Bachofen berasumsi bahwa sebelum masyarakat di dunia mengenal peradaban, masyarakat hidup dalam tatanan hetarisme (tidak beradab). Setelah masa hetarisme, masyarakat baru mengenal tatanan kehidupan yang menempatkan sosok ibu sebagai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
Asumsi Bachofen didasari oleh hasil analisisnya terhadap mitos-mitos dan simbol-simbol bangsa Romawi, Yunani, dan Mesir. Dari analisisnya Bachofen berpendapat bahwa struktur patriarki dalam masyarakat merupakan struktur masyarakat yang relatif baru karena sebelum struktur tersebut ada, masyarakat telah mengenal struktur matriarkat. Fase matriarkat merupakan fase pertengahan yang berada di antara fase terendah (hetarisme) dan fase tertinggi (patriarkat) (Fromm, 2011:57).
Munculnya teori ini didasari oleh konsep alamiah Bachofen yang diasosiasikan dengan kehidupan binatang. Induk binatang yang telah melahirkan anak-anaknya secara instingtif anak-anaknya akan mengikuti induknya. Anak binatang tersebut tidak memiliki hubungan biologis dengan pejantan yang telah mengawini induknya. Begitu lahir anak binatang tersebut secara alamiah tersebut mengikuti induknya. Induknya dengan penuh kasih sayang membesarkan anaknya.
Menurut Bachofen, (Fromm, 2011:57) hal yang sama juga dilakukan oleh seorang ibu. Rasa kasih sayang seorang ibu ditunjukkan sejak anak dalam kandungan. Setelah anak tersebut lahir, naluri seorang ibu untuk memerhatikan anaknya merupakan bentuk tanggung jawab alamiah seorang ibu. Cinta, perhatian, dan tanggung jawab terhadap anak merupakan tanggung jawab seorang ibu. Kasih ibu diberikan kepada anak-anaknya diberikan secara tulus tanpa pilih kasih. Konsekuensi dari prinsip budaya yang berpusat pada ibu adalah prinsip-prinsip tentang kemerdekaan, kesetaraan, kebahagiaan, dan pengakuan kehidupan tanpa syarat.
Dalam tatanan masyarakat matriarkat, perempuan memegang peranan penting, sebagai ratu, pendeta atau pemimpin pemerintahan, sedangkan laki-laki berpartisipasi dalam masyarakat tersebut. Dalam masyarakat tersebut seorang ayah tidak diakui memiliki hubungan darah dengan anaknya (Fromm, 2011:57). Seorang anak merasa dekat dengan ibunya karena seorang ibu telah melahirkan anak-anaknya. Seorang ibu telah membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.
Setelah melalui evolusi yang panjang, barulah kecenderungan dominasi laki-laki muncul. Usaha untuk mendominasi muncul karena kecemburuan laki-laki terhadap perempuan. Menurut Fromm (2011: 60), kecemburuan tersebut adalah kecemburuan terhadap kehamilan perempuan terutama kecemburuan akan kapasitas untuk dapat melahirkan anak. Hanya perempuan yang mempunyai kodrat melahirkan. Kodrat tentang kemampuan melahirkan tersebut memosisikan perempuan menjadi sosok penting dalam tatanan kehidupan.
Menurut Fromm (2011: 60), ada beberapa alasan mengapa perempuan begitu berharga dalam tatanan masyarakat matriarkat. Pertama, karena alasan ekonomi. Semakin primitif perekonomian tersebut, semakin rendah penerapan teknologi yang digunakan (penggunaan mesin-mesin) semakin besar nilai tenaga manusia dalam perekonomian tersebut.
Oleh karena itu, semakin besar pula nilai perempuan sebagai penyedia tenaga kerja bagi masyarakat. Kedua, dalam masyarakat primitif pertanian dan peternakan sangat tergantung pada kekuatan alam, seperti kesuburan tanah, cadangan air, dan cahaya matahari. Kekuatan alam memberikan kekayaan bagi kehidupan manusia. Perempuan sebagai penyedia tenaga manusia dianggap memiliki kekuatan misterius seperti kekuatan alam.
Dengan berkembangnya kehidupan manusia melalui masa evolusi dan semakin berkembangnya faktor rasional pada manusia membawa akibat pada perkembangan teknologi. Penerapan teknologi pada segala bidang kehidupan membawa pengaruh terhadap penghargaan perempuan sebagai penyedia tenaga kerja sehingga produktivitas alamiah perempuan tidak dihargai lagi.
Peran prokreatif rasional laki-laki semakin berkembang sehingga peran laki-laki semakin dominan dan menggeser peran perempuan dalam kehidupan manusia. Pada akhirnya melalui evolusi yang sangat panjang dan perkembangan masyarakat mengarah pada masyarakat modern, peran perempuan semakin berkurang.
Dominasi laki-laki terlihat jelas dalam kehidupan masyarakat karena produktivitas prokreatif rasionalnya. Dengan perkembangan rasionalitas tersebut manusia mulai menjelajah dunia dengan penemuan dan penaklukan daratan-daratan baru, terjalinnya hubungan-hubungan dagang.
Dengan penemuan teknologi dan terjalinnya hubungan dagang tersebut, faktor alam mulai tidak dihargai begitu pula peran perempuan tidak dihargai. Tatanan masyarakat telah berubah ke arah tatanan rasionalisme borjuis. Tatanan tersebut merupakan ciri dari struktur masyarakat patriarkat. Menurut Bachofen walaupun tatanan masyarakat patriarkat merupakan bentuk evolusi tatanan masyarakat tertinggi, hal tersebut tidak membuat aspek positif matriarkat terabaikan.
Aspek positif matriarkat mengedepankan kesetaraan, universal, dan pengakuan kehidupan tanpa syarat sedangkan aspek negatifnya adalah ikatan akan darah dan tanah, kurang rasional, dan kemajuan. Aspek positif patriarkat adalah kebenaran, hukum , ilmu pengetahuan, peradaban, sedangkan aspek negatifnya adalah adanya hierarki, penindasan, ketidaksetaraan (Fromm, 2011:7).
Bachofen memercayai, meskipun evolusi tatanan manusia telah terjadi, hal tersebut tidak berarti bahwa prinsip-prinsip matriarkat telah hilang. Dia percaya bahwa akhir berarti ke awal. Prinsip matriarkat tidak hilang begitu saja, tetapi dikonversi dan digabungkan dengan prinsip-prinsip patriarkat. Berdasarkan asumsi tersebut dalam tatanan masyrakat patriarkat masih dapat ditelusuri ciri kematriarkian masyarakat tersebut.[T]