9 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Bening yang Tertinggal di Telaga Menjer, Dieng, Wonosobo

A. Zulfa MuntafabyA. Zulfa Muntafa
October 14, 2021
inTualang
Bening yang Tertinggal di Telaga Menjer, Dieng, Wonosobo

Duduk di tepi Telaga Menjer | Foto-foto: Zulfa

Setelah sekian lama—kira-kira setahun lebih—berada di rumah masing-masing karena BDR (Belajar Dari Rumah), kami berlima akhirnya bisa berkumpul kembali. Sejak awal kuliah, kami kebetulan memang satu kelas pada program studi Pendidikan Bahasa Arab di salah satu perguruan tinggi di Semarang. Berhubung ada momentum seperti ini, kami memutuskan untuk liburan entah ke mana untuk sekadar membangun lagi kebersamaan kami, dengan tetap memenuhi protokol kesehatan tentunya.

Sebenarnya kami agak gamang apakah jadi berangkat atau tidak. Wahyu, Harun, Dimas, Ilman, dan aku kemudian berencana pergi ke Wonosobo hari ini. Namun waktu sudah menunjukkan hampir pukul 8 malam dan belum ada jawaban dari Kang Udin, saudara dari Wahyu di sana yang rumahnya biasa kami jadikan tempat menginap, padahal kami telah berusaha menghubunginya sejak siang tadi.

Dengan Kang Udin sendiri, kami terpaut beberapa tahun namun dia sudah menikah dan memiliki dua orang anak—aku lupa nama mereka berdua. Anaknya yang pertama adalah perempuan dan sudah menginjak usia remaja sedangkan yang kedua adalah laki-laki yang masih berumur sekitar 4-5 tahun. Karena ponsel milik Kang Udin masih tipe kuno—maklum saja, orang desa di daerah pegunungan—kami hanya bisa mengontaknya lewat panggilan seluler atau layanan pesan singkat. Ponsel yang dia gunakan belum memiliki perangkat aplikasi seperti WhatsApp dan lain-lain. Kami tahu itu karena dulu sempat ke rumahnya.

Kami sementara masih berada di rumah makan Padang dekat kampus sambil menunggu kepastian dari si tuan rumah apakah tempatnya boleh kami jadikan singgahan barang semalam. Jika dia bersedia, kami akan langsung tancap gas ke sana namun jika berkeberatan maka agenda ini akan batal—yang tetap saja membuat kami kecewa karena sudah telanjur berencana dan berekspektasi.

Beberapa saat kemudian, HP milik Wahyu tiba-tiba berdering dan ternyata itu panggilan dari Kang Udin. Dadaku cukup lega meski belum tahu apa yang akan dia katakan. Dalam percakapan mereka berdua, Kang Udin rupanya berujar bahwa dia siap menerima kami di rumahnya. AlhamduliLlah.

Kami lantas berbagi tugas untuk persiapan bekal dan lain-lain untuk kemudian bergegas dan berkemas dengan lekas. Sebelum berangkat, Wahyu dan aku lebih dulu mampir ke salah satu toko serba ada untuk membeli beberapa jajanan dan buah-buahan sebagai semacam ‘hadiah’ bagi anak-anak Kang Udin.  Rasanya tidak pantas kalau datang ke rumah seseorang yang sudah mau menyediakan tempatnya sebagai penginapan sementara tanpa membawa apa-apa.

Malam itu sekitar pukul setengah 9, kami pun bertolak ke Wonosobo dengan formasi tiga motor. Aku bersama Wahyu, Dimas dengan Ilman, dan Harun solo riding. Karena keberangkatan kami dari daerah Semarang Barat, kami bersepakat untuk tidak melewati jalur Pantura karena akan memutar dan lebih jauh sehingga kami lebih memilih untuk melintasi jalur Boja yang nantinya akan sampai ke Tambi—yang terkenal dengan kebun tehnya—hingga akhirnya tiba di sekitar Dieng, Wonosobo.

Di perjalanan, kami menaiki kendaraan dengan kecepatan standar saja meski sebenarnya berisiko sampai di sana larut malam. Tapi semoga saja Kang Udin tidak keberatan dengan itu—asal tahu saja, dia benar-benar baik dan sangat pengertian. Setelah menempuh beberapa jam, kira-kira pukul setengah 11 malam, kami beristirahat di daerah Tambi sambil menikmati sebatang rokok masing-masing kecuali Dimas, dia bukan perokok.

Udara sudah mulai terasa begitu dingin namun tidak sampai membunuh semangat kami. Lagi pula meski hampir tengah malam, pemandangan Gunung Sindoro dan Bukit Sikendil masih dapat kami nikmati berkat langit yang temaram. Langit dan gemintang tampak sangat dekat malam itu sehingga kami merasa ditemani dan seakan tidak sendiri. Ini sedikit mengalihkan kami dari dinginnya udara yang mengusap-usap kulit. Padahal jaket yang kami kenakan sudah cukup tebal.

Setelah dirasa cukup, kami segera melanjutkan pelawatan dengan tujuan langsung ke rumah Kang Udin.Udara malam itu menjadi semakin dingin sehingga memaksa kami untuk melaju lebih lekas. Sesudah di atas motor selama kurang lebih setengah jam, sampailah kami di tempat Kang Udin. Waktu ternyata menunjukkan sudah menunjukkan pukul setengah 12 lebih, hampir berganti hari. Ini sangat larut dan sebetulnya kami merasa agak tidak enak dengan Kang Udin karena seperti ‘memaksa’-nya untuk menerima kedatangan kami yang sesuka kami sendiri ini. Namun beruntungnya dia tetap bersedia membukakan pintu agar kami bisa bermalam di sini.

Setibanya di dalam, kami langsung dibuatