30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Hardiman Selesaikan 120 Lukisan Saat Pandemi, Siap-siap Pameran Tunggal di Bandung

tatkalabytatkala
October 3, 2022
inPameran, Pilihan Editor
Hardiman Selesaikan 120 Lukisan Saat Pandemi, Siap-siap Pameran Tunggal di Bandung

Hardiman | Foto: Vincent Candra

Saat pandemi, dalam rentang 2019 hingga 2022 ini, Hardiman berhasil menyelesaikan 120 lukisan. Sungguh produktif.

“Lumayan produktif memang, karena selama pandemi semua dikerjakan di rumah. Ngajar online. Istirahat, lalu melukis,” kata Hardiman, Jumat 30 September 2022 di sela-sela persiapan menggelar pameran tunggal di Bandung.   

Ya. Hardiman akan menggelar pameran tunggal dengan tajuk “Harakat Warna Hardiman” di Griya Seni Popo Iskandar Bandung, Jawa barat. Pameran akan dibuka 19 Oktober dan berakhir 7 November 2022.

Dari 120 lukisan terbaru yang diselesaikan saat pandemi itu, hanya sebagian atau sebanyak 50 lukisan yang dipamerkan di Griya Seni Popo Iskandar itu. Kurator dalam pameran itu adalah Rizki A. Zaelani yang dikenal sebagai kurator Galeri Nasional.

Hardiman lahir 7 Mei 1957 di Garut, Jawa Barat. Lulusan Jurusan Pendidikan Seni Rupa IKIP (kini UPI) Bandung dan program Doktor (S3) Kajian Budaya Unud Denpasar. Ia menjadi staf Pengajar Program Studi Pendidikan Seni Rupa di Universitas Pendidikan Ganesha, Bali, dan pensiun 2022. Setelah pension rupanya ia punya banyak rencana, antara lain rencana pameran di sejumlah tempat, selain di Bandung.

Selain sebagai pelukis dan dosen, Hardiman juga dikenal sebagai penulis seni rupa dan kurator independen.  Tulisannya dipublikasikan di Kompas, Visual Art, Media Indonesia, Gatra, dan sejumlah jurnal.

Ia adalah salah seorang penulis buku Modern Indonesian Art: From Raden Saleh to the Present Day (2010), dan Wacana Khatulistiwa: Bunga Rampai Kuratorial Galeri Nasional Indonesia 1999-2011(2011).

Poster pameran di Bandung

Buku lain yang ditulisnya, Dialek Visual: Perbincangan Seni Rupa Bali dan Yang Lainnya (2017), Becoming: 20 Tahun Galang Kangin (2017), Perlawanan Tubuh Seksual Perempuan Perupa Bali (2020), Erotika dan Ideologi Patriarki: Sekumpulan Esai, Resensi dan Profil Seni Rupa (2021). Buku puisinya Yang Tujuh Ini dan Peta Lintas Batas.

Selain sebagai penulis dan kurator seni rupa, Hardiman pernah menekuni fotografi, teater, seni lukis, dan penulisan puisi. Pamerannya antara lain Pameran Seniman Muda Indonesia di TIM Jakarta, Pameran Berdua di Aliance Prancaise Bandung, dan Pameran Bertiga di Andi’s Gallery Jakarta.

Sebelumnya ia juga pernah Pameran Tunggal di Galeri Bandung, Jogya International Miniprint Biennale Jogyakarta, International Printmakin and Paper Art Jakarta, Pameran Bienale Manifesto, Galeri Nasional Indonesia, Pameran Bali Jani, dan lain-lain.

Karya drawingnya digunakan sebagai gambar sampul dan ilustrasi sejumlah buku sastra, sosial, dan politik oleh sejumlah  penerbit, beberapa buah dimuat di Kompas sebagai ilustrasi cerpen.

Hardiman menerima penghargaan Wijaya Kusuma dari Pemda Buleleng Bali sebagai pelukis, Penghargaan Widya Pataka dari Cubernur Bali sebagai penulis buku, Penghargaan Karya terbaik paper art dari International Printmaking and Peper Art Show (IPASS) Jakarta kategori paper art, dan menerima penghargaan Bali Jani Nugraha senagai kritikus seni rupa dari Gubernur Bali, 2022.

Jalak Bali

Sejak mukim di Bali, sekitar tahun 1980-an, Hardiman konsitsen melukis obyek jalak bali, salah satu jenis burung yang hidup di Taman Nasional Bali Barat,

Kenapa burung jalak bali?

“Setiap seniman mempunyai obsesi. Seniman selalu punya obsesi terhadap sesuatu atau apa yang dijadikannya sebagai karya seni. Saya terobsesi oleh jalak bali,” sahut Hardiman.

