BULELENG | TATKALA.CO — Pada kisaran tahun 1951, di desa Kedis, Kecamatan Busungbiu, Buleleng, ternyata pernah tercipta Tari Pancasila. Tari itu diciptakan maestro karawitan dari Desa Kedis, I Ketut Merdana.
Kita tahu I Ketut Merdana menjadi korban dalam tragedi politik tahun 1965. Sepeninggal Merdana, banyak tari-tari ciptaannya yang kemudian hilang dan dilupakan. Diduga banyak seniman takut membawakan tari ciptaannya karena tidak mau dikaitkan dengan masalah-masalah politik tahun 1965.
Merdana memang dikenal banyak menciptakan tari-tarian yang kontekstual, dengan tema kehidupan sehari-hari masayarakat Bali. Salah satu tari ciptaannya yang sering dipertujukkan adalah Tari Nelayan, sebuah tarian yang ditarikan oleh tiga orang dengan sejumlah gerakan ringan dan mengandung unsur-unsur jenaka.
Sejak beberapa tahun belakangan ini banyak seniman yang melakukan rekonstruksi terhadap karya-karya Ketut Merdana, termasuk juga merekonstruksi karya-karya karawitan yang pernah popular sekitar tahun 1950-an.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng melalui Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten melakukan upaya juga untuk merekonstruksi karya-karya Merdana, salah satunya adalah Tari Pancasila. Tarian lain yang juga sedang direkonstruksi adalah Tari Tani, sebuah tarian yang juga mengambil tema kehidupan masyarakat Bali. Dua karya tari yang direkonstruksi itu diperkirakan bakal rampung pada bulan Mei mendatang.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng I Nyoman Wisandika, Jumat, 21 April 2023, menjelaskan kedua tarian yang direkonstruksi itu memang sudah nyaris punah lantaran tidak ada yang melanjutkan, dan mengingat sang pencipta yang sudah almarhum serta penari terdahulu sudah menginjak usia lanjut.
“Kalau dilihat tahun dari tarian ini kisaran tahun 1951 pastinya para tokoh pada tahun tersebut sudah menginjak lansia. Atas dasar itu, sesuai arahan Pj. Bupati Buleleng agar merekonstruksi tarian yang belum berkembang dan sama sekali belum pernah direkonstruksi itu,”tegasnya.
Kadis Wisandika menambahkan selama proses rekonstruksi yang telah dilaksanakan kurang lebih satu setengah bulan ini sudah melibatkan informan tabuh yaitu dari Made Damendra, Ketut Sumirta dan Dr. I Nyoman Chaya, Narasumber dari ISI Surakarta.
Sementara untuk informan tari ada Nyoman Sumerti serta mengajak juga anak dari almarhum I Ketut Merdana itu sendiri. Tentunya dalam membangun ingatan dari informan tersebut menurut Wisandika menjadi sebuah usaha yang cukup keras mengingat komposisi kedua tarian tersebut yang sudah lama.
“Dengan dukungan penuh Pj. Bupati serta seluruh stake holder terkait yang terjun langsung dalam penataan tabuh dan tari ini yang mana proses yang masih berjalan pada saat ini masih dalam penuangan tabuh,” katanya. [T][Ado/*]