I Wayan Lotring (1898-1983) adalah seorang penari, musisi, dan komposer andal dari Kuta, Bali. Ia dikenal sebagai seniman pembaru gamelan Bali. Karyanya bukan semata sebuah persembahan untuk memaknai upacara atau ritual-ritual tertentu, melainkan juga sebuah proses penciptaan dan penemuan diri yang menandai hadirnya ke-modern-an pada sekira tahun 1915-an di Bali.
Nah, karya-karya gending Wayan Lotring diperdengarkan dalam ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali, Jumat (24/6/2022).
Adalah Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana, Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, yang melakukan rekonstruksi terhadap gending-gending pelegongan karya sang maestro dan disajikan kepada penonton yang mendengarkan dengan suntuk di Kalangan Angsoka.
Gending-gending yang dibawakan sekaa gong dari Munggu itu seakan menjadi obat rindu merayakan kejayaan seni pelegongan tempo dulu. Meski hasil rekonstruksi, roh gending Lotring masih terasa kental, sehingga penonton khususnya yang gemar mendengarkan gending-gending pelegongan merasa terpesona yang seakan membawa mereka melayang ke tahun 1915-an.
Satu-persatu gending itu dipersmbahkan dengan permainan dan teknik menabuh yang tinggi. Maka, sekecil apapun yang ada dari gending Lotring, rasanya tidak ada yang tertinggal. Semuanya hampir sempurna, maka itu semua yang menyaksikan merasa senang.
Foto: Sekaa Gong Mangu Puspa Kencana, Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung
Pembina tabuh, I Nyoman Sudiartana (50 tahun) mengatakan, rekonstruksi gending itu tidak ada yang merubah ataupun meninggalkan yang esensi.Tiga gending dijadikan satu, seperti gending Gambang Kuta, Selendro dan Sekar Gendot menjadi satu bagian lagu, namun mencarikan inspirasi dari maestro Pekak Lotring dengan judul “Sekar Segara Lotring”.
“Disitu, juga ada gending lain, seperti Simbar Solo. Sesungguhnya gending Solo dengan gending Simbar itu berbeda, namun kali ini diajadikab satu, namau tidak mengurangi kekhasan dari gending itu,” ucapnya.
Kalau gending Petegak Gayung itu memang Gending Petegak khusus tidak ada rekonstruksi. Kalaupun ada, itu hanya pada otek-otekannya saja. Sementara Legong Semarandana merupakan suatu Legong yang memang diciptakan Maestro Wayan Lotring yang sampai sekarang sering digunakan oleh sekaa-sekaa pelegongan di Bali. “Kami mulai merekostruksi mulai 28 Maret 2022. Sementara konseptornya sudah berlangsung sejak Pebruari 2022,” sebut pria asal Banjar Tegal Kuta itu.
Gending-gending ini sesungguhnya sudah lama, tetapi sangat jarang bermunculan di Badung khususnya. Tetapi, kalau di kaset-kaset yang ada di darerah Gianyar, tetapi beda cara pementasannya.
“Maka itu, saya mencoba mencari dan menggali gending-gending Maestro Lotring supaya bisa dilestarikan dan bisa dinikmati oleh pecinta gamelan pelegongan. “Jujur, rekonstruksi mulai dilakukan tahun ini, karena gamelan pelegongan di Desa Munggu atau pembentukan gamelan pelegongan itu sekitar setahun lalu, sehingga kami mulai bisa erkarya setelah terbentuknya sekaa gamelan pelegongan itu.
Sejak memiliki baruungan gamelan pelegongan dibarengi dengan terbentuknya sekaa, maka kreatifitas dari pada sekaa-sekaa mencari gending-gending pekak Lotring. Tujuannya, karena ingin menampilkan sesuatu yang bisa dinikamati oleh penikmat seni pelegongan khususnya, dan bagi penghobi gending-gending Pekak Lotring umumnya.
“Boleh dibilang, waktu rekonstruksi tergolong cepat, tetapi sebelumnya sudah sering mementaskan, bahaan dipakai pada upacara adat. Sekarang ini hanya penyempurnaan gending-gending itu agar lebih maksimal,” aku Sudiarta polos.
Prosesnya juga tidak terlalu banyak kendala, sebab Sudiarta sendiri kebetulan asli Kuta, dan juga sebagai cucu dari sepupu Lotring. Ia sendiri telah berkecimpung musik gamelan sejak SD. Setelah mendengan gendiung itu, lalu mencoba mencari informasi kepada penabuh yang tua. Karena suba menjadi kebiasaan, maka menjadi biasa membawakan gending-gending pelegongan tersebut bersama Sekaa Mangu Kencana Puspa ini,” sebutnya.
