Keputusan Tjok Bagus meninggalkan Nosstress sungguh mengejutkan para penggemar band folks asal Bali ini. Mereka menyayangkan langkah yang diambil sang idola.
Sontak kolom komentar akun sosmed pria yang handal menepak cajon ini dibanjiri permintaan dari para penggemar agar Tjok Bagus, yang biasa disapa Cok atau Cokgus, mengurungkan niatnya.
Bagaimana tidak, kekompakan dan keceriaan selalu ditunjukan tiga serangkai ini, baik di panggung, maupun di luar panggung seperti terlihat dalam berbagai video diary Nosstress di kanal youtube.
Nosstress adalah “rumah” yang ikut dibangun Cok dari nol. Rumah itu bukan saja meneduhkan para personil nosstress, namun juga para crew dan penggemar mereka.
Bukannya menetap di rumah yang semakin kokoh itu, Cok malah memilih keluar. Kali ini dia bertarung sendiri. Dia menggarap beberapa karya solo. Sudah 5 lagu dia ciptakan.
Memulai dari awal tidaklah mudah. Dia mesti mengurus tetek bengek rekaman tanpa bantuan manajemen. Meski demikian Cok percaya dengan kata hatinya.
Ada banyak hal menarik yang dia temui sebagai “single fighter”. Dia lebih bebas mengikuti moodnya. Cok tidak perlu risau akan deadline. Berkesenian tanpa target membuatnya lebih lentur meracik nada dan lirik.
Di dalam dunia industri, cara berkesenian seperti yang dilakoni Cok ibarat berenang melawan arus. Target dan deadline adalah wajib sebagai konsekuensi dari tuntutan produktifitas. Karya mesti dicetak secepatnya supaya penggemar tidak bosan.
Jika penggemar terpuaskan maka pundi-pundi juga kan bertambah, album jadi laku, permintaan marchandise meningkat, tawaran konser dan endorsement berdatangan.
Di hadapan industri, mood bisa menjadi kontraproduktif sekalipun karya yang mumpuni membutuhkan mood sang seniman. Industri mewajibkan kepastian, sedangkan mood sebaliknya. Industri menuntut konsistensi, mood menuntut kemerdekaan.
Cok memilih memerdekakan dirinya. Berkesenian mesti tanpa beban dan mengalir dengan leluasa, bukan dicengkram target atau tuntutan pasar. Baginya menempatkan target sebagai sentral justru melenyapkan otonomi seniman dalam berkarya.
Di saat Cok sedang khusuknya menempa karya, duka datang menghampiri. Sakit yang menggerogoti ibundanya semakin parah.
Perempuan ulet yang pernah bekerja sebagai guru SD ini adalah figur spesial bagi Cok. “Dia adalah nyawa saya” begitu kalimat yang Cok lontarkan saat ditanya mengenai ibundanya.
Cok adalah anak semata wayang. Rasa sayang sang ibu terpusat padanya. Perempuan tegar ini selalu menerima dan mendukung total segala macam keputusan yang dipilih buah hatinya.
Semua ini nampak dari bermacam kesibukan yang digeluti Cok. Selain bermusik, eks personil Nosstress ini mempunyai berbagai bidang usaha, dari toko pakaian hingga warung makan. Dia juga seorang desainer interior.
Cok seorang multi talenta. Dia pandai melukis, memahat, menari, memasak dan memainkan bermacam alat musik baik itu musik modern ataupun tradisional.
Boleh jadi berbagai bakat itu membuat dia berani menggeluti berbagai macam hal.
Namun tanpa dukungan moril dari sang Ibu, belum tentu dia percaya diri mengaktualisasi bakat-bakatnya. Bakat tanpa adanya dukungan kan berujung tumpul, berakhir sia-sia.
Perjuangan ibundanya dalam menghadapi sakit penuh lika liku. Selain berobat ke rumah sakit, pengobatan tradisional juga pernah dijalaninnya. Hasilnya sama saja, nihil.
Beliau sudah begitu lelah dengan ketidakpastian. Perempuan tangguh ini memohon kepada pihak keluarga agar dirawat di rumah. Beliau siap menerima konsekuensi apapun.
Dengan berat hati pihak keluarga mengabulkan keinginan sang Ibu daripada merasa tersiksa di rumah sakit. Berada di rumah sendiri membuat sang ibu lebih nyaman.
Dalam situasi kalut akan kondisi kesehatan Ibunya yang kian hari semakin menurun, lagu “Ya sudahlah” tecipta. Lagu ini tentang keikhlasan untuk menerima kehilangan yang abadi. Hal ini terbaca pada sepenggal lirik lagu ini;
“Seberat apapun itu harus terbiasa
Sesakit apapun itu harus berlatih
Untuk menerima
Untuk ikhlas”
Seperih apapun rasa kehilangan, dia mesti dihadapi. Dengan lirih Cok berdendang;
“Yang terjadi terjadilah
Yang terjadi adalah pelajaran
Yang berlalu di kenang, yang akan datang dipersiapkan”
Tanda-tanda memburuknya kondisi kesehatan sang ibu semakin nampak. Tubuhnya gontai dan loyo. Walau demikian wajah sang ibu tetap memancarkan ketenangan. Ibunya ingin tampil bersih dan rapi di hari-hari terakhirnya.
Cok menyisir rambut beliau dengan lembut, dan menatanya agar nampak menawan. Cok kemudian membantu Ibunya mengenakan kamben.
Beliau nampak anggun. Tersirat sepertinya beliau siap pergi meninggalkan semuanya dengan lapang dada. Beberapa saat kemudian sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya.
Posisi Cok saat ini bak pengembara. Dia pergi meninggalkan Nosstress, “rumah” yang dia bangun dari nol, dan sekarang dia kehilangan “rumah” lamanya, yaitu sosok ibu tempat dia berteduh dan merasa nyaman menjadi dirinya.
Single “Ya sudah lah” adalah lagu tentang manusia yang memilih ikhlas. Lagu ini adalah lagu survivor, lagunya orang yang bertahan hidup dari ketiadaan tempat berteduh.
Lewat lagu ini, Cok menunjukan dirinya sebagai pengembara yang tegar. Banyak kisah di dalam kesendirian seseorang menemukan kekuatannya. Mungkin Cok salah satu dari mereka. Selamat menikmati… [T]