DALAM KEHIDUPAN INI, wanita punya peran ganda, dan itu tidak dimiliki laki-laki. Apa itu? Peran sebagai istri dan peran sebagai ibu.
Peran sebagai istri jelas sangat penting, karena istri bisa bertindak sebagai penyokong keberhasilan atau kesuksesan sang suami. Ada pernyataan: “Di balik kesuksesan suami, ada seorang istri yang setia mendampingi.” Jadi, berpendidikan atau tidak, istri tetap punya peran sangat besar untuk suksesnya seorang suami.
Begitu juga peran sebagai ibu. Ini bahkan sangat luar biasa. Peran yang tidak bisa tergantikan oleh siapa pun. Ibu itu mengandung selama sembilan bulan dan melahirkan serta membesarkan, dan mendidik anak-anaknya.
Peran seorang ibu inilah yang menjadi peran utama sebagai dasar atau pondasi kehidupan dari seorang anak hingga ke masa depan. Ada pernyataan untuk hal ini: “Sekolah pertama anak ada dalam kandungan ibunya dan guru pertama dari seorang anak adalah ibunya.”
Peran inilah yang menyebabkan seorang ibu sangat menentukan masa depan sang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada tahap awal di dalam kandungan tidak semata pertumbuhan dan perkembangan fisik saja, melainkan juga psikologis. Perkembangan psikologis merupakan bagian dari karakter anak yang dibentuk semenjak dalam kandungan. Dan, yang jelas, perkembangan psikologis itu secara langsung dipengaruhi oleh kondisi ibu saat hamil.
Bahkan kondisi ibu saat “membuat” anak pun dikatakan berpengaruh. Seperti cerita kelahiran Drestarata, Pandu dan Widura dalam epos besar Mahabharata.
Ketika Ambika memejamkan matanya saat berhubungan badan karena takut melihat rupa dari Bagawan Abhyasa, maka lahirlah Drestarata yang buta. Begitu juga saat Dewi Ambalika dengan wajah pucat karena ketakutan melihat Bagawan Abhyasa saat berhubungan, maka lahirlah Pandu dengan kondisi lemah, pucat dan sakit-sakitan.
Dan terakhir karena Dewi Ambalika tidak ingin anak berikutnya lahir seperti kakak-kakaknya sebelumnya, maka dengan suka cita, senang dan bahagia menerima Bagawan Abhyasa, maka lahirlah Widura yang gagah, bagus rupanya, suci hatinya dan setia kepada dharma.
Saat hamil pun, kondisi ibu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anaknya, karena sejatinya apa yang dipikirkan, diucapkan dan dilakukan ibunya direkam oleh anak yang masih di dalam kandungan.
Di dalam cerita Mahabharata, suatu kali Arjuna berdiskusi dengan Krisna. Mereka membicarakan masalah strategi melawan Korawa. Saat itu Krisna mengetahui bahwa Korawa akan menggunakan strategi formasi cakra wahyu dalam peperangan.
Saat mereka berdiskusi, ikutlah nimbrung Dewi Subadra, istri Arjuna yang sedang hamil. Dewi Subadra mendengar diskusi itu. Sang bayi, Abimanyu yang masih dalam kandungan juga ikut mendengarkannya.
Tapi sayangnya, Dewi Subadya tak mendengar diskusi itu sampai tuntas, karena pada bagian tertentu Dewi Subadra tertidur.
Bagian diskusi yang didengar adalah adalah tentang bagaimana cara masuk ke dalam formasi cakra wahyu. Dan bagian yang tak didengar oleh Dewi Subadra adalah bagian tentang bagaimana cara keluar dari cengkraman cakra wahyu.
Ketika Abimanyu lahir dan tumbuh menjadi remaja yang gagah perkasa, ia ikut maju ke medan perang. Saat itu hanya Abimanyu yang mampu menerobos formasi cakra wahyu. Saat itu Korawa kewalahan menghadapi Abimanyu.
