2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Cinta yang Tak Menua | Cerpen Yahya Umar

Yahya UmarbyYahya Umar
December 5, 2021
inCerpen
Cinta yang Tak Menua | Cerpen Yahya Umar

Salah satu karya yang dipamerkan dalam pameran seni rupa di Undiksha Singaraja, Januari 2020

“MAMA sudah tua ya Pa?”

“Papa juga sudah tua, Ma. Semua orang akan menjadi tua, Sayang!”

“Mama sudah tidak cantik lagi, Pa.”

“Kata siapa? Mama tetap cantik seperti yang aku kenal 30 tahun yang lalu!”

“Rambut Mama sudah banyak yang memutih Pa!”

“Mama tampak begitu bijaksana dengan rambut putih itu.”

“Kulit Mama di beberapa bagian tubuh ini sudah mulai keriput.”

“Sayang, Papa tetap mengagumi kulit itu. Kulit itu masih seperti dulu, tiap disentuh selalu menyalurkan kehangatan ke dalam tubuh Papa.”

“Tulang-tulang Mama seperti sudah rapuh Papa. Sekarang Mama cepat sekali merasa lelah!”

“Papa tetap menyayangi Mama. Tak kan pernah berubah, Sayang.”

“Sungguh, Pa?”

“Sungguh, Sayang!”

“Sampai kapan Papa mencintai Mama?”

“Selamanya, Mama.”

“Tapi Mama sudah tua Pa. Mama sudah tidak cantik lagi!”

“Sayang, engkau tetap cantik. Papa begitu mencintaimu, Mama.”

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu lebih sering diterima dari istrinya, Novi. Arif harus hati-hati tiap menanggapi atau menjawab pertanyaan-pertanyaan istrinya. Novi belakangan begitu sensitif. Tak pernah dirasakan Arif seperti ini, selama membangun rumah tangga dengan Novi 30 tahun yang lalu. Salah menjawab pertanyaan Novi, keliru menanggapi kata-kata istrinya, bisa bermasalah. Bisa menyebabkan Novi sakit.

Novi belakangan memang mudah sekali sakit. Fisiknya mudah lelah. Jiwanya mudah rapuh. Novi mudah putus asa.

Usia Novi menginjak 45 tahun. Beda dua tahun dengan Arif yang sudah memasuki usia 47 tahun. Benar kata orang-orang pintar, dalam usia di atas 40 tahun, tubuh manusia sangat rentan diserang berbagai penyakit. Beragam penyakit mudah masuk. Kolesterol tinggi, asam urat, diabetes, darah tinggi, darah rendah, asam lambung, gangguan pernafasan hingga kanker merupakan penyakit-penyakit yang banyak ditemui pada orang-orang yang usianya di atas 40 tahun. Penyakit jantung, gagal ginjal hingga stroke adalah penyakit-penyakit yang sangat ditakuti mereka yang sudah melewati batas umur 40 tahun.

Novi selalu dihantui oleh penyakit-penyakit semacam itu. Jika pusing sedikit, ia sudah takut jangan-jangan kolesterolnya tinggi. Atau jangan-jangan tensi darahnya naik. Jika dadanya berdebar atau terasa nyeri sedikit, Novi merasa khawatir jangan-jangan sudah punya penyakit jantung. Jika kaki atau tangannya kesemutan, ia sudah takut jangan-jangan diserang asam urat. Jika mudah lelah, Novi menjadi takut jangan-jangan kadar gula dalam tubuhnya sudah tinggi. Jangan-jangan sudah terserang diabetes.

Kekhawatiran, ketakutan-ketakutan semacam itu terus-menerus bergelayut di pikiran Novi. Ia menjadi ekstra hati-hati terhadap berbagai macam makanan. Tiap menelan makanan, kekhawatiran muncul. Takut makanan tersebut memunculkan penyakit. Ia menghindari begitu banyak jenis makanan. Ia menjadi rajin searching di internet untuk mencari informasi makanan apa saja yang rentan menimbulkan penyakit yang harus ia hindari.

Novi menjauhi gula karena takut diabetes. Makan nasi dikurangi khawatir kegemukan yang bisa memicu berbagai penyakit. Ia jarang mengonsumsi makanan dan minuman instan karena khawatir menyebabkan kanker. Makanan berlemak ia jauhi karena takut kolesterolnya tinggi.

Ketakutan setiap menyantap makanan menyebabkan Novi tidak bisa menikmati makanan itu. Tiap mau menyantap makanan, bukannya ia bahagia, justru dihantui perasaan takut. Novi tidak pernah happy menyantap makanan dan minuman. Setiap melihat makanan, ia memandangnya sebagai sesuatu akan menggerogoti tubuhnya. Ia takut makanan itu justru merenggut organ-organ di dalam tubuhnya. Makanan dan minuman ditakuti sebagai awal dari pengeroposan kesehatannya.

