10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

BATAS USIA DIKSA MENURUT PHDI & RSI SASANA CATUR YUGA

Sugi LanusbySugi Lanus
May 19, 2022
inEsai
HINDU & KEJAWEN BERHALA?
  • Catatan Harian Sugi Lanus, 19 Mei 2022
  • 1. “Negara akan kacau jika sasana sulinggih tidak ditegakkan. Masyarakat akan saling hujat dan kisruh jika regulasi kepanditaan tidak ditegakkan” — demikian ancaman yang secara tegas disebutkan dalam lontar RSI SASANA CATUR YUGA.

    Bisa dipastikan Sebagian besar sulinggih Parisada sebelum tahun 1990-an masih membaca langsung berbagai lontar-lontar pedoman DIKSA, sehingga sangat hati-hati dalam membahas DIKSA — silahkan baca arsip-arsip hasil paruman Sabha Pandita sebelum tahun 1990 terkait diksa.

    Setelah melalui diskusi yang sangat serius, dengan berbagai pertimbangan, Parisada akhirnya memutuskan batas bawah usia diksa. Hal ini tersurat dalam Keputusan Seminar Kesatuan tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu  yang ke 14 tahun 1986/1987 tentang pedoman Diksa yang mana menetapkan bahwa: Umur minimal untuk didiksa adalah 40 tahun.

    Dalam Keputusan ini juga disebutkan syarat Nabe dan syarat Madiksa:

    A. Syarat-syarat Nabe

    1.       Seseorang selalu dalam bersih dan sehat, baik lahir maupun batin;

    2.       Mampu melepaskan diri dari ikatan keduniawian;

    3.       Tenang dan bijaksana;

    4.       Selalu berpedoman kepada kitab suci Weda;

    5.       Paham dan mengerti tentang Catur Weda;

    6.       Mampu membaca Sruti dan Smerti;

    7.       Teguh melaksanakan Dharma-sadhana (Sering berbuat amal jasa dan kebajikan);

    8.       Teguh melaksanakan tapa dan brata.

    B. Syarat-syarat Madiksa

    1.       Laki-laki yang sudah kawin dan yang nyukla brahmacari.

    2.       Wanita yang sudah kawin dan yang tidak kawin (Kanya)

    3.       Pasangan suami istri

    4.       Umur minimal 40 tahun

    5.       Paham dalam Bahasa Kawi, Sanskerta, memiliki pengetahuan umum, pendalaman inti sari ajaran-ajaran agama

    6.       Sehat lahir batin dan berbudi luhur  sesuai dengan sesana

    7.       Berkelakuan baik, tidak pernah tersangkut perkara pidana

    8.       Mendapatkan tanda kesediaan dari pendeta  calon nabenya  yang akan menyucikan

    9.       Sebaiknya tidak terikat  akan pekerjaan sebagai pegawai negei ataupun swasta kecuali  bertugas  untuk hal keagamaan.

    2. Bukan hanya usia minimal 40 tahun yang menjadi syaratnya, tetapi seorang calon sulinggih dituntut paham Bahasa Kawi dan Sanskerta, serta pengetahuan agama yang memadai. Keputusan ini menjadi sesuluh jelas bahwa kepanditaan atau kesulinggihan Hindu di Indonesia memakai pedoman puja berdasarkan naskah-naskah berbahasa Kawi (Jawa Kuno) dan Sanskerta. Pun Sang Nabe disebutkan harus tegak lurus berpedoman pada Catur Weda, mampu membaca Sruti dan Smerti, dan seterusnya.

