NYEPI hening sepi, sebagai pembuka/awal sekaligus penutup/akhir, dalam praktik alamiah-ilmiah-magis Tantrik Bali Tradisi tidak pernah berdiri sendiri. Nyepi tak pernah berakhir hanya di titik hening, melainkan berlanjut sampai menemukan puncaknya pada perayaan sang Maha Terang Cemerlang. Itulah yang dipahami dan dilakoni-dilakonkan sebagai puncak perayaan sang Jiwa: Hening dalam pelukan sang Maha Terang Cemerlang.
Itu sebab prosedur operasional standar Nyepi senantiasa berkait erat dengan Surya (posisi sang Mahasumber Energi Terang Cemerlang), Somya (proses pembersihan, penenangan, penjernihan), dan Sunya (memeluk Heneng Hening sang Mahasumber Segenap Sumber Hidup Kehidupan Maha Terang Cemerlang) sebagai satu-kesatuan sumbu poros.
Sebelum titik Sunya dicapai, dilakukan upaya prakondisi: pembersihan, penenangan, penjernihan lewat ritus Somya. Posisinya di titik-titik simpul ruang kosong—natah, natar, bencingah, hingga catuspatha, perempatan—yang mempertemukan menyatupadukan langsung Energi Penghidup Tak Terbatas Bapa Akasa (Angkasa Raya) dengan Ruang Rahim Wadag Kehidupan Ibu Pretiwi.
BACA JUGA:
Astronomi membaca titik nol pertemuan Bapa Akasa dengan Ibu Pretiwi itu sebagai Axis Mundi. Panglingsir/Tetua Bali menyebut dengan istilah ”madyan ikang bhuwana”, atau ”bhuwanesya”. Artinya: Poros-sumbu Kosmik, Poros-sumbu Dunia, Pusat Dunia. Matematika mengenal titik nol itu sebagai pertemuan Sumbu X dengan Sumbu Y. Secara spiritual dipahami: di Titik Nol itulah terjadi dan terdapat akumulasi Energi Puncak Tak Terbatas, Tanpa Ujung Tanpa Pangkal. Layaknya pusaran angin puting beliung yang tegak lurus, tak terukur, tanpa ujung tanpa pangkal. Oleh para Panglingsir/Tetua Bali berkawicaksanaan hidup diformulasikan dengan ungkapan puitis: linggodbhawa linggam tan patungtung tan pa bungkah.
Begitulah, di titik pertemuan Bapa Akasara-Ibu Pretiwi itu, Somya tercapai dengan syarat awal berupa: Suryak, gemuruh tempik sorak sorai nan riuh. Itulah guncangan penggetaran, pembangkitan, sekaligus penanda pelepasan alamiah-batiniah energi daya-dalam-terdalam.
Pertemuan penyatupaduan itu dijembatani dengan tiga medium: angin (bayu), sinar atau api (teja), dan air (apah). Angin menyatukan lewat hembusan, sinar atau api menyatukan lewat pancaran terang, sedangkan air menyatupadukan lewat aliran, sehingga terjadi pembasahan.
BACA JUGA:
Bapa Akasa nan suddha-murni adalah Isi, Ibu Pretiwi yang asuddha-tak-lagi-murni itu wadag. Isi itu memasuki, wadag itu dimasuki. Yang memasuki adalah Daya Hidup Penghidup, yang dimasuki merupakan Kehidupan. Keduanya bersatu menjadi penghidupan, yang menjadikan hidup lebih Hidup. Penghidupan secara sederhana sekaligus esensial dalam bahasa peradaban tanah-air pertanian mewujud sebagai kesuburan. Bapa Akasa itu adalah Inti-Sari-Pati-Hakikat (tattwa), sedangkan Tanah Ibu-Bumi-Prtiwi menjadi serba-Hakikat (sarwa-tattwa).
Rangkaian malis—malasti—makiis (berbersih—ke tepi air—agar raga bersih, pikiran cemerlang, hati ersih) lalu macaru atau tawur (Somya) saat Tilem Kasanga (Surya), dan memeluk hening Nyepi, karena itu, merupakah satu-kesatuan utuh keu-Tuhan yang tidak terpisahkan.
Sunya Heneng Hening Sepi Nyepi merupakan momentum pertemuan mistis kosmis berlapis-lapis, mulai dari karsa wadag-ragawi (sam-gama/sanggama), cipta pikiran-mental (sam-jnana), rasa kesadaran-budi-batiniah (sam-yoga), hingga berpuncak terdalam pada penyatutunggalan jiwa-spirit sang Mahaasal Mula Awal (sam-adi). Sumbu porosnya terumuskan dalam tata urutan tata laksana berformula: SS-R-SS: SuryaèSuryakèRamyaèSomyaèSunya.
Teks puitis berbahasa Jawa Kuno, Dharma Sunya, menyuratkan, siapa saja yang berhasil sampai pada titik Samyoga-Samadhi itu, maka: menjadilah dia itu “tumrang rasmi nikang prabaswara mijil ri hati mamenuhing sabhuwana”, menampak sinar terang cemerlang gilang-gemilang, terbit dari hati bening murni, memenuhi sang Diri. Bali Tradisi menamakan: Ngembak Geni.
BACA JUGA:
Manifestasi senyatanya berupa semangat hidup lebih ceria, berlimpah senyum, simpatik, empatik, optimistik, penuh rasa hangayubagia puji syukur, penuh rasa tanggung jawab dalam menyambut kedatangan Era Baru Kehidupan. Bali Tradisi masih melanjutkan prosesi ini hingga bertemu dengan Purnama Kadasa, saat terang Bulan Purnama pertama di utara garis Katulistiwa dirayakan dalam ritus Ngusaba di Pura Batur hingga Kahyangan-kahyangan Desa Adat di seantero Bali, bersamaan dengan ritus Bhatara Turun Kabeh di Pura Panataran Agung Besakih.
Berbahagialah Sahabat, Sameton sareng sami, manakala usai mangalami langsung Hening Nyepi lantas dapat menebarkan terang sinar api kesadaran, semangat, dan nilai-nilai hidup yang saling menumbuhkan dan saling memuliakan, urip-nguripi ruang-ruang kehidupan bersama.
Selamat dan semangat memeluk Hening Nyepi, Sahabat.
Sukreta Sadya Rahayu selalu. [T]