Tiga tahun sudah Novi dihantui perasaan semacam itu. Tubuhnya semakin melemah, jiwanya semakin rapuh. Arif memendam kekhawatiran yang mendalam terhadap kesehatan istrinya. Novi tidak seperti ketika awal Arif mengenalnya. Novi muda adalah perempuan yang tangguh dan penuh semangat. Kini ia sering mengeluh. Dari Novilah sebenarnya Arif belajar memegang keteguhan hidup. Ia adalah perempuan yang selalu memberi motivasi kepada Arif. Novi selalu menekankan agar Arif sabar dan bangkit ketika suaminya itu jatuh sakit.

“Sakit itu alami, Pa. Tubuh butuh sakit agar bisa istirahat dan merestorasi dirinya,” kata-kata bijak Novi selalu meluncur ketika melihat Arif sakit.

“Sakit itu ujian kesabaran. Kata guru ngaji, sakit itu penebus dosa kalau kita sabar menjalani. Kalau kita ikhlas dengan ujian itu.”

“Sakit itu obat nurani, Pa. Dengan sakit kita lebih banyak punya waktu luang untuk mengenali diri kita. Memeriksa prilaku kita. Sakit menjadikan kita lebih banyak waktu bisa berdoa untuk merawat jiwa kita.”

Ah itulah yang membuat Arif selalu mengagumi Novi. Bukan hanya kecantikannya, tapi juga keteguhan hidup dan kata-kata bijaknya. Itu membuat Arif semakin mencintai Novi. Sepanjang ingatan Arif, istrinya itu memang jarang sakit. Kalaupun sakit, paling-paling flu atau sakit kepala ringan. Tapi Novi jarang bahkan boleh dikatakan tidak pernah minum obat. Kalau sakit kepala atau flu, Novi hanya istirahat, tidur secukupnya. Tanpa keluhan. Setelah itu bangkit lagi, bersemangat lagi.

Sebagai pengajar di sebuah SMA negeri di kota kecil, Novi bagai tak kenal lelah menjalani kehidupan kesehariannya. Ia harus melaksanakan tugas-tugas sebagai guru dan melakoni hidupnya sebagai ibu rumah tangga. Novi harus mengurus empat orang anak dengan segala kenakalannya. Berbagi antar-jemput anak-anaknya ke sekolah dengan Arif. Novi tampak seperti tak punya rasa lelah. Justru Arif sendiri yang kadang-kadang merasa capai melihat aktivitas keseharian istrinya. Keponakan-keponakan Novi sampai-sampai menjuluki tantenya sebagai perempuan tangguh bak batu karang. Selalu tegar dihempas ombak kehidupan.

Namun, kenapa ketangguhan Novi belakangan ini menyusut. Kenapa semangat hidupnya perlahan meredup. Kenapa Novi sering dilanda ketakutan diserang penyakit-penyakit itu. Kenapa dia begitu tercekam dengan ketakutan-ketakutan semacam itu.

Arif merasa sedih. Ke mana keteguhan Novi menghadapi kehidupan ini? Kenapa kini istrinya itu lebih sering gelisah, galau dan panik. Arif mencoba menggali-gali apa yang menyebabkan perubahan pada istrinya. Dulu Novi selalu bilang sakit itu ujian kesabaran, tapi kenapa kini dia takut menghadapinya. Dulu Novi selalu berkata, tubuh butuh sakit agar organ-organnya bisa istrirahat sejenak, tapi kenapa sekarang ia takut penyakit-penyakit itu menghinggapi tubuhnya. Dulu Novi selalu memberi nasihat-nasihat untuk tidak mengkhawatirkan tubuh yang sakit karena akan menjadi obat jiwa, tapi kenapa kini jiwanya terguncang karena takut terserang penyakit.

“Ada apa denganmu, Sayang??” Arif sering bergumam dalam hatinya.

Ingatan Arif kembali ke suatu malam di bulan Juni tiga tahun lalu. Malam yang sendu. Gelap menyelimuti bumi. Lampu remang-remang menyinari kamar Arif. Dini hari, Novi tiba-tiba membangunkan Arif. Nafasnya sesak. Dada Novi nyeri. Novi panik. Arif ikut panik. Ia berusaha menenangkan Novi. Diraihnya tangan istrinya. Ia teringat nasihat yang beredar di WA, jika sesak nafas, pijat bagian telapak tangan sekuat tenaga. Arif memijat telapak tangan Novi sekuat yang ia bisa. Mulut dan hatinya terus berdoa, memohon kepada Allah agar tidak terjadi apa-apa dengan istrinya.