    Batas usia dan kelayakan calon sulinggih, serta kelayakan seseorang menjadi Nabe sering menjadi sumber perdebatan di kalangan umat Hindu di Indonesia. Wajar, apa mau dikata, karena Keputusan Seminar Kesatuan tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu hampir bisa dikatakan tidak disebarkan atau disiarkan dalam sosialisasi-sosialisasi parisada ke masyarakat secara luas. Umat pun sering terjebak dalam debat kusir tanpa dasar pijakan. Ini akibat tidak mendapat pencerahan dan karena terjadi pembiaran, Keputusan Seminar Kesatuan tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu yang telah memutuskan topik atau isu terkait tidak disebarkan. Memang sangat disayangkan hasil kerja para sulinggih yang tergabung dalam Sabha Pandita sebelum tahun 1990an, yang telah menghasilkan banyak panduan yang bisa menjadi panduan atau koridor dalam menjalani kehidupan beragama Hindu di Indonesia, seakan menjadi sia-sia belaka, menjadi sebatas arsip mati berdebu di beberapa perpustakaan yang masih menyimpannya — PHDI sendiri tidak memiliki pusat arsip yang terintegrasi secara offline dan online yang bisa diakses umat.

    3. Jika kita rujuk lontar RSI SASANA CATUR YUGA, umur minimal yang diputuskan oleh Keputusan PHDI ini sebenarnya masih jauh di bawah ketentuan SASANA SULINGIH.

    Lontar RSI SASANA CATUR YUGA yang dipakai secara tradisional sebagai acuan dari persyaratan umur dan ujian kemampuan dasar dari seorang calon sulinggih menyebutkan: Usia minimal calon sulinggih adalah 50 tahun. Inipun dengan syarat bahwa kalau calon sulinggih adalah keturunan langsung dari sulinggih (orang tuanya sulinggih). Jika calon sulinggih tidak lahir dari orang tua atau cucu sulinggih, maka: Harus menunggu sampai usia 60 tahun.

    Kutipan  RSI SASANA CATUR YUGA yang menyebutkan usai minimal adalah 50 tahun bagi putra-putri sulinggih, dan 60 tahun bagi mereka yang orang tuanya bukan sulinggih, sebagai berikut:

    Nihan pih, ayogya juga sira lumekas, na ngera juga saka reng reng yadyastun huwus amenaka pageh sila mwang winaya Sang Sadhaka, nguniweh samaptaha ring kriyanira tuwi, ndan aywa juga gya mekas, ayusyanira herakena, delenwamning wayah Sang Sadhaka mwang wreddhaning wasahnira, sangksepanya. Aywa Sang Sadhaka lumekas kretthadiksita, duganwam tuhu anakbinira, basana nemu wighnaning lumekas kretthadiksita, mon sira ta pwan panitaha ri samangka.

    Kuneng ing deya niran pangantya, yan sampun wreddhanggawayawanira lumakas. Kuneng ingananing yusanira, mon Sadhaka wetbetning kretthadiksita, putra potraka pinaka nggehnira, yapwan genep limang puluh tahun inganing wayah tuwuhnira, yogya lumekasa kretthadiksita. Kuneng yan tan wasaning kretthadiksita, ahing anem ang puluh tahun dawaning tuwuhnira yogya sira lumekasa krettha, aywasangksepanya. Aywa Sang Sadhaka lumekas kretthadiksita, mon lagi yowana anakbinira, aywa lumeksas krettha diksita mon strinira maren rajaswala, yan sampun telas watwa kalih lumekasira dumiksa, nahan inganing walaniran lumaksana kretthadiksita.

    Ri huwusning prapta wayah Sang Sadheka, angenep tahuning tuwuhnira, irika ta sira lumekasa kretthadiksita, aywa sangsaya, parekena tang pudgala tang sinamba diksan, manganakena ta sira diksopara, magawaya dewa greha, kundha, standhila, maparekena siwopakarana, lwirnya, bhasma, ganitri, goduha, kundhala, wulangulu, Brahmasutro, ambulunggan, pawahan, camara, arkka, tripadhasangka, yanta, jayaganti. Ika ta kabeh siwopakarana, anung dreweya Sang Sadhaka, telas masenana pweka kabeh, parekakena tangsisya, kamena sang- skaran, ndan umera ta Mpu sakareng. Ikang wwang masenana gawayen pudghala pilihana rumuhun aywa bhang-bhang sisya, aywa wawang winikwan, kuneng deya Sang Sadhaka dumela lwira ning yogya simsya nihan.