Namun saat keluar dari cengkraman cakra wahyu, Abimanyu tidak tahu bagaimana caranya bisa keluar, dan akhirnya Abimanyu terbunuh dalam perang itu.
Dalam cerita itu sangat jelas maknanya, bahwa Abimanyu yang masih dalam kandungan bisa dipengaruhi oleh apa-apa yang terjadi di luar kandungan.
Begitu juga saat seorang ibu melahirkan. Itu perjuangan luar biasa. Dan dalam perjuangan itu, atau di dalam proses melahirkan itu, sejatinya sang anak juga sedang berjuang pula melalui jalan yang sempit untuk bisa hidup dan ini pun sangat mempengaruhi karakter anak ke depannya.
Dalam salah satu buku Kanda Pat dikatakan, bahwa anak itu terbentuk dari pertemuan kama pethak (sperma) yang dibawa oleh Hyang Bapa Akasa dengan kama bang (ovum) yang dibawa oleh Hyang Ibu Pertiwi. Sang Hyang Ibu Pertiwi-lah yang membentuk fisik anak itu, sedangkan Sang Hyang Bapa Akasa memberi kehidupan atau jiwa.
Dalam pembentukan fisik serta karakter anak, jelas peran ibu sangat utama atau berperan secara langsung, sedangkan bapak dan lingkungan luar, berperan secara tidak langsung .
Seorang ibu memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk karakter anak, terutama dalam hal moral dan nilai-nilai kehidupan. Semenjak kehamilan, kelahiran dan setelah anak lahir, ibu menjadi orang pertama yang memberikan kasih sayang, perhatian dan perlindungan pada anak. Ibu juga menjadi teladan dalam perilaku dan cara berbicara, sehingga anak akan meniru pola-pola perilaku dan bahasa yang dipelajari dari ibunya.
Selain itu, seorang ibu juga bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan awal pada anak, baik itu dalam kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Ibu harus mampu memberikan pengajaran dan pengalaman-pengalaman yang positif pada anak, agar anak tumbuh menjadi pribadi yang sehat dan berkualitas.
Seorang ibu juga harus mampu membentuk karakter anak dengan memberikan contoh-contoh yang baik, seperti kejujuran, kebersihan, kedisiplinan dan sikap tanggung jawab. Ibu juga harus mampu memberikan kasih sayang dan perhatian yang cukup pada anak, sehingga anak merasa dihargai dan dicintai. Hal ini sangat penting dalam membentuk rasa percaya diri dan kepribadian yang kuat.
Selain itu seorang ibu juga harus mampu memberikan dorongan dan motivasi pada anak untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Ibu harus mampu mengidentifikasi bakat dan minat anak, dan memberikan dukungan pada anak untuk mengembangkan bakat tersebut.
Dalam membentuk karakter anak, ibu juga harus mampu memberikan pengarahan dan arahan yang jelas pada anak, terutama dalam hal prilaku yang baik dan buruk. Ibu harus mampu memberikan batasan dan aturan yang jelas pada anak, sehingga anak tumbuh dengan disiplin dan memiliki nilai-nilai yang baik.
Dalam kesimpulannya, peran wanita terutama sebagai ibu, sangatlah penting dalam membentuk karakter anak. Dan karakter anak sangat berpengaruh terhadap masa depan bangsa dan negara.
Begitu besar peran seorang ibu dalam pembentukan karakter seorang anak, namun ketika anaknya berhasil dan sukses, seringkali justru nama bapaknya yang muncul atau dihargai, tapi nama ibunya tidak muncul.
Sering dalam dunia pendidikan kita dengar ketika ada anak yang berprestasi, dan pertanyaan akan muncul “anaknya siapa itu”, dan jawaban yang sering kita dengar adalah nama bapaknya, bukan ibunya. Dan harus diingat sehebat-hebat seorang ayah, tidak akan bisa menggantikan sosok seorang ibu bagi anak-anaknya. [T]
BACAesai-esai lain dari penulisDOKTER CAPUT