Dalam satu percakapan, mendiang sastrawan Budi Darma pernah mengatakan tentang kritikus baik dan kritikus baik-baik. Menurutnya kritikus baik sudah pasti baik-baik, tetapi sebaliknya kritikus baik-baik belum tentu baik. Saya ingin membuat perbandingan dengan dunia cerpen, setidaknya meneropong dari jendela kuratorial yang saya lakukan selama menjadi Redaktur Cerpen Kompas (2010-2022)
Cerpen baik, menurut logika Budi Darma tadi, adalah cerpen yang memenuhi standar kerja kurasi para kurator, sehingga layak untuk dimuat. Bahkan tak jarang cerpen baik bisa dikategorisasi sebagai cerpen istimewa.
Sedangkan cerpen baik-baik adalah cerpen yang patut dipertimbangkan sebagai cerpen yang layak muat. Cerpen baik-baik punya kelengkapan yang lumayan sehingga layak disebut sebagai sebuah cerpen, tetapi belum tentu dimuat.
Pertanyaannya, seperti apakah cerpen baik dan cerpen baik-baik itu, dalam pandangan kuratorial sebuah media massa, terutama media seperti Kompas?
Cerpen Baik
Cerpen baik sudah pasti memiliki kelengkapan anatomi yang utuh dan sudah pasti pula layak dimuat sebagai sajian di sebuah media massa. Umumnya, cerpen baik memiliki hal-hal sebagai berikut ini:
- Struktur cerita yang kokoh dan utuh
- Karakterisasi tokoh yang kuat
- Pengelolaan konflik yang tajam
- Penyajian suspense yang perlahan, tetapi menggores dalam
- Aliran plot yang secara perlahan menjawab seluruh penasaran kurator/pembaca
- Menyajikan surprise yang argumentatif
- Membungkus pesan dalam narasi yang impresif
- Mengolah bahasa secara kreatif, tetapi sederhana dalam tuturan
- Bila perlu memberi peluang bagi tafsir pembaca terhadap peristiwa nyata
Cerpen Baik-baik
Cerpen baik-baik adalah sejenis cerpen yang ditulis dengan kualitas standar. Tidak jelek, tetapi juga tidak bagus. Oleh sebab itu posisinya “dipertimbangkan” sebagai cerpen layak muat, bukan berarti sudah layak dimuat. Umumnya, cerpen baik-baik memiliki hal-hal sebagai berikut:
- Anatomi struktur cerita lengkap, tetapi tidak kokoh
- Karakterisasi yang longgar
- Konflik yang kurang terkelola secara baik
- Tidak menyajikan suspense sama sekali
- Aliran plot yang tersendat-sendat, terkadang mandeg di sana-sini karena terlalu banyak yang ingin diceritakan
- Sering kali tidak memiliki surprise, sehingga kurang mengesankan
- Tidak mampu membungkus pesan dalam narasi cerita yang baik
- Bahasa yang kurang kreatif, bukan tidak mungkin mudah ditemukan typo
- Hanya menyajikan cerita secara telanjang, sehingga tertutup kemungkinan ditafsir secara berbeda.
Hanya saja cerpen baik dan cerpen baik-baik, hampir selalu memiliki pembukaan cerita yang mampu memancing seorang kurator untuk meneruskan membacanya. Kedua cerpen ini sama-sama memiliki kemampuan bercerita (story telling) yang menjanjikan.
Celakanya, dalam tiga atau empat paragraf akan mulai terlihat bahwa cerpen baik-baik seperti ciri-ciri yang telah disebutkan tadi. Sering pula terlalu asyik bercerita tentang diri sendiri, mirip-mirip curhatan, lalu kelupaan memberi perspektif yang lebih membuka kemungkinan lahir sebagai cerpen baik.
Contoh Cerpen Baik:
Gulai Kam-bhing dan Ibu Rapilus
Cerpen: Ahmad Tohari
Orang yang gencar memanggil-manggil saya dari warung tenda seberang jalan ternyata Jubedi. Ah, Jubedi, sudah agak lama saya tidak bertemu. Dia teman lama yang setengah abad lalu duduk bersama di bangku SMP. Saya menyeberang jalan sambil menyipitkan mata karena matahari di timur bikin silau. Jabat tangan Jubedi erat dan hangat. Sama dengan saya ternyata rambut Jubedi sudah memutih. Tetapi tidak seperti saya yang kerempeng, badan Jubedi cukup gemuk, perutnya sedikit maju. Tak ada keriput di wajahnya.