    Terjemahannya:

    Jangan juga cepat-cepat mengangkat seseorang dengan upacara pediksan. Sekalipun telah diadakan ujian-ujian dan pelatihan-pelatihan, percobaan-percobaan, dan telah banyak belajar, pageh sila mwang winaya (telah kokoh susila dan kuat inisiatif kependetaan), harus tunggu batas umurnya yang memungkinkan, perhitungkan kemudaannya, kelanjutan usianya dengan jelas. Jangan Sang Sadaka cepat-cepat melakukan padiksan, bilamana istrinya masih berumur muda-remaja akan berakibat sia-sia upacara pawisudan itu, karena belum menepati syarat sebagai dimaksud.

    Sebaiknya diadakan cara sebijaksana mungkin dalam kepemudaannya hingga menunggu sampai umurnya cukup didiksa. Ukuran umur yang betul jika calon pendeta berasal dari keturunan pendeta suci, masih tergolang putra atau cucu pendeta, jika berumur sudah mencapai lima puluh (50) tahun, patut diberikan pawisudan (DIKSA). Akan tetapi bila tidak keturunan dari orang suci setelah mencapai umur enam puluh (60) tahun patut padiksan. Tiada ada syarat lain. Jangan kamu memberikan pewisudan, jika istrinya masih berumur muda.

    Jangan memberikan pawisudan (padiksan) jika istrinya belum terhenti menstruasi. Bila sudah kedua-duanya umur tua, baru boleh didiksa. Demikian ancer-ancer permulaan memberikan pawisudan (pengangkatan, pengesahan menjadi pendeta Lokapala-sraya). Jika sudah cukup usia Sang Sadaka, pada waktu itu boleh kamu memberikan pawisudan, jangan ragu-ragu, siapkan alat- alat padiksan serta alat-alat pemujaaa Berikan upasaksi padiksan, membuat tempat pemujaan Dewa menyalahkan api, seperti: basma, ganitri, kalung. geduka, kuadala (anting-anting), wulangulu, Brahmasutra, ambulungan, pawahan, cemara. arka, tripada sangka, yanta, jayaganti. Itu semua alat-alat Siwo-pakarana yang patut dipakai Pendeta. Setelah siap semua, sampaikan calon Pendeta itu mulai. Juga patut diberikan tuntunan sementara. Garis dasar orang yang akan diwisuda diberikan padiksan seleksi terlebih dahulu. Jangan siswa hiasan, jangan cepat-cepat di angkat Wiku, patut diusahakan pemujaan segala kemungkinan-kemungkinannya. Yang patut diterima menjadi siswa (calon Pendeta) sebagai dibawah ini…

    4. Situasi dan usia istri menjadi faktor penentu dalam diksa secara tradisional: Jika belum BAKI, tidak bisa menjalani DIKSA.

    Kenapa harus menunggu BAKI?

    BAKI adalah sebutan untuk perempuan yang telah berhenti menstruasi secara alami karena faktor usia.

    Dalam RSI SASANA CATUR YUGA jelas disebutkan: Jika istri calon sulinggih masih muda, jika belum BAKI, maka secara tradisional tidak bisa didiksa. Dikatakan DIKSA SIA-SIA kalau usia istri masih belia (duganwam tuhu anakbinira, basana nemu wighnaning lumekas kretthadiksita, mon sira ta pwan panitaha ri samangka).

    Di semua griya di masa lalu memahami hal ini: Dimasa lalu hanya pasangan sepuh yang bisa didiksa sebagai Sulinggih Lokapala-sraya.

