TERKETUK hati ini setelah mendengar vonis mati FS dan kawanannya di televisi, dilanjutkan dengan kekerasan anak oleh putra pegawai Kementerian Keuangan. Lalu booming keputusan FIFA memindahkan tempat Piala Dunia U20 sehingga membuat banyak orang bersedih termasuk saya sendiri.
Berita headline tiap saat membahas hal-hal semacam itu. Belum lagi informasi pemerkosaan, pembunuhan, bahkan secara tak langsung, saya kembali memberi informasi dalam tulisan ini. Ya, bad news is good news. Berita semacam itu dengan mudah kita dapat dari media cetak atau elektronik.
Dan studi yang dilakukan Kominfo, sebanyak 30 juta remaja atau sekitar 80% anak maupun remaja sebagai pengguna internet. Sayangnya, 48,6% remaja mengalami kecanduan terhadap media sosial yang dimilikinya (Aprilia dkk, 2020).
Mengonsumsi banyak berita negatif dapat menyebabkan depresi yang lebih besar serta kesehatan mental yang lebih buruk. Pengaruh kecanduan ini juga bisa menyebabkan kurangnya tidur.
Sedangkan penggunaan media sosial yang kurang tepat juga membuat 44% memiliki hubungan sosial yang lebih pasif. Bahkan kasus kematian akibat bunuh diri menjadi PR tambahan untuk pemegang tombak masa depan bangsa ini.
Hal ini lambat laun akan menjadi racun dan siap meledak jika media sosial tersebut digunakan dengan cara yang salah. Walau demikian, banyak juga orang yang menghasilkan hal positif terhadap sosial atau terhadap kehidupan ekonominya berkat media sosial.
Nah, pada kesempatan kali ini, di tengah maraknya berita buruk seperti di atas, berikut saya berikan beberapa pendekatan dalam melatih imun untuk kesehatan mental kita.
Pendekatan Holistik
Mengingatkan kesuksesan masa lalu, yang diikuti dengan mimpi kedepannya. Kesuksesan masa lalu menurut saya perlu diingatkan untuk memecut semangat ketika sedang down.
Hidup semua orang layaknya lembah dan gunung, saat di dasar lembah, maka untuk bisa semangat ke depan perlu mengingat manisnya di puncak gunung.
Jangan diartikan untuk pamer kesuksesan. Kesuksesan di sini tidak hanya tentang piala atau naik jabatan, namun lebih kepada kemampuan seseorang atau keberhasilannya menggapai tujuan yang pernah ia canangkan.
Pendekatan Fisiologis
Positif self-talk, fokus pada apa yang sedang dikerjakan atau dimimpikan. Di Bali ada istilah aget (untung). Kadang orang sudah kecelakaan bilang “aget patah kaki”. Bahkan, mohon maaf, “aget meninggal tidak merasakan sakit lagi”.
Positif talk ini adalah makanan bergizi bagi mental kita sehingga kita tidak larut dalam suasana sedih maupun down berkepanjangan.
Saya pernah memeriksa pasien dengan maag berat, berbagai obat sudah kami berikan, tapi tak kunjung sembuh. Itu bukan karena obatnya tidak manjur, tapi karena beban pikiran sebab istrinya selingkuh.
Beban yang besar ini membuatnya kepikiran dan asam lambung mengikuti serta nimbrung menyakiti tubuhnya. Maka kami bersepakat “aget ketahuan selingkuh istrinya”, tahu kondisi sesungguhnya walau pahit sehingga bisa mencari wanita yang lebih baik lagi. Hehe.
Semenjak itu ilang maagnya. Bahkan belakangan datang undangan pernikahan dengan istri barunya. Hehe. (Jalan hidup masing-masing berbeda, keputusan berpisah perlu kematangan berpikir dan kesiapan mental, ada juga yang menerima kembali pasangannya jika itu dirasa lebih menenangkan batin. Mana kesepakatanmu dengan dirimu sendiri? Pilihlah dan berdoa.)
Pendekatan Metafisik
Latihan meditasi dan yoga. Latihan ini memang sejak dahulu membantu kesehatan secara holistik terutama untuk mental. Banyak ahli yoga dan meditasi serta guru-guru seperti Ajahn Brahmn, Guruji Gde Prama, Milarepa dll, mengiyakan hal tersebut.
Kebahagiaan mental dan imun dapat bertambah melalui latihan meditasi dan yoga. Berbagai buku mengajarkan, hanya 15 menit saja sudah sangat baik—sudah sangat bermanfaat bagi kesehatan mental kita.
Pendekatan Sosio-kultural
Berdoa dan peran serta lingkungan, membiasakan kita untuk tetap tegar dan tahan banting serta semangat.
Dalam kondisi seperti saat ini, bercerita adalah hal yang penting ketika ada masalah. Namun, bercerita ke tempat atau media yang salah justru akan menjadi boomerang untuk diri sendiri.
Jika merasa penat dan banyak masalah, maka berdoa adalah hal yang tepat. Berdoa sudah diajarkan sejak kecil, namun kadang itu menjadi terlupakan untuk healing mental kita.
Nah, dengan berdoa, lingkungan yang tepat, atau menulis di buku jurnal pribadi, atau bercerita dengan sahabat yang bisa dipercaya dan professional di bidangnya, tentu dapat menjadi imun bagi kesehatan mental kita.
Berikan/Give it
Seringkali kita susah, untuk membeli beras saja kekurangan, apalagi untuk urusan fashion atau hura-hura dan yang lainnya, pada saat itu kita merasa sangat sengsara.
Tapi tak jarang juga, saat memiliki uang, mental miskin kita masih ada dan tetap merasa kurang. Besaran uang yang ada justru malah terasa membuat diri ini kehilangan lebih besar.
Jika kondisi Anda saat ini seperti itu, ada baiknya Anda memberi. Memberi sesuatu kepada orang lain, bisa mulai dari senyuman, santunan/dana punia, informasi atau bahkan motivasi, itu akan membuat Anda lebih lega dan indah di hati.
Mental Anda akan merasakan pengalaman baru dan setidaknya bisa lebih bersyukur. Dan, dari semua itu, syarat mutlaknya adalah ketulusan, bukan karena intrik tertentu atau bahkan politik balas budi.
Sebenarnya masih banyak latihan-latihan untuk membangun imun mental yang kuat. Tapi, saya cukupkan sampai di sini, lain kali saya bagikan lagi. Semoga semua makhluk berbahagia.[T]