Setelah tali pusat putus, maka plasenta atau ari-ari pada bayi yang baru lahir akan mendapatkan perlakuan yang tentunya sangat berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.
Perlakuan plasenta sejatinya di daerah mana saja memiliki makna luhur, di mana hal itu sebuah proses penghargaan terhadap nilai dari plasenta, yang diyakini sebagai saudara kandung dari sang bayi. Plasenta memiliki fungsi sangat penting, mulai dari memberi nutrisi kepada bayi, menjaga bayi hingga mengantarkan bayi itu lahir ke dunia.
Saat sudah putus tali pusatnya baik karena dipotong atau karena putus secara alami (lotus birth), sebagai bentuk ungkapan terima kasih maka plasenta akan mendapatkan perlakuan yang istimewa sesuai dengan budaya dan keyakinan masyarakat setempat.
Masyarakat Indonesia memiliki budaya dan tradisi sendiri tentang proses perawatan plasenta. Perlakuan istimewa terhadap plasenta di berbagai daerah seperti di Bali, Jawa, dan NTT, menunjukkan bahwa adanya keinginan dari orang tua atau keluarga agar bayi tumbuh dan berkembang secara baik. Sehat secara lahir (fisik) dan batin (psichis) dan bahkan memiliki dasar spiritualitas yang benar menurut keyakinan dan kepercayaan di daerah tempat sang bayi lahir.
Begitu pun pada budaya Hindu Bali. Orang tua atau keluarga memperlakukan plasenta setelah putus merupakan hal penting, terutama secara sosiokultural. Masyarakat Hindu Bali pada umumnya akan melakukan prosedur ritual dalam memperlakukan plasenta yang sudah putus.
Dari awal saat plasenta sudah putus, maka sebaiknya yang membersihkan plasenta adalah ayah sang bayi. Saat membersikan atau mencuci plasenta, maka ayah sang bayi dilarang keras menoleh ke kiri ke kanan atau ke berbagai arah lain.
Ayah bayi itu harus fokus dengan mata berbinar penuh rasa haru dan rasa bangga, bahagia mencuci-menyucikan plasenta dari buah hatinya sambil mengucapkan doa “Om awiganm astu namo sidam, om idah ta kita kamu Sang Hyang Pangrakan jiwa, ngarasta ring buana kabeh, kita bayu, kita sabda, kita idep, wahana aku kasidianing Bhatara, anugrahang dirgayusan” (Rontal Kanda Empat Rare: paos 35.B).
Proses selanjutnya meletakkan plasenta dalam daksina (kelapa) yang dipotong proporsional antara bagian bawah dan atas. Proporsi seimbang dari potongan kelapa ini menyimbulkan sebuah harapan agar anak ini kelak bisa berprilaku adil, dan bisa menerima kehidupan dengan keseimbangan, sadar dan menyadari adanya hukum rwa bhineda dalam kehidupan.
Plasenta yang sudah ditaruh dalam kelapa, dilanjutkan dengan mendandani atau menghias daksina dengan kain putih kuning. Maknanya putih adalah kesucian dan warna kuning bermakna kemakmuran, dengan harapan agar bayi kelak selalu menjunjung tinggi kesucian dan memperoleh kemakmuran.
Plasenta di dalam daksina yang sudah dihias selanjutnya diletakkan dalam miniatur rumah yang terbuat dari daun rontal berwarna kuning, dan diselipkan kalimat suci sastra Bali berbahasa sansekerta yang bermakna puji-pujian dan doa memohon kedirgayusan sang bayi dalam kehidupannya. Di dalam miniatur “rumah emas” diisi duri, daging cerken, sedah selasih, pala cengkeh dan sebagainya sebagai usada agar bayi sehat walafiat.
Selanjutnya ditanam di halaman rumah depan pintu kamar, sebelah kanan untuk bayi laki-laki dan sebelah kiri untuk bayi perempuan. Dan gundukan itu ditaburi tujuh kembang warna-warni yang menebar keharuman dengan makna agar kehidupan bayi penuh warna dan mampu mengharumkan nama keluarga.
Di atas gundukan diletakkan batu sungai (batu bulitan) yang berwarna hitam yang memiliki makna agar bayi dalam hidupnya kelak memiliki prinsip seteguh dan sekuat batu, tidak mudah goyah oleh godaan dan cobaan dalam hidupnya.
Kemudian gundukan itu ditutup dengan keranjang yang diisi lampu sentir yang pada malam hari dinyalakan dengan sumbu direndam dalam minyak kelapa.
Simbolisasi keranjang adalah bermakna agar kebaikan datang dari segala penjuru, dan penerangan dengan lampu sentir bermakna agar bayi dalam kehidupannya diberikan sinar suci dalam melangkah, sehingga tidak salah jalan.
BACA JUGA:
- Ternyata Stres Berguna Juga
- Berpikir Positif, Awal dari Segala Hal Baik
- Biarkan Bayi Memilih Hari Kelahirannya Sendiri
Dan terakhir di atas gundukan itu ditancapkan sanggah cukcuk untuk tempat melakukan sarana persembahan yadnya setiap hari selama 42 hari.
Tahapan tahapan perlakuan plasenta dari awal putus, adalah merupaka perlakuan istimewa yang diberikan terhadap plasenta yang merupakan saudara kandung bayi, yang memiliki jasa yang sangat besar terhadap kelangsungan hidup bayi selama dalam kandungan.
Dan diyakini pula dengan memberikan perlakuan yang baik sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan kita, maka bayi dalam kehidupannya ke depan akan baik.
Perlakuan terhadap plasenta ini merupakan salah satu kearifan lokal yang kita miliki yang sarat dengan pesan dan makna. [T]