    Menjadi pengetahuan umum di keluarga pandita di masa lalu bahwa seorang sadaka atau pelajar Weda, jika istrinya sedang berhalangan (menstruasi) maka ia dilarang sekamar dengan istrinya. Ini disebutkan dalam kitab Weda Smerti Manawadharma Sastra. Ketika istri dalam situasi menstruasi, sang suami pisah kamar jika ia mengupayakan keberlangsungan pelajaran Weda. Demikian juga, sulinggih yang masih tidur atau sekamar dengan pasangannya yang menstruasi dianggap tabu.

    Bagaimana jika ada pasangan sulinggih masih melangsungkan hubungan suami-istri?

    Menjadi aturan kesulinggihan bahwa pasangan sulinggih harus melakukan puja penyucian dengan PRAYASCITA PENYUCIAN di subuh hari jika terjadi persentuhan suami istri di malam harinya. Jika pasangan masih aktif bersuami-istri, maka: Setiap terjadi hubungan suami istri wajib membuat banten anyiu (senyiru) untuk prayascita subuh atau dini hari sebelum memuja pagi Suryasewana.

    Secara tradisional, di masa sebelum kemerdekaan atau sebelum terbentuknya Parisada di era modern, hampir bisa dipastikan tidak ada pasangan sulinggih yang masing aktif beranak-pinak atau berumah-tangga aktif. Diksa adalah upacara suci yang dilakukan setelah melewati masa GRAHASTA.

    Kenapa DIKSA tidak dilakukan ketika masa aktif GRAHASTA?

    Dengan pertimbangan logika saja: Jika seseorang melakukan diksa di masa aktif berumahtangga, apalagi masih aktif beranak-pinak, disamping karena faktor masih menstruasi, melahirkan, kesibukan hubungan suami-istri, dll., beban kehidupan mengasuh dan membesarkan anak yang tidak sederhana itu, keterlibatan dengan dunia ongkos-rekening-tagihan-pembelian peralatan anak, biaya ini-itu dalam berumah tangga, dll, dipercaya akan menjadi sandungan lahir-batin bagi mereka yang berani menjalani kesulinggihan dalam posisi berumahtangga aktif.

    Kembali ke pokok usia, jika mengikuti RSI SASANA CTUR YUGA dan berbagai lontar-lontar sasana kesulinggihan, maka dilarang melakukan DIKSA mereka yang masih usia di bawah 50 tahun dan atau pasangan yang istrinya masih menstruasi. Ini sebabnya, sekali lagi, tidak ada pasangan belia yang mediksa dalam aguron-guron (silsilah perguruan suci) yang nganutin sastragama (berpedoman sastra-agama). Jika sebuah garis sulinggih atau aguron-guron masih mengikuti lontar-lontar Catur Dresta, Werti Sasana, Siwa Sasana, Resi Sasana, maka bisa dipastikan tidak ada pasangan belia diijinkan madiksa (menjalani diksa). Memberikan diksa pada pasangan belia adalah pelanggaran berat menurut Catur Dresta, Werti Sasana, Siwa Sasana, Resi Sasana. Jika ini dilanggar, disebutkan: Negara akan mengalami goncangan, negara kacau, dan akan terjadi keributan/kekisruhan bernegara (bermasyarakat).

    Jika ada aguron-guron yang melahirkan sulinggih belia, atau tidak mengikuti syarat di atas, bisa dipastikan aguron-guron tersebut adalah aguron-guron yang tidak mengikuti sasana kepanditaan (nenten manut sasana sulinggih) sebagaimana disebutkan dalam Catur Dresta, Werti Sasana, Siwa Sasana, Resi Sasana. [T]

    _____

    BACA ARTIKEL SUGI LANUS YANG LAIN

    Tags: diksahinduHindu Bali
    Previous Post

    Masih Menyisakan Bias dan Misteri | Ulasan Buku

    Next Post

    “Me Drawing” Art Exhibition di Purga Gallery Café Ubud untuk Hari Menggambar Nasional