Tentu saja obsesinya itu punya riwayat. Dulu, sekitar tahun 1980-an, Hardiman terlibat dalam satu penelitian jalak bali di Pulau Menjangan, sebuah pulau di utara Bali bagian barat.

“Yang menarik dari jalak bali adalah ketakutan terhadap manusia. Ia mempunyai rasa curiga yang amat besar terhadap makhluk yang lain,” kata Hardiman.

Sejak itu ia punya obsesi untuk melukis jalak bali. Pada mulanya ia melukis jalak bali secara nyata, atak katakanlah secara realis. Ia menangkap dan melukis jalak bali itu dalam proporsi dan anatomi yang mendekati senyata-nyatanya jalak bali.

Namun, berangsur-angsur kemudian terjadi gubahan pada pencarian bentuk. Hardiman mencari bentuk dan kemudian menemukan  sari-patinya atau esensi dari perwujudan jalak bali itu.

Hardiman justru tidak mempersoalkan kemisterian jalak bali atau tidak mengungkapkan kecantikan jalak Bali. “Tetapi, saya malah menjadikan jalak bali sebagai titik berangkat untuk menuju ke persoalan visual.

Konsep Seni Modern

Nah, lukisan yang dipamerkan di Bandung kali ini juga masih menjadi bagian besar pencariannya terhadap obyek jalak bali yang ditekuninya sejak tahun 1980-am.

Dalam pameran kali ini, menurut Hardiman, ia ingin memperlihatkan karya terbarunya, dengan konsep yang masih lama. Yakni konsep seni modern.

“Seni modern itu kan percaya kepada aspek visual saja. Garis untuk garis. Bidang untuk bidang. Warna untuk warna. Kalau seni kontemporer, garis, bidang, warna dan seterusnya merupakan alat untuk mengatakan sesuatu,”  ujar Hardiman.

Studio sekaligus rumah Hardiman di Singaraja

Hardiman lebih lanjut meyakini bahwa garis, bidang, warna, ya untuk garis, bidang, dan warna saja. Dengan keyakinan seperti itu, Hardiman tetap menganggap dirinya sebagai penganut formalism, penganut modernism, penganut masa lalu, kuno. “Ya, seni rupa tahun 1970-1980-an,” katanya.

Hardiman mengatakan, paham seni rupa modernisme itu sampai sekarang masih dia anut. Walaupun dalam kritik seninya, Hardiman justru mengarahkan atau membongkar seniman dari aspek seni kontemporer.

“Tapi dalam praktik berkarya, saya tidak punya alat atau bahasa untuk mengatakan kekontemporeran saya. Jadi ketika saya menggambar warna, ya warna sebagai warna saja. Hijau sebagai hijau saja. Tidak dimaknai apa-apa. Merah ya merah saja. Jadi murni visual,” tegasnya.

Harakat Warna

Hardiman menjelaskan, dari 50 lukisan yang akan dipamerkan, tidak ada lukisan yang diistimewakan atau ditonjolkan. Semua karya sama saja. Tetapi, ia mengakui, ada karya tertentu yang pencapaian estetiknya melebihi yang lain.

Ada, misalnya lukisan yang mengalami proses lebih panjang dan berisi sejumlah temuan-temuan baru, antara lain dalam hal pengolahan warna, pengolahan tekstur, pengolah garis atau pengolahan bidang.

Dan tak pesan-pesan khusus yang ingin ia sampaikan dalam pameran itu. “Pesan visual saja,” kata Hardiman.

Artinya, kata dia, bahwa lukisan itu mengandung unsur visual. Garis, bidang, warna, tekstur. “Saya ingin mengapresiasikan empat unsur tadi kepada publik untuk dinikmati. Menikmati garis, menikmati bidang, menikmati tekstur dan menikmati warna,” kata Hardiman.

Dari empat unsur visual itu, Hardiman mengakui pada pameran kali ini ada penonjolan di bidang warna. Karena itulah pameran ini bertajuk “Harakat Warna Hardiman”.

Karya Hardiman

Kurator pameran, Rizki A. Zaelani atau Kiki, setelah melihat-lihatnya lukisan Hardiman, mengatakan, bahwa dalam hal mengembangkan warna, Hardiman sudah sampai pada tingkat harakat. Harakat warna.

“Hijau misalnya, dikasih warna apa lagi akan menjadi hijau yang lain. Dikasih warna lain menjadi hijau yang berbeda lagi. Jadi saya dalam hal warna mengolahnya menjadi harakat,” kata Hardiman.

Atau dalam istilah kritikus seni dari Perancis, Jean Couteau, Hardiman merupakan seniman colourist. Pandai memainkan warna.

