DENPASAR | TATKALA.CO — Berkat kecermatannya meneliti foto-foto pada era Kolonial Hindia -Belanda tahun 1920 hingga 1930-an, I Made Bayu Pramana sukses mempertahankan disertasi dalam ujian terbuka Program Studi Seni, Program Doktor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Rabu, 22 November 2022.
Ia dinyatakan lulus. Dan kini gelar pada namanya bertambah menjadi Dr. I Made Bayu Pramana, S.Sn. M.Sn.
Meski begitu, sebut saja namanya Bayu, ia akan tetap tersenyum ramah. Bayu adalah dosen ISI Denpasar untuk ilmu fotografi. Ia tentu saja juga dikenal sebagai fotografer yang andal, sekaligus juga suka mengkoleksi foto-foto lama, termasuk foto pada era colonial Belanda.
Ia melakukan penelitian foto untuk disertasinya yang berjudul “ Fotografi Orientalistik Pariwisata Bali era Kolonial Hindia -Belanda 1920-1930-an.
Dan pada sidang ujian promosi doktor yang dipimpin Rektor ISI Denpasar Prof. DR. I Wayan Kun Adnyana, disertasinya diterima dan dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dengan IPK 3,95.
Dalam disertasinya, Bayu Pramana menyebutkan fotografi dikontruksi oleh pemerintah Belanda, sejak 1908. Dalam Fotografi Orientalistik ditemukan konstruksi bentuk secara imajiner yang diatur sesuai dengan kepentingan pemerintah Kolonial Hindia-Belanda untuk mempromosikan Bali sebagai daerah tujuan pariwisata.
Bali dipromosikan sebagai daerah tujuan pariwisata dalam rangka meningkatkan pendapatan devisa pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Melalui foto orientalistik, Bali menjadi daerah kunjungan wisata, yang berimplikasi pada ketergantungan Bali terhadap wisatawan Barat.
Fotografi Orientalistik Bali yang secara historis dan estetis, ditandai dengan potongan potongan ikonik dan peluang ideologis yang diatur sedemikian rupa oleh fotografer, yang menaturalisasikan dengan serangkaian mode representasi khusus.
Bayu yang merupakan suami dari Ni Putu Dian Kartika ini mengatakan, hasil dari konstruksi imajiner itu akan menampakkan hasil yang tampak natural, alami, seolah begitulah adanya. Namun sejatinya hampir keseluruhan proses visual dirancang dan diatur sedemikian rupa untuk merepresentasikan gagasan tertentu.
Menurut Bayu, visual fotografi Bali yang diungkapkan dengan gambar-gambar indah tidak seindah “surga dunia” yang ditawarkan dalam narasi pariwisata. Gambar-gambar perempuan Bali dengan pose telanjang dada sebagian besar merupakan rekayasa para juru potret.
“Dalam proses konstruksi fotografi orientalistik terjadi persilangan antara karakteristik budaya Bali dengan kepentingan-kepentingan rasionalistik pemerintah Kolonial Belanda yang dapat diwujudkan dalam berbagai konstruksi foto tentang aparatus kerajaan Bali, Kesenian Bali dan kegiatan masyarakat Bali,” kata Bay yang putra dari I Nyoman Suamba, dari Banjar Kedaton Kesiman itu.
Secara estetik, lanjut Bayu, fotografi orientalistik tidak hanya mengandung nilai keindahan dan nilai kenikmatan, tetapi fotografi orientalistik mempunyai tujuan untuk membangun, menggugah rasa ingin tahu para wisatawan Barat mengenai kultur dan struktur masyarakat Bali yang memiliki ke-khasan dan keunikan sendiri.
Berhasilnya meraih gelar doktor, Bayu merasakan seperti mimpi, dirinya tak pernah membayangkan bisa berdiri dan sekolah hingga S3.
“Perjuangan yang cukup melelahkan, selama 4 rahun ini dan berbagai kesibukan di prodi akhirnya bisa menyelesaikan progran ini,” kata ayah dari tiga anak itu.
Sementara itu Rektor ISI Prof. Kun Adnyana mengatakan merasa bangga dan selamat kepada Bayu yang kini resmi menyandang sebagai doktor.
“Saat membimbing Bayu, seperti menemukan partner baru, sahabat baru juga mendapat data otentik. Dia menemukan di jaman kolonial kehidupan orang Bali yang sederhana dan itu adalah konstrukti orientalistik,. Kita mendapatkan gambaran sesungguhnya. Pariwisata ini tak datang begitu saja tetapi ada banyak kepentingan di dalamnya,” kata Prof. Kun.
Ia menambahkan, dari fotografi menyumbangkan beberapa hal untuk fotogarfi yang sebelumnya tak kita lihat. selanjutnya, sumbangan terbesar risert Bayu ini merupakan keberanian untuk menjawab kejadian di tahun 29 – 30an dibangun atas hasrat pariwisata, tetapi ada hegomoni intervensi yang diatur oleh imajinasi orang barat.
”Sekali lagi selamat kepada Bayu dan keluarga,” kata Prof. Kun. [T]