakan, dan menyaksikan secara langsung kegiatan di Tatkala, yang sebelumnya kami hanya pernah mendengar sekilas mengenai kegiatan-kegiatannya.
Ah, acara hendak dimulai, dadaku berdebar semakin kencang. Aku maju ke muka dengan kaki yang terasa berat.
“Selamat malam… namaku Risma…” Ya Tuhan, kenapa nada bicaraku jadi aneh begini? Mati aku.
***
Aku kasih tahu, waktu itu, hari pertama Tatkala May May May 2023, dimeriahkan dengan penampilan tari dan puisi oleh teman-teman Komunitas Mahima dan temanku sendiri, si Dyah.
Dengan agak gemetar dan tidak percaya diri aku mempersilakan mereka untuk segera pentas. Bukan karena alasan waktu atau penasaran bagaimana penampilan mereka, tapi supaya aku secepatnya dapat mundur ke belakang untuk menenangkan diri.
Suasana menjadi hening, saat Putik Padi mulai membacakan puisi Jika Terbawa Puting Beliung karya Avianti Armand dengan lantang. Diikuti dengan gerak tubuh Dyah—dia ditunjuk sebagai penari malam itu—yang merepresentasikan bagaimana seorang perempuan tetap semangat memperjuangkan emansipasi wanita dan kesetaraan gender.
Pertunjukkan itu terasa cepat sekali. Rasanya belum sempat aku menenangkan diri, tiba-tiba tepuk tangan penonton sudah ramai. Deg! Aku harus maju ke muka lagi. Duh.
“Oke… Kini tiba saatnya kita mendengar masa lalu dari piringan hitam…” kataku mempersilakan.
Hmm…. Di luar dugaan, pemutaran harus diundur sejenak, karena Komunitas Irama Utara masih dalam perjalanan menuju TKP (tempat kejadian perkara) hahaha… Tuhan, baru kali ini aku pengen sakit.
Tetapi acara harus tetap jalan, tak boleh kosong. Maka, sembari menunggu kakak-kakak itu sampai, daripada kita semua mengantuk, akhirnya terjadilah adegan saling tunjuk menunjuk satu sama lain.
Ya, mereka saling tunjuk untuk membaca puisi—adegan yang tak pernah aku temukan dalam acara apapun.
Seru sekali melihat mereka saling mengorbankan temannya sendiri untuk tampil membawakan secarik puisi tanpa memikirkan “apakah temanku sudah memiliki puisi untuk bisa disyairkan atau belum?” Intinya, mereka senang sekali melihat raut wajah panik dari teman-teman yang ditunjuk. Walaupun begitu, tetap saja satu persatu dari mereka menyairkan puisi di depan sana.
Akhirnya Komunitas Irama Utara tiba. Dan tak lama, kami diajak bernostalgia, mendengarkan dan merasakan masa lalu melalui piringan hitam bersama kakak-kakak rupawan itu. Lagu demi lagu diputarkan, mulai dari lagu Vina Panduwinata, Iwan Fals, hingga Roma Irama.
Lihatlah, betapa sumringahnya mereka para generasi 80-an, saat lagu dengan judul Cinta itu diputar memenuhi setiap sudut ruangan. Mereka seolah sibuk dengan pikiran masing-masing, mungkin mengenang masa muda mereka sambil berdendang ringan. Mungkin itu mengingatkan suatu kebahagiaan bagi mereka.
Tak tinggal diam, kami, mahasiswa magang dan bersama generasi Z lainnya yang hadir, juga ikut bernyanyi saat lagu Iwan Fals diputar. Lega rasanya, karena terdapat satu-dua lagu yang familiar di telinga kami.
“Pernah kumencoba tuk sembunyi, namun senyummu tetap mengikuti….” kami bernyanyi dari Mini Bar Tatkala. Hmm… sepertinya sepenggal lirik ini merupakan ungkapan dari palung hati terdalam…. Hehe.
Aduh, tugasku menjadi MC belum selesai.
***
Pemutaran piringan hitam di akhiri dengan diskusi ringan, antara audiens dengan salah satu anggota Komunitas Irama Utara yang bernama Yoga.
Ia, ditemani Pak Made Adnyana Ole, Pimred Tatkala.co, dan Pak Yahya Umar, wartawan senior, berbagi ilmu mengenai bagaimana cara memutar piringan hitam, di mana mereka mendapatkan benda masa lalu itu, dan tak lupa bagaimana mereka menyematkan nama Irama Utara pada komunitas mereka.
Semua orang terbawa suasana. Rumah Belajar Mahima kala itu penuh dengan riuh kegembiraan—kecuali aku, yang masih saja merasa tegang.
Oh iya, malam itu juga menjadi surga bagi para kutu buku. Jelas saja, karena di sini terdapat bazar buku. Ya, kita bisa mendapatkan sebuah buku, tentunya dengan harga yang lebih murah daripada skincare. Bazar buku dibuka sampai akhir bulan, tepatnya tanggal 28 Mei.
Tu kan, saking tegangnya aku sampai nglantur bahas bazar buku.
Hah, aku benar-benar merasa lega setelah acara pembukaan selesai. Aku tidak tahu, apakah pembawaanku malam itu mengecewakan atau tidak, yang jelas, Pak Ole tak memarahiku. Itu artinya semua baik-baik saja. Ya, Pak Ole tak mungkin memarahiku. Aku yakin itu.
Oh, bagi teman-teman magangku yang belum mendapat giliran menjadi MC dadakan, silakan rasakan nanti. Dan aku tunggu kalian menuliskannya nanti.[T]
*Penulis adalah mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di tatkala.co.