Hardiman juga mengaku, dalam melukis, betul-betul murni menyampaikan pesan visual. Tidak seperti pelukis kontemporer yang dalam karya-karya berisi pesan politik, pesan sosial. Karya-karya pelukis kontemporer diberi muatan.

“Jadi saya itu seperti Sutardji Calsum Bachri di puisi. Ia mengembalikan kata pada kata. Tidak ada makna di balik kata itu. Misalnya puisinya Pat Pit Put. Tidak ada makna apa-apa,” jelasnya.

Kenapa tidak tertarik memberi muatan dalam karya-karyanya? Menurut pelukis yang telah menerbitkan sejumlah buku ini, bahasanya untuk seni lukis tidak sampai untuk memberi muatan.

“Kalau drawing (gambar) atau grafis atau fotografi itu nyampe. Ada pesan. Tapi untuk lukis, saya tidak sanggup. Saya pernah mencoba, tapi tidak bagus ungkapannya. Verbal sekali. Terlalu murah jadinya. Jadi, ya sudah, saya kembalikan ke hakikat seni lukis tadi,” katanya.

Selain itu, kata dia, bagi penganut prinsip seni modern, muatan itu mengotori seni. “Saya seorang modernis. Modernis total,” tegasnya.

Kenapa memilih pameran tunggal di Bandung? Hardiman mengatakan, dirinya pertama kali melukis ya di kota kembang tersebut, kemudian menyerap dialek Bandung. Menurutnya, pada tahun 70-an akhir hingga pertengahan 80-an, ia tinggal dan studi di IKIP Bandung (UPI sekarang). Lingkungan Bandung ini sangat mengepung pilihan bahasa visual Hardiman.

“Itulah dialek Bandung yang saya rasakan dari guru saya Popo Iskandar, Oho Garha,Hidayat, Nanna Banna, dan Bambang Sapto. Juga dari lingkungan Bandung lainnya seperti Ahmad Sadali, AD Pirous, Syamsudin Bimbo, Ummi Dahlan, Heyi Mamun, dan lain-lain,” katanya.

Seni rupa Bandung tahun 70, 80-an itu bagi Hardiman adalah dialek visual yang menurunkan ikon-ikonnya dalam daya serap visualnya. Karena itulah lukisan bagi Hardiman adalah persoalan visual belaka. Hal lain di luar itu hanyalan bumbu yang menghilangkan unsur pokok.

“Saya mungkin seorang formalis yang hanya percaya pada persoalan visual saja. Tak masalah bagi saya. Ini mungkin masa lalu dalam konsep seni rupa kontemporer. Tak masalah. Bukankah prinsip “apapun boleh” dalam seni rupa kontemporer yang artinya formalis pun boleh?” ujarnya.

Menurut Hardiman, kali ini ia menggelar pameran tunggal di Badung ingin memperlihatkan, apakah dirinya punya ideolek. Apa hanya pemakai dialek Bandung saja. “Tapi saya yakin saya punya idiolek,” tambahnya.

Karya Hardiman

Hardiman yakin ia punya idiolek yang khas dirinya. Terutama dalam hal warna. Warna tidak ditemukan di pelukis lain di Badung. Karena itu, kata dia, perlu semacam pertunjukan kepada publik Bandung bahwa ia adalah pelukis yang mengembangkan ke-Bandung-annya di Bali dan menemukan idioleknya sendiri.

Ketika Hardiman masih di Bandung, ia mengaku tidak tertarik mempersoalkan warna. Tekstur juga tidak. Lukisan ya lukisan saja. Tekanannya tidak penting, pokoknya lukisan.

Tapi setelah di Bali, karena ia bergaul secara budaya di Bali, melihat kuliner Bali, melihat fashion Bali, pakaian Bali, itu semuanya warna full. Dan tidak harus harmonis. Bisa disharmonis. Komplementer. Bisa tabrakan. “Itu mempengaruhi pikiran saya tentang warna,” kata Hardiman. [T]Ado/*]

Harakat Warna Hardiman
Tags: bandungHardimanPameran Seni RupaSeni Rupa
Previous Post

Monyet Pintar Karena Pandai Panjat Pohon | Apakah Ikan Bodoh Karena Tak Bisa Memanjat?

Next Post

Alih Aksara dan Alih Bahasa Jejak Ki Pasek Badeg dalam Naskah Lontar

tatkala

tatkala

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

Next Post
Alih Aksara dan Alih Bahasa Jejak Ki Pasek Badeg dalam Naskah Lontar

Alih Aksara dan Alih Bahasa Jejak Ki Pasek Badeg dalam Naskah Lontar

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co