Membaca kumpulan puisi Nuryana Asmaudi SA dalam kumpulan Doa Bulan untuk Pungguk diterbitkan oleh Akar Indonesia April 2016 menyiratkan beragam makna. Ada filosofi, sufi, anekdot, legenda, perdamaian, dan kehidupan sosial kemasyarakatan. Keberagaman ini menyiratkan bahwa Mas Nur bisa menggeluti hidup dan kehidupan yang diwujudkan ke dalam lari-larik puisinya.
Mas Nur tidak hanya berdiam diri. Ia juga mengungkapkan kehadiran sosok seorang ibu. Ibu memiliki makna tersendiri bagi Mas Nur. Ibu membuka kehidupan. Membuka lembaran hidup bagi insan manusia. Tidak berlebihan kiranya kalau dikatakan bahwa Mas Nur memahami makna-makna ibu. Wajarlah kumpulan puisinya diawali dengan “Secangkir Kopi untuk Ibu.” Mengapa tidak secangkir kopi untuk ayah? Tentulah pertimbangan batin Mas Nur berbeda, ia melihat sosok ibu membuka kehidupan sama dengan kumpulan puisinya membuka kehidupan dalam puisi. Puisi lahir dari rahim kreativitas.
Beberapa puisinya yang menggambarkan dunia ibu antara lain Secangkir kopi untuk Ibu, Sembahyang untuk Bunda, Sembahyang Kepompong, Anak Rantau, dan juga Doa Sungkem.
Pandangan Mas Nur mengenai ibu bisa disimak dalam puisi Sejangkir Kopi untuk Ibu (hlm.1). Rasa hormat dan kasih sayangnya terhadap ibunya bisa disimak dalam larik-larik puisi di bawah ini. Kasih sayang seorang ibu sebagai pemberi kasih pada anak-anaknya: ingin kuhidangkan secangkir kopi/ dari ramuan rasa cinta di usiamu yang telah senja/ setelah memeram jiwa untuk anak-cucumu//
Keharmonisan keluarga tercipta jika kasih sayang anak dengan seorang ibu terlahir dari nurani. Rasa hormat seorang anak tidak cukup untuk membalas cinta seorang ibu: Ingin kusuguhkan pelepas dahaga/ pahit-manis kehangatan dalam cangkir takdir/ dan waktu yang mendidik/ suguhan sekadar yang tak sebanding zikir rahim/ dan kasih sayang yang kau dawamkan/sepanjang hidup//
Seorang ibu memiliki kasih sayang. Kasih itu memberi kebahagiaan kepada sang anak. Seorang ibu pemberi maaf kepada sang anak. Ini mengindikasikan betapa cinta dan kasih seorang ibu: Demi bunda yang jiwanya sungai cinta/ senantiasa mengalirkan manis surga/ demi bunda yang jiwanya lautan kasih/ tak pernah kering ampunannya/ tempat ananda berenang senang/ di antara terumbuterumbu kasih sayang/ mutiara hati di kerang-kerang berpernik kilatan/ kapal-kapal berlayar mengusungbongkar muatan/ dari segala ke segala tujuan//
Dalam puisi Sembahyang untuk Bunda (14), ditemukan metafora-metafora yang memuliakan cinta dan kasih sayang seorang ibu. Metafora-metafora itu misalnya, jiwanya sungai cinta, mengalirkan manis surga, jiwanya lautan kasih, tak pernah kering ampunannya, terumbuterumbu kasih sayang, mutiara hati di kerang-kerang, laut jiwanya tak henti bergelora doa/…// Metafora-metafora pilihan ini menyiratkan kekaguman dan hormatnya Mas Nur kepada ibunya.
Ibu tidak hanya ibu yang melahirkan. Bagi Mas Nur, Tuhan adalah seorang ibu. Tuhan memberikan kasih sayang kepada umatnya. Tuhan bisa dirasakan dalam doa-doa. Sembahyang Kepompong (hlm. 24) menyiratkan usaha Mas Nur agar bisa merasakan kasih sayang dan karunia Tuhan: …// dalam semedi kubayangkan engkau/ datang membawa sayap untukku/tapi jasadku terlalu lemah/ untuk mengangkat sayap itu/ kudengar di luar hidup begitu kejam/ bagaimana aku bisa menyelematkan diri?// Rasa melankolis Mas Nur tampak dalam larik: kalau aku nanti tak jadi jadi kupu-kupu/ tunggu di alam mimpi, Ibu/ mungkin ruhku bisa menziarahi rinduku!// Dalam larik ini, Mas Nur mengharapkan ada perubahan dalam perjalanan batinnya.
Sebagai anak rantau, Mas Nur bisa merasakan suka-duka kehidupan. Ia sempat merasakan, melihat hingga tumbuh kasih sayangnya terhadap derita seorang anak. Penggambaran kemiskinan yang amat sangat ditemukan dalamAnak Rantau (50), Mas Nur menulis seperti ini: Karena bubur habis anak itu menangis/ Emak memasak pasir untuk menghibur/ tapi jagoan kecil itu telah kabur/ ke pantai nun menumpang kapal ke seberang//…//
Kemiskinan yang amat sangat diungkapkan dengan larik: Emak memasak pasir untuk menghibur. Ungkapan emak memasak pasir, menyiratkan betapa kemiskinan diderita oleh seorang ibu. Dengan memasak paling tidak bisa menghibur sang anak hingga bisa menidurkan. Penggalan kehidupan sosial seperti ini masih terjadi dalam kenyataan. Artinya masih ada anak-anak bangsa yang belum bisa merasakan sedikit kesejahteraan dalam hidup.
Sebagai anak meskipun orang tua sudah meninggalkan kita, seharusnya tetap ingat dan mendoakan agar bisa mendapatkan kedamaian di alam Tuhan. Bersiarah ke makam orang tua diharapkan oleh Mas Nur. Puisi Doa Sungkem (hlm.108) menyiratkan hal itu: Mak, kamboja di atas makammu mungkin/ sudah setinggi pengalah matahari/ rekahnya mengharum istirahmu/ seperti doaku untukmu/ seperti doaku untukmu//
Sebagai anak kata maaf amat diharapkan bisa keluar dari hati seorang ibu. Jika ibu memaafkan kesejukan batin bisa dirasakan: hari ini lebaran ke tujuh/ aku tak sempat ziarah ke makammu/ sebab jauh merentang waktu/ tapi kita tak pernah berjarak, Mak/ karena cinta yang dalam// semoga doaku jadi ruang lapang/ cahaya terang bagi mihrabmu/ di haribaan kalbu/ maafkan anakmu!//
Nuryana Asmaudi SA mengungkapkan kasih sayang, derita, cinta suci dari seorang ibu. Ibu memberikan kedamaian, kesejukan, dan kelembutan dalam kehidupan. Cinta anak kepada ibu, cinta ibu kepada anak akan tumbuh jika tali kasih terus merekat dan menebarkan cinta sepanjang hidup dan kehidupan. Cinta ibu tak ada batasnya. Mas Nur mampu memaparkan cinta dan kasih sayang seorang ibu. [T]