Festival Sastra Bali Modern Pertama dan Terbesar di Dunia menyelenggarakan Kuliah Kritik Sastra Bali Modern pada Minggu, 20 Februari 2022. Tampil sebagai pembicara dalam kesempatan tersebut, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Unud, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.
Ada banyak pelajaran yang didapat peserta yang mencapai 60-an orang lebih tersebut. Prof. Darma mengandaikan kritikus sastra seperti peniup seruling dan kerja kritik sastra seperti bermain seruling. Ia menyitir ungkapan dari Rohit: hidup ini seperti seruling, banyak lubangnya, dan jika kita bisa meniup pasti akan mengeluarkan suara yang utama. Jadi kerja kritik seperti bermain seruling.
Tugas kritikus adalah menjelaskan karya yang kabur menjadi terang. Juga membuat cemerlang segala tutur, mau tidak mau, sadar tidak sadar, karya sastra mengandung banyak pituah yang mentah dan tugas kritikuslah untuk menjadikannya cemerlang.
Baginya, akan gagalah seorang kritikus sastra jika tak mampu tampil seperti peniup seruling yang mampu menarik dan mengembuskan benih irama utama dari seruling itu. Meniup seruling adalah pekerjaan ringan, tapi jika didalami akan bisa membawa kita berkelana, seperti halnya Gus Teja yang bisa terbang tanpa sayap berkat kemampuannya meniup seruling.
Kini sastra Bali modern (SBM) sudah menapaki usia 100 tahun lebih, dan ia ibarat kakap tumbuh di batu, hidup megap-megap, mati tak mau. Saat akan dikremasi ternyata muncul karya baru, kadang redup kadang semangat, seperti gelombang lautan, seperti embusan angin. Demikian kata Prof. Darma kepada ‘mahasiswa’ peserta kuliah.
Berbagai usaha dilakukan oleh lembaga dan yayasan untuk menjadikan SBM ini tetap hidup. Muncul kemudian sayembara yang dilakukan oleh Balai Bahasa dan Yayasan Sabha Sastra Bali, dan belakangan diejek menjadi sastra sayembara. Dan kini juga ada usaha memberikan rangsangan penciptaan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage yang bermarkas di Bandung.
Dalam kuliah yang berlangsung dua jam lebih ini, Prof. Darma melihat selama ini belum ada inisiatif Festival Sastra Bali Modern, dan festival ini adalah inisiatif baru apalagi digelar dengan format webinar dan ada ada Kuliah Kritik Sastra-nya.
Prof. Darma juga memaparkan ada tiga kategori yakni kritik akademik ilmiah yang menekankan banyak teori bahkan kadang-kadang tidak ada analisis dan sibuk dengan struktur serta teori. Yang kedua adalah kritik ilmiah populer yang biasanya dimuat di media masa, tidak menekankan teori, tapi ungkapkan konten terasa akrab oleh pembaca. Dan terakhir adalah kritik sastra hibrid yang menggabungkan dua kategori kritik sebelumnya. Baginya, tak banyak yang bisa melakukan kritik sastra hibrid ini.
BACA JUGA:
Piranti kitik yang mesti disiapkan oleh kritikus sebelum menulis kritik adalah bekal pengetahuan sejarah sastra, karena sejarah bisa menghubungkan penulis dengan latar belakang karya yang dianalisis. Penting juga teori sastra untuk memberikan sudut pandang terhadap karya yang akan dikritik. Pengetahuan pendukung pun jelas tak bisa dikesampingkan, karena hal inilah yang membuat karya sastra menjadi berirama seperti suara seruling. Bahkan seorang kritikus, tentu bisa menyajikan karya lama ke dalam perspektif baru, karena ada banyak hal yang bisa dibahas bukan sekadar tata bahasa atau makna karya itu sendiri.
Ada tips dan trik sakti yang Prof. Darma bagikan terkait dengan membuat sebuah kritik yakni Si DIA. Selain untuk kritik sastra, ilmu sakti ini bisa juga diterapkan dalam menulis apapun. Pertama yakni D atau deskripsi, dimana saat menganalis perlu mendeskripsikan berbagai hal tentang karya, semisal pengarang, latar cerita, ringkasan cerita dan seterusnya. Semua orang harus mampu melakukan ini dan bisa dilatih dengan cara mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya.
Tips dan trik kedua adalah I alias interpretasi. Penulis memberikan interprestasi terhadap sebuah karya sastra dengan terus mengajukan pertanyaan mengapa. Hal ini tak memerlukan data dari lapangan, melainkan ketajaman dalam melakukan interpretasi.
Dan A atau argumentasi. Penulis harus mampu menyampaikan pendapat sesuai dengan keyakinan berdasarkan pada deskripsi dan interpretasi. Tentu akan menjadi sia-sia menulis sesuatu tanpa kehadiran pendapat penulis di dalamnya. Dengan hadirnya penulis, tulisan akan menjadi orisinal. Pendapat lain yang dikutif, bisa dilawan, didukung, diragukan, bahkan dinego. Si DIA ini bisa digunakan oleh siapapun sesuai dengan dosis intelektualnya.
Prof. Darma juga menyebutkan, tulisan akan menjadi lebih bagus jika berani memberikan label atas temuan kita, berani melakukan pemetaan apa yang dihadapi terhadap fenomena yang ada, melihat bagaimana karya mengangkat mitos dan melawan mitos yang ada, bahkan ada yang melawan sekaligus mengukuhkan mitos tersebut seperti yang bisa di temui pada karya Oka Rusmini.
Dan terakhir, sebelum peserta kuliah terlibat diskusi sengit, Prof. Darma menyampaikan beberapa kontribusi dari kritik tersebut: utang ilmu dibayar buku agar tak tulah, mengajak masyarakat memahami wacana yang berkembang, membina bahasa, memupuk kreasi dan menjadikan ekosistem berkarya menjadi lebih baik karena pengarang akan senang saat karyanya mendapat sentuhan ataupun dibicarakan.
Demikianlah ringkasan terkait dengan isi Kuliah Kritik Sastra Bali Modern dari Prof. Darma Putra. Silakan tonton kuliah selengkapnya di kanal Youtube BPNB Bali pada link https://youtu.be/jcbF2uYLiQE. [T]