Cedil dan Dadong Rerod dalam panggung pertunjukan nyata sudah banyak yang tahu. Namun, jika Cedil dan Dadong Rerod menjadi tokoh animasi dalam sebuah film, mungkin belum banyak yang menonton.
Dua tokoh itu ada dalam Film Animasi “Bondres Tata Titi” yang ditayangkan di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali serangkaian Festival Seni Bali Jani (FSBJ) IV, Kamis 13 Oktober 2022.
Film animasi ini digarap Yayasan Pustaka Visual Nusantara dengan sutradara Agung Sanjaya. Film ini sesungguhnya berisi pesan serius, yakni mengajak masyarakat Bali dari berbagai kalangan untuk ikut serta bersama pemerintah bergotong royong mewujudkan Bali Era Baru dengan panduan SE Gubernur No. 4 Tahun 2022.
Cedil seperti yang kita kenal adalah tokoh lawak di Bali. Demikian juga Dadong Rerod. Keduanya dikenal sangat lucu. Nah, karakter Cedil dan Dadong Rerod dalam kenyataan itu diadopsi dengan sangat persis. Karakter, kelucuan dan gaya lawakannya sama dengan ketika mereka main di panggung lawak. Yang membedakannya, di film mereka secara fisik berbentuk animasi, semacam kartun.
Dengan animasi, tentu sensasinya akan jadi berbeda. Terdapat sejumlah adegan yang tak bisa dilakukan dalam panggung kenyataan, dan hal-hal sulit itu diolah dalam adegan animasi. Karakter tokoh-tokohnya menjadi lebih sempurna, dan memberi kesan lebih lekat.
“Kami mencoba menampilkan tokoh itu dalam bentuk karakter animasi. Itu menariknya. Dengan gaya yang khas Cedil dan Dadong Rerod, penonton bisa terpikat lalu pesan bisa disampaikan,” kata Agung Sanjaya, sang sutradara..
Jika soal lucu, Cedil dan Dadong Rerod, tak perlu diragukan lagi. Namun soal memasukkan pesan-pesan dalam lawakan-lawakan mereka, tentu mereka perlu bantuan. Bantuannya, ya, itu tadi, kekuatan animasi.
Pesan danrenungan kehidupan untuk mewujudkan Tata Titi Bali dalam adegan-adegan film itu masuk secara halus. Penonton bisa tertawa, tanpa terasa mereka juga mengadopsi pesan-pesan.. Film itu terdiri dari 5 episode. Semuanya mengangkat cerita ringan, menarik dan penuh humor.
Film Animasi “Bondres Tata Titi” menyajikan 5 episode. Pertama, Danu Kerthi yang menceritakan tentang bagaimana masyarakat menjaga sumber mata air, seperti danau sungai dan sumber air lainnnya.
Berikutnya, episode sampah terkait dengan pengelolahan sampah berbasis sumber, lalu episode pembelajaran piranti upacara, selanjutnya tentang penggunaan potensi buah lokasl.
“Kelima episode ini, proses pembuatannya dilakukan di studio di Bali, sekitar 3 bulan dari pra produksi, mrekaman suara, dan pasca produksi,” katanya.
Agung Sanjaya berhadap, ke depan Bali menjadi pusat produksi animasi di Indonesia. Dan ia yakin hal itu akan terjadi.
“Bali memiliki potensi, punya sumber daya manusia dan memiliki alam yang mendukung serta memiliki hubungan internasional, sehingga etos kerja sangat memungkinkan,” katanya..
Melalui tayangan film animasi ini, diharapkan dapat mendidik generasi muda Bali memahami secara sistematis kearifan-kearifan lokal adi luhung, yang selama ini telah diwariskan oleh leluhur berupa tradisi, adat dan pitutur, sehingga warisan tersebut dapat dihayati dan dikembangkan sesuai dinamika zaman di mana generasi muda menjadi pelaku utamanya.
“Tujuannya untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai yang menjadi butir-butir Sad Kerthi, secara lebih terarah, sehingga setiap warga di Pulau Bali, tanpa pandang suku dan agama, mencintai budaya Bali yang pada gilirannya akan menjadi api semangat gotong royong menuju Bali Era Baru,” katanya.
Menurut Sanjaya, animasi sangat berkembang, dan menjadi tontonan menarik oleh seluruh lapisan masyarakat saat ini. Hanya saja di Indonesia kurang produksinya. Justru, di Bali sangat potensial yang mengerjakan produksi animasi hingga untuk luar negari, seperti Jepang, Taiwan dan negara lainnya.
“Produkai animasi orang Bali sudah diakui keberadaannya, baik ditingkat nasional dan internasional,” ujar Agung Sanjaya.[T][Ado/*]