    Sugi Lanus

    Sugi Lanus

    Pembaca manuskrip lontar Bali dan Kawi. IG @sugi.lanus

    Next Post
    “Me Drawing” Art Exhibition di Purga Gallery Café Ubud untuk Hari Menggambar Nasional

    “Me Drawing” Art Exhibition di Purga Gallery Café Ubud untuk Hari Menggambar Nasional

    ADVERTISEMENT

    POPULER

    • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

      Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

      0 shares
      Share 0 Tweet 0
    • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

      11 shares
      Share 11 Tweet 0

    KRITIK & OPINI

    • All
    • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik

    Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

    by Arix Wahyudhi Jana Putra
    May 9, 2025
    0
    Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

    GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

    Read more

    Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

    by Pitrus Puspito
    May 9, 2025
    0
    Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

    DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

    Read more

    Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

    by Petrus Imam Prawoto Jati
    May 9, 2025
    0
    Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

    Read more
    Selengkapnya

    BERITA

    • All
    • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
    “Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

    “Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

    May 8, 2025
    Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

    Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

    May 7, 2025
    Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

    Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

    April 27, 2025
    Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

    Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

    April 23, 2025
    Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

    Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

    April 22, 2025
    Selengkapnya

    FEATURE

    • All
    • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
    “Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
    Panggung

    “Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

    SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

    by Nyoman Budarsana
    May 6, 2025
    Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
    Khas

    Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

    TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

    by Nyoman Budarsana
    May 6, 2025
    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
    Khas

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

    by Komang Yudistia
    May 6, 2025
    Selengkapnya

    FIKSI

    • All
    • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
    Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

    Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

    May 8, 2025
    Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

    Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

    May 4, 2025
    Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

    Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

    May 4, 2025
    Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

    Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

    May 3, 2025
    Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

    Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

    May 3, 2025
    Selengkapnya

    LIPUTAN KHUSUS

    • All
    • Liputan Khusus
    Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
    Liputan Khusus

    Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

    SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

    by Jaswanto
    February 28, 2025
    Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
    Liputan Khusus

    Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

    SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

    by Made Adnyana Ole
    February 13, 2025
    Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
    Liputan Khusus

    Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

    BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

    by Jaswanto
    February 10, 2025
    Selengkapnya

    ENGLISH COLUMN

    • All
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
    Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

    Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

    March 8, 2025
    Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

    Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

    November 30, 2024
    The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

    The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

    September 10, 2024
    The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

    The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

    July 21, 2024
    Bali, the Island of the Gods

    Bali, the Island of the Gods

    May 19, 2024

    TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

    • Penulis
    • Tentang & Redaksi
    • Kirim Naskah
    • Pedoman Media Siber
    • Kebijakan Privasi
    • Desclaimer

    Copyright © 2016-2024, tatkala.co

    Welcome Back!

    Login to your account below

    Forgotten Password?

    Retrieve your password

    Please enter your username or email address to reset your password.

    Log In
    No Result
    View All Result
    • Beranda
    • Feature
      • Khas
      • Tualang
      • Persona
      • Historia
      • Milenial
      • Kuliner
      • Pop
      • Gaya
      • Pameran
      • Panggung
    • Berita
      • Ekonomi
      • Pariwisata
      • Pemerintahan
      • Budaya
      • Hiburan
      • Politik
      • Hukum
      • Kesehatan
      • Olahraga
      • Pendidikan
      • Pertanian
      • Lingkungan
      • Liputan Khusus
    • Kritik & Opini
      • Esai
      • Opini
      • Ulas Buku
      • Ulas Film
      • Ulas Rupa
      • Ulas Pentas
      • Kritik Sastra
      • Kritik Seni
      • Bahasa
      • Ulas Musik
    • Fiksi
      • Cerpen
      • Puisi
      • Dongeng
    • English Column
      • Essay
      • Fiction
      • Poetry
      • Features
    • Penulis

    Copyright © 2016-2024, tatkala.co