Novi masih terangah-engah, sambil menahan rasa sakit pijatan Arif dan nyeri di dadanya. Arif juga memberikan air hangat kepada Novi untuk diminum. Setelah itu, punggung dan dada Novi diolesi dengan minyak kayu putih. Setelah beberapa menit, sesak Novi berangsur-angsur berkurang.

Namun, baik Arif maupun Novi merasa sulit memejamkan mata kembali. Pasangan suami-istri itu masing-masing dihinggapi rasa cemas. Jangan-jangan sesak nafas Novi itu merupakan gejala penyakit jantung. Penyakit yang selama ini ditakuti banyak orang.

“Mama takut Pa!!”

“Tenanglah, Ma.” Arif berusaha menasihati istrinya, meskipun ia sendiri merasa cemas. Sangat cemas.

Esoknya, Arif membawa istrinya ke rumah sakit. Novi diperiksa jantung. Dadanya ditempeli alat-alat yang dihubungkan dengan kabel-kabel ke sebuah alat. Setelah itu darahnya disedot, dimasukkan ke botol kecil. Darah itu dibawa laboratorium. Tak cukup itu, beberapa saat kemudian Novi harus di-CT Scan untuk memeriksa paru-parunya.

Ritual pendeteksian penyakit tersebut diawali dengan serangkaian pertanyaan dari dokter. Apa keluhannya? Apa saja aktivitas selama ini? Apa saja yang dimakan dan diminum? Sejak kapan muncul keluhan itu, dan seterusnya.

Arif dan Novi harus menunggu beberapa jam untuk mengetahui hasil pemeriksaan tersebut. Novi terus memandangi Arif dengan raut muka cemas. Arif selalu menenangkannya.

“Tidak apa-apa. Semua normal. Jantung normal. Paru-paru bagus. Hanya kolesterol dan asam urat sudah di ambang batas normal,” kata dokter menyerahkan hasil pemeriksaan kesehatan Novi.

“Mungkin Ibu terlalu capek. Atur waktu istirahat dan rajin-rajinlah olahraga,” kata dokter menjawab pertanyaan Arif soal sesak nafas yang dialami Novi semalam. Arif dan Novi lega. Mereka pulang dengan perasaan nyaman.

Namun, itu tak berlangsung lama. Minggu-minggu berikutnya, Novi lebih sering diserang sesak nafas. Novi kembali cemas. Ia kembali diliputi rasa takut. Serangan sesak nafas terus dialaminya. Novi semakin cemas. Ia semakin takut. Kecemasan dan ketakutan semakin menyiksa hidupnya.

Ia bolak-balik ke dokter. Sudah tiga dokter spesialis jantung didatangi. Dua dokter spesialis paru-paru diminta memeriksa paru-parunya. Semua dokter menyatakan Novi normal. Gejala penyakit jantung tidak ada. Asma juga tidak. Hanya kemampuan bernafas Novi berkurang 25 persen setelah dites dengan spirometer.

“Tapi kenapa saya sering sesak nafas, Dok?”

“Ibu stres saja. Coba jalani hidup lebih rileks.”

Novi merasa heran. Jika dokter bilang semua normal, kenapa justru ia sering sesak nafas? Obat-obatan yang diberikan dokter seakan tidak mempan. Inhaler yang diresepkan dokter hanya kadang-kadang saja berpengaruh. Malam-malam Novi lebih sering bergulat dengan sesak nafasnya. Penyakit lainpun turut menyertai. Novi juga mengidap insomnia. Tiap menjelang tidur Novi mulai gelisah. Rasa takut mendera. Bayangan-bayangan penyakit-penyakit itu berkelebat di matanya. Akhirnya sesak nafasnya muncul. Novi tidak bisa tidur lagi.

Berbulan-bulan, malam-malam semacam itu dialami Novi. Betapa tersiksanya dia. Tubuhnya semakin kurus. Wajahnya pucat dan cekung. Hidupnya benar-benar tiada gairah. Semangatnya bagai lumpuh. Ia merasa telah kehilangan kehidupannya.

“Mama sakit Pa. Mama takut!!”

“Mama bisa sehat, Sayang.”

“Bagaimana caranya Pa. Apa lagi yang harus Mama lakukan?”

“Kuatkan dirimu, Ma. Singkirkan pikiran-pikiran negatif dari diri Mama!” Arif selalu berusaha memberi nasihat di tengah kecemasan akan kesehatan istrinya.

“Mama sudah tidak memikirkan penyakit-penyakit itu, Pa. Tapi kenapa sesak ini selalu datang?”

“Dokter-dokter yang kita datangi semuanya bilang Mama normal. Mama cuma stres. Pikiran Mama yang sakit. Ayo lepaskan penyakit itu dari pikiran Mama. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Pasrahkan kehidupan kita ini kepada Sang Maha Pengatur. Ia akan menjaga kita, Sayang.”

