KINI PARA REMAJA Indonesia tidak asing lagi dengan Meme. Bukan hanya diartikan sebagai gambar lucu, tetapi lebih daripada itu, Meme adalah sejuta cara untuk menyampaikan kritik, opini, saran, satire, dan bentuk ekspresi lain.
Misalnya, kini sedang hangat-hangatnya, adalah Meme terkait para politikus di Indonesia, tentang kebijakan atau regulasi pemerintah, dan kondisi sosial-ekonomi yang dihadapi bangsa.
Sesungguhnya, mengkritik dengan gambar lucu sudah terjadi sejak bertahun-tahun lalu. Karena masyarakat lebih mudah mencerna Meme dibanding membaca literatur panjang. Sehingga bisa dikatakan, selain menawarkan sisi hiburan, Meme juga sebagai ajang edukasi dan sosialisasi dalam kebebasan berekspresi, khususnya pada media sosial.
Sejalan dengan Meme yang lahir dari bahasa Yunani Kuno, yakni “mimeme”, yang bermakna sesuatu yang menyerupai atau meniru, maka biasanya kreator Meme akan menciptakan visual dengan meniru karakter atau tokoh yang dikritik.
Persoalannya kini, kebebasan berekspresi di Indonesia masih memiliki banyak persoalan. Masih banyak pula yang cepat tersinggung dengan konten atau isi dari Meme yang beredar.
Salah satu contoh, Meme tentang Najwa Shihab. Meme itu menggambarkan situasi bahwa Najwa Shihab dilaporkan ke polisi karena melakukan wawancara pada kursi kosong di acara TV yang dikelola Najwa.
Meme ini sedang mengkritik pihak yang melaporkan Najwa dalam peristiwa wawancara kursi kosong itu. Kreator Meme menempatkan wajah Najwa yang dibumbui candaan berupa judul sebuah berita: “Wawancara Kursi Kosong, Najwa Shihab Dilaporkan ke Polisi”. Pada Meme itu juga digambarkan beberapa pria yang sedang tertawa untuk menambah kesan humornya dan tidak lupa pula dibubuhi kalimat “Ngakunya negara demokrasi, beda pendapat dikit langsung main lapor”.
Kreator Meme ingin melakukan kritik terhadap oknum-oknum tertentu dari kalangan politik dan pemerintahan, karena dianggap menghambat jalannya demokrasi. Kritik ini muncul karena realitanya, pelapor kasus wawancara kursi kosong itu diketahui adalah relawan salah satu tokoh politik di Indonesia.
Hadirnya Meme tentang Najwa Shihab itu sempat geger di kalangan publik hingga menimbulkan beragam pertanyaan yang tidak jarang pula menimbulkan kontroversi atau spekulasi berlebih.
Kubu kontra akan menilai bahwa pembuatan Meme tidak ada gunanya dalam proses demokrasi dan hanya akan melahirkan kebencian dalam tiap elemen masyarakat hingga menimbulkan perang saudara.
Memang hal itu benar, namun perlu digaris bawahi bahwa Meme adalah bentuk kebebasan berekspresi karena kritik atau saran terhadap segala fenomena yang terjadi tidak hanya dilakukan dalam acara TV, berita di koran atau media sosial, atau bahkan berita di radio. Justru Meme yang telah lama dicetuskan oleh ahli Biologi Richard Dawkins tahun 1976 ini adalah karya kreatif dari pecinta seni yang berpikir rasional dalam menciptakan karya yang bermakna bagi publik, bukan hanya sebuah candaan dan bahan tertawaan.
Kubu yang setuju terhadap pernyataan bahwa Meme dapat dikatakan sebagai media aspirasi kritik dalam kebebasan berekspresi tentunya memiliki pemikiran terbuka dan tidak kolot. Mereka akan menyadari sisi edukatif dari Meme dengan syarat yang ditampilkan adalah berdasarkan kaidah kritik yang benar.
Terkadang perihal karya Meme yang ditentang habis-habisan atau bahkan terancam dilaporkan ketika mengkritik seorang politikus atau regulasi pemerintah membuat masyarakat bingung karena kebebasan berekspresi adalah wujud dari demokrasi bangsa itu sendiri.
Jika proses demokrasi terhambat, maka tidak ada lagi yang namanya “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, padahal sudah jelas hal tersebut diatur di dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia pasal 19 yang secara eksplisit menyatakan bahwa setiap masyarakat memiliki kebebasan berpendapat
Citra demokrasi di Indonesia mesti dibangun agar ke depannya semakin membaik. Meme sebagai momentum dalam kritik sosial sudah seharusnya untuk dilindungi sesuai dengan hukum yang berlaku. Pihak yang disasar ada baiknya untuk bersikap rendah hati dan mampu dengan lapang dada menerima kritik yang juga bertujuan untuk memperbaiki kualitas dirinya sendiri.
Momentum itu seharusnya diberikan apresiasi karena aspirasi dari masyarakat kecil akan ditampung dalam sebuah karya dan jika sampai ke mata pejabat harapannya agar diberikan solusi terkait permasalahan yang ada.
Pembuat Meme tentunya juga tak bisa sembarangan. Ia harus mengetahui apa saja batasan yang menjadi landasan dalam penulisan konten atau isi dari karya yang dibuat. Masyarakat perlu mengetahui batasan ini, bukan berarti tidak diperbolehkan secara utuh untuk menyampaikan pendapat, namun tentunya hal ini bertujuan untuk menjaga perasaan instansi atau orang yang akan dikritik agar tidak merasa direndahkan maupun dijatuhkan oleh pihak manapun.
Hal ini sejalan dengan pasal 19 ayat 2 UUD No.12 Tahun 2005 perihal Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik yang mennyebutkan bahwa terdapat 2 batasan dalam kebebasan berekspresi yakni atas alasan keamanan nasional dan menghormati harga diri orang lain.
Adapun batas-batas yang mesti diperhatikan dalam melakukan kritik dalam Meme, antara lain tidak menyinggung sentimen SARA, tidak berisi hoax, dan mengutamakan kepentingan umum.
Sudah sepantasnya masyarakat khusunya kalangan muda mulai memahami dan merawat kebebasan berekspresi demi kemajuan bangsa dan negara, bukannya malah melarang-larang orang lain mengemukan aspirasinya, karena sikap apatis semacam itu justru bisa menjatuhkan bangsa sendiri. [T]