Menurut Sudiarta, tujuan rekonstruksi ini untuk melestarikan karya-karya Pekak Lotring karena beliau sebagai Mpu pelegongan di Bali, bahkan kini sudah menjadi mulik dunia. “Artinya gending-gending yang pelegongan yang diciptakan 1915 sampai sekarang mendumental. Di sini cikal bakal tumbuhnya gending-gending kebyar,” pungkasnya.
Siapa Wayan Lotring?
Ditampilkannya hasil rekonstruksi gending-gending Lotring ini merupakan sebuah persembahan dan sebuah penghargaan serta penghormatan mendalam kepada Lotring, seorang maestro gamelan yang karya-karyanya terbilang immortal.
Lotring, sebuah fenomena, seorang seniman pelopor yang memberi sentuhan personal pada keberadaan seni gamelan Bali.
Ia berkawan dekat dengan Colin McPhee, musikus kelahiran Kanada yang residensi di Bali serangkaian upaya eksplorasi kesenian yang dilakukannya. Dalam diri seniman kreatif seperti Lotring, sebenarnya terjadi proses “transmedium”, bahwa unsur musik asing tidak dapat dihindari dan hal itu telah dan akan menjadi bagian yang menyatu dengan gaya pribadinya.
Suara-suara yang timbul dari peristiwa alam dan lingkungan sekitar juga tidak luput dari perhatiannya. Didalam perwujudannya tidak ditiru secara wantah, itulah prinsip karawitan tradisi tulen, dimana suara sebagai prinsip garapan medium.
Dari pergumulan kreatif Lotring itulah lahir gending palegongan Layar Samah, yang mengimajikan kemilau hamparan beraneka (samah) layar jukung di pantai. Namun belakangan orang lebih suka menyebut gending monumental ciptaan Lotring itu dengan Liar Samas, yang berarti 2.400 uang kepeng. Dia kerap memetik inspirasi dari irama hidup sehari-hari. Manakala menyaksikan ikan hiu berlompatan di tengah samudra lepas, dia kemudian melahirkan gending Jagul.
Ketika hatinya terusik melihat lelaki uzur berjalan terhuyunghuyung, pelatuk kreatifnya terpantik, menjadikan gending Kompyang. namun sepulang dari Solo dia malah terkenang-kenang pada gaya menabuh Jawa di Keraton Mangkunegaran di Surakarta (Solo) Jawa, lalu lahirlah Gonténg. Jawa/Solo, dan arti asli gonténg yang dimaksud tidak jelas. Ini bisa berarti ‘kutipan’ dalam beberapa cara, tetapi lebih mungkin permainan kata-kata oleh komposer, mungkin mengacu pada ‘jam musik’ loncéng.
Salah satu aspek sensibilitas modernistik Lotring adalah menggabungkan dan menafsirkan kembali elemen-elemen dari genre lama. Beberapa contoh penggunaan aransemen dan melodi tertentu dalam menciptakan karya baru, adalah: Gambangan (Pelugon). Secara melodis, karya ini didasarkan pada dua frasa dari Pelugon asli, dimainkan dalam gaya sinkop tradisional saron [gangsa] gambang. Motif yang paling mencolok adalah susunan frasa 5 + 3. Bentuk kotekan yang sama sekali baru, yang diilhami oleh metode figurasi yang digunakan dalam ansambel gambang, menjiwai keseluruhan komposisi. Ciri khas komposisi ini adalah frekuensi nada jegogan, yang muncul dengan setiap nada pokok.
Sekar gendot sebuah komposisi instrumental dari gamelan gender wayang, memberikan contoh penting kutipan dari repertoar lain dalam karya Lotring. Lotring telah menyumbangkan karya bernama sekar gendot ke dalam repertoar pelengongan pada tahun 1920-an. Pada bagian sekar gendot yang paling banyak dikutip, jublag dan jegogan mengulang ostinato dua nada sementara gangsa membuat pola elaborasi pusaran di atasnya. Dengan melodi yang diperluas dengan ukuran dan bentuk yang tidak beraturan, dielaborasi dengan lebih rumit.
Contoh yang lain diantaranya; selendro, simbar yang dimaknai sebagai usaha untuk menggabungkan dan menafsirkan kembali elemen-elemen dari genre lama. Lotring memang seorang maestro yang karya-karyanya menginspirasi hingga kini. Sedini masa itu, secara terbuka ia menyatakan dirinya sebagai seorang komposer layaknya sahabatnya, Colin McPhee. Ia adalah sosok seniman yang memperkenalkan ragam gamelan palegongan, yang kelak dikenal begitu masyhur di Bali. [T][Ado/*]