Novi menarik nafas panjang. Ia berusaha merenungi kata-kata suaminya. Arif memandangi Novi, sambil memijat tangan istrinya dengan lembut. Novi terus memandangi suaminya. Hatinya diliputi rasa takut.

Ketakutan Novi memuncak. Badannya lemas. Tensi darahnya menurun drastis. Ia ambruk. Sesaat menjelang pergantian hari, di malam itu, Novi dilarikan ke UGD. Dokter langsung melakukan pemeriksaan dan tindakan. Novi harus dirawat inap di rumah sakit. Esok siangnya, kondisi baru agak membaik. Anak-anaknya menungguinya dengan cemas. Kerabat dan teman-temannya mengunjungi Novi dengan rasa prihatin. Arif lebih cemas lagi. Ia berusaha selalu dekat istrinya. Sebab, Novi bukan sekadar sakit secara fisik, tetapi depresi.

“Mama takut, Pa.”

“Apa lagi yang Mama takutkan?”

“Mama sudah tua, Pa.”

“Kita semua akan menjadi tua, Ma. Itu tidak bisa ditolak. Tapi itu tidak perlu ditakuti.”

“Tapi Mama sakit, Pa. Bagaimana kalau Mama mati?”

“Kita semua pasti menuju ke sana, Sayang. Allah yang punya hak menentukan itu. Allah yang menentukan waktunya, tidak bisa lebih atau kurang. Tak bisa diundur atau dimajukan. Kenapa harus ditakutkan?”

“Mama takut kehilangan cinta Papa.”

“Cinta Papa takkan pernah hilang, Sayang. Tidak akan!!”

“Sungguh, Pa?”

“Sungguh, Sayang. Cinta Papa tidak seperti tubuh ini, yang bisa menua. Cinta Papa pada Mama tak akan pernah menua. Tubuh boleh saja tiada, tapi cinta Papa akan selalu ada untuk Mama.”

“Cinta kita tak akan terhapus oleh sebuah kematian, Sayang. Cinta itu abadi, Ma. Tidak seperti kehidupan ini, yang fana, yang serba sementara.”

“Papa tidak takut kehilangan Mama?”

“Engkau tidak akan pernah hilang, Sayang. Kita akan terus bersama-sama.”

“Papa tidak sedih melihat Mama sakit?”

“Sedih tentu, Sayang. Tapi apakah Papa harus sedih ketika melihat orang yang Papa cintai sedang disayang-sayang Sang Pemilik Kehidupan?”

“Memang Allah sedang menyayangi Mama, ya Pa?”

“Allah menyayangi kita ketika kita diberi sakit. Allah ingin kita lebih banyak mengingat-Nya. Adakah yang lebih kita rindukan selain disayangi Allah?”

Novi menatap mata Arif. Hatinya teduh.

“Sakit yang kita derita adalah tanda cinta Allah kepada kita agar kita tidak melupakan-Nya. Adakah yang lebih kita inginkan selain dicintai-Nya?”

“Sakit itu cara Allah menyayangi orang-orang kesayangan-Nya. Allah memberi sakit kepada Mama, karena Allah menyayangi Mama.”

Novi tersenyum. Hatinya terharu dan lega. Matanya basah oleh butir-butir kristal bening. Dadanya longgar. Sesak nafasnya berangsur berkurang. Sesaat kemudian ia tertidur dengan nyaman di zal rumah sakit itu. [T]

Catatan:

  • Cerpen ini dimuat pada buku kumpulan cerpen “Foto Bupati di Kamar Pelacur” (Mahima Instituite Indonesia, 2020)

_____

KLIK CERPEN-CERPEN LAIN

Seorang Nelayan Mengambang Sepanjang Sungai Ijo Gading | Cerpen I Putu Agus Phebi Rosadi
Tags: Cerpen
Previous Post

Puisi-puisi Iyut Fitra | hari tua sebuah kelewang

Next Post

We All Connected | Pameran Lukisan Watercolor dan Kemungkinan Lain yang Tidak Hanya Ekstrakurikuler

Yahya Umar

Yahya Umar

Penulis serabutan: wartawan, juga menulis cerpen, puisi dan novel. Tinggal di Singaraja

Next Post
We All Connected | Pameran Lukisan Watercolor dan Kemungkinan Lain yang Tidak Hanya Ekstrakurikuler

We All Connected | Pameran Lukisan Watercolor dan Kemungkinan Lain yang Tidak Hanya Ekstrakurikuler

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more

Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

by Made Chandra
June 1, 2025
0
Study of Mechanical Reproduction: Melihat Kembali Peran Fotografi Sebagai Karya Seni yang Terbebas dari Konvensi Klasik

PERNAHKAH kita berpikir apa yang membuat sebuah foto begitu bermakna, jika hari ini kita bisa mereproduksi sebuah foto berulang kali...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co