Jubedi kelihatan segar dan bersemangat. Pada jam sepuluh pagi ini kulit wajahnya tampak berkilat oleh keringat yang mengandung lemak. Matanya berair dan bibirnya merah. Agaknya Jubedi sedang menahan rasa pedas. Dia duduk menghadapi sepiring nasi berkuah santan dan semangkuk gulai yang isinya tinggal setengah. Mangkuk yang satu sudah kosong. Katanya, itu mangkuk gulai kedua yang dia makan. tentu pedas karena banyak cabai mengembang di permukaan kuah…. (Kompas Minggu, 4 Desember 2016)
Lelaki Pamanggul Goni
Cerpen: Budi Darma
Setiap kali akan sembahyang, sebelum sempat menggelar sajadah untuk sembahyang, Karmain senantiasa ditarik oleh kekuatan luar biasa besar untuk mendekati jendela, membuka sedikit kordennya, dan mengintip ke bawah, ke jalan besar, dari apartemennya di lantai sembilan, untuk menyaksikan laki-laki pemanggul goni menembakkan matanya ke arah matanya.
Tidak tergantung apakah fajar, tengah hari, sore, senja, malam, ataupun selepas tengah malam, mata laki-laki pemanggul goni senantiasa menyala-nyala bagaikan mata kucing di malam hari, dan selalu memancarkan kehendak besar untuk menghancurkan.
Tubuh pria pemanggul goni tak besar, tak pula kecil, dan tak tinggi namun pula tak pendek, sementara goni yg dipanggulnya selamanya tampak berat, entah apa isinya. Pada waktu sepi, laki-laki pemanggul goni niscaya berdiri di tengah jalan, dan pada waktu jalan ramai, pasti laki-laki pemanggul goni berdiri di trotoir, tak jauh dari semak-semak, yang bila sepi dan angin sedang kencang selalu mengeluarkan bunyi-bunyian yang sangat menyayat hati… (Kompas Minggu, 2011)
Kunci Lain
Kuncul lain yang lebih spesifik untuk cerpen baik terletak pada bagian pembukanya. Ia selalu menawarkan banyak kemungkinan bagi kurator atau pembaca untuk terus mengikutinya. Sering kali bahkan karena membuka cerita dengan cara yang penuh teka-teki, berhasil memancing kurator untuk terus membacanya.
Contoh Pembuka Cerpen:
Jaket Merah Ayah
Setiap kali hendak berangkat ke tempat kerja, Ayah selalu berteriak meminta Ibu untuk mengambil jaket merah. Padahal ada beberapa jaket lain, yang jauh lebih utuh dibanding jaket merah itu. Selain warnanya sudah buram, di sana-sini juga sudah bolong dimakan usia. Jika Ibu mencoba menyodorkan jaket lain, Ayah marah dan berteriak-teriak memaki Ibu.
Sepeda Tua yang Teronggok di Samping Rumah
Setiap mendengar suara kayuhan sepeda dengan derit rantai dan putaran roda yang melindas jalan tanah becek di depan rumah kami, Kakek selalu bergegas ke luar. Tak jarang dengan tubuhnya yang menyusut dengan tulang-belulang yang menonjol di bagian kaki dan punggungnya, ia tertatih-tatih berlari. Ayah selalu melarangku untuk menghalangi Kakek setiap kali ingin memberinya kabar, bahwa yang lewat hanyalah Mbah Darmo. Itu tetangga kami yang tinggal di ujung kampung. Ia pasti baru saja pulang dari kebun pisangnya di berlokasi di desa tetangga.
- Catatan: Artikel ini disampaikan pada workshop penulisan cerpen yang diselenggarakan Alinea melalui aplikasi konferensi video zoom dan streaming di YouTube, Minggu, 12 Februari 2023.