SENI BALIGRAFI termasuk membumi dan semakin diminati kalangan remaja di Bali. Hal itu tampak dalam Wimbakara (lomba) Baligrafi, Tingkat Provinsi Bali, serangkaian Bulan Bahasa Bali di Taman Budaya Provinsi Bali, Minggu, 19 Februari 2023.
Dari segi jumlah, lomba baligrafi untuk kalangan umum tahun ini melonjak. Kepesertaannya menembus 50 orang sedangkan yang hadir sebanyak 45 orang. Dari para peserta itu sebagian besar berasal dari kalangan remaja yang berasal dari sejumlah sekolah di Bali.
Kurator Bulan Bahasa Bali ke-5, Putu Eka Guna Yasa mengatakan antusias peserta tahun ini membuktikan seni baligrafi termasuk membumi. “ Baligrafi salah satu mata lomba menarik untuk dilombakan tingkat provinsi, karena memang mentranformasikan daya estetika dari aksara Bali,” ujar Guna Yasa, dosen Fakultas Ilmu Budaya Unud itu.
Ia menuturkan, jadi pemurtian bahasa Bali bentuknya adalah baligrafi. Baligrafi sendiri merupakan seni menulis indah menggunakan aksara Bali, dengan melihat antusias masyarakat melalui lomba ini sangat tinggi, terbukti pesertanya lebih dari 40, artinya baligrafi sudah termasuk membumi.
“Secara historis memang baligrafi baru berusia 10 tahun, tonggaknya dimulai tahun 2013, ketika digelar Balinese Language International Festival di Museum Gunarsa, Klungkung,” jelasnya.
Yang menarik, kata Guna Yasa, mereka mampu mengeksekusi tema bulan bahasa, mereka mengeksekusi wahana biota laut, ada kuda laut, penyu, gajah mina, naga, termasuk dewa baruna.
Dari segi bentuk berhasil diciptakan baligrafi yang sangat variarif, mulai dari dewata dari laut seperti baruna, flora fauna yang ada di laut, hal ini menunjukan kreativitas menggunakan aksara dalam baligrafi, sampai diinterpretasi peserta sangat luar biasa.
“Yang mengembirakan seni baligrafi ini sangat potensial di dunia kreatif, kita berharap para insan baligrafi ini bisa dikembangkan sehingga banyak desain menggunakan aksara Bali baik di stiker, sampul buku, baju kaos termasuk udeng. Sehingga aksara Bali mempunyai potensi dibidang ekonomi,” kata Guna Yasa.
Ia mengingatkan melalui lomba ini peserta diminta agar memperhatikan ketepatan pasang aksara Bahasa Bali betul betul-betul dikuasai generasi muda Bali.
Lomba baligrafi ini menghadirkan tiga orang juri, yakni Drs. I Wayan Gulendra, M.Sn, I Nyoman Wahyu Angga Budi Santosa dan Ni Wayan Sariani.
Selaku juri Ni Wayan Sariani mengatakan, secara umum karya-karya peserta tahun ini telah sesuai dengan tema. Namun, ia menilai dalam merangkai aksara baligrafi itu sarat mengandung makna filosofi, bagaimana bentuk aksara dalam merangkai aksara sesuai dengan pesan, pasang aksara serta keserasian.
“Contoh bentuknya ikan, tapi aksaranya sedikit tentu saja kurang harmoni, tapi melihat karya-karya saat ini, para peserta sudah meningkat dari tahun -tahun sebelumnya, dulu hanya pepolosan, sekarang mulai berkreasi bahkan sulit kita nilai yang mana harus kita pilih, karena mencari tiga pemenang saja,” ucapnya.
Juri lainya I Wayan Gulendra, menambahkan secara tema cukup bagus, yang perlu diperhatikan pengembangan kreativitas , mengolah aksara menjadi gambar , tidak saja menyurat aksara biasa, tetapi menyurat aksara menjadi sebuah motif, symbol tertentu dan memiliki makna filosofis.
Ni Nyoman Vrindavani Juara Satu
Dalam lomba itu, Ni Nyoman Vrindavani siswi SMA N 2 Denpasar dengan karya baligrafi berjudul ‘Gajah Mina’ berhasil mendapat juara satu.
Sedangkan juara kedua diraih I Putu Windu Juliana dan ditempat ketiga Komang Lanang Rama Semara.
Juri bersama para juara lomba baligrafi di Taan Budaya Provinsi Bali
“Saya tak nyangka dipanggil menjadi pemenang dan mendapat juara satu, karena melihat karya peserta yang lain banyak bagus-bagus, jadi kaget saja,” ucap Vrindavani.
Vrindavani mengaku, banyak belajar menulis baligrafi dari internet. Keuletannya membuahkan hasil, hingga mengikuti lomba tingkat Provinsi Bali. “ Saya banyak belajar dari internet, melihat karya-karya baligrafi yang sudah juara, saya pelajari dan berlatih terus, ” katanya. [T]