Sarana upakara berwujud ular naga dengan gagah dan berwibawa yang dihiasi ornamen berwarna emas “melinggih” di bale pawedan Pura Taman Tanjung, Desa Budakeling, Karangasem. Di hadapan naga yang anggun tersebut, Ida Sang Wiku Sulinggih melantunkan puja pengastawa kehadapan para Bethara-Bethari, Bethara Astapaka dan Hyang Begawan Wiswakarma atas anugerah yang telah diturunkan dalam wujud upakara naga tersebut.
Upakara tersebut bernama Naga Puspa. Naga Puspa adalah sebuah sarana upakara untuk menyertai “Pelebon/Pratiwan” Sulinggih dengan gelar “Abhra”. Naga Puspa dari segi bentuk dan fungsi hampir sama dengan Naga Banda. Namun, Naga Banda diperuntukkan kepada Sang Angawa Rat (Raja) atau pemimpin Puri dari golongan Ksatrya yang sudah melewati proses Abhiseka Ratu.
Antara Naga Puspa dan Naga Banda memiliki fungsi yang sama yaitu melepaskan ikatan keduniawian agar sang roh dan atman sang palatra dapat dengan lapang menuju pada Brahman Hyang Tunggal.
Naga Puspa dan Naga Banda ini erat kaitannya dengan bhisama dari Bethara Astapaka terhadap keturunan Dalem merujuk dari kisah pada zaman Ida Dalem Waturenggong di Gelgel. Dalam ceritanya, Bethara Astapaka ketika tedun ke Istana Gelgel diuji ‘kewaskitan” beliau dengan cara memasukkan angsa pada lubang sumur yang telah ditutup dengan dedaunan.
Di hadapan paseban Ida Dalem dan petinggi kerajaan Gelgel, Bethara Astapaka diuji dengan meminta menebak suara yang muncul dari dalam lubang sumur yang telah dimasukkan angsa tersebut. Dengan penuh ketenangan Bethara Astapaka menjawab, bahwa suara yang muncul dari dalam lubang sumur tersebut tidak lain tidak bukan adalah suara naga.
Mendengar jawaban dari Maha Wiku, sontak Ida Dalem beserta para petinggi kerajaan tersenyum sinis, mengingat Ida Dalem dan para petinggi istana lainnya dengan yakin telah memasukkan seekor angsa ke dalam lubang sumur tersebut. Mengingat Bethara Astapaka adalah pendeta dengan tingkat sprititual yang tinggi maka ketika beliau menyuruh para abdi istana membuka daun-daun penutup lubang tersebut, tidak disangka keluarlah sesosok naga. Sontak Ida Dalem dan seisi istana Gelgel gempar seraya mengakui tingkat kewaskitan Bethara Astapaka.
Dari peristiwa itulah, Bethara Astapaka mengeluarkan Bhisama kepada Ida Dalem dan keturunannya agar ketika menuju alam Nirwana disertai dengan upakara Naga yang disebut Naga Banda. Sedangkan Naga Puspa adalah persembahan dari trah Dalem (Ksatrya) kedapa Brahmana yang telah Medwi Jati.
Mengingat hakekat Sang Medwi Jati (Sulinggih) dan Sang Angawa Rat (Raja) sama-sama memikul beban untuk membawa masyarakat menuju pada kemaslahatan rohani dan jasmani. Sang Sulinggih menuntun masyarakat pada aspek rohani dan spiritual, sedangkan raja menata kehidupan masyarakat agar dapat mewujudkan ketentraman dan kemakmuran jasmani.
Naga Puspa yang dipelaspas oleh Ida Sulinggih Siwa-Budha dan dihadirkan di Desa Budakeling adalah untuk menyertai upakara upacara Pelebon Ida Pedanda Gde Jelantik Karang, Grya Karang, Desa Budakeling, Karangasem pada Rahina Sukra Umanis Merakih, tanggal 31 Desember 2021.
Naga Puspa ini dipersembahkan oleh Grya Budha Gunung Sari Peliatan, Ubud serta dikerjakan oleh Undagi dari Puri Peliatan yaitu Cokorda Bagus Wiranatha yang juga sangat mahir dalam membuat dan menarikan barong. Naga Puspa sendiri dikerjakan dengan memperhitungkan hari suci, bahan pilihan dan dengan proses yang sakral pula.
Seperti yang disampaikan oleh Yayasan Puspita Mahidhara Peliatan, bahwa proses niyasa dari Naga Puspa ini diawali dengan ritual nuasen dan ngendag. Adapun ritual ngendag Naga Puspa ini dipuput oleh Ida Pedanda Gede Wayan Demung pada Rahina Soma, tanggal 1 November 2021 bertempat di Grya Karang, Desa Budakeling, Karangasem.
Dalam perjalanannya dari Pura Taman Tanjung yang dahulunya merupakan Grya Bethara Astapaka menuju Grya Karang, Naga Puspa dipundut dengan iringan Baleganjur dan Gong Suling. Setelah sampai di depan Kori Pemedal Grya Karang,
Naga Puspa di-pendak dengan upacara mesegeh. Dalam upacara mesegeh ini juga disertai dengan sebuah drama tari sederhana yang menceritakan mengenai kedatangan trah Dalem (Ksatrya) untuk menghaturkan persembahan suci berupa Naga Puspa kepada Sang Wiku (Sulinggih) Lepas agar Ida dapat nyujur Sunia Loka dengan penuh kedamaian.
Drama tari ini diiringi oleh Gending Gong Suling yang digarap khusus oleh Yayasan Puspita Mahidhara Peliatan, Sekaa Teruna Udyana Banjar Taman Kelod, Ubud dan Dosen Prodi Pendidikan Seni Pertunjukan, FSP, ISI Denpasar yaitu I Wayan Diana Putra, S.Sn., M.Sn untuk persembahan Naga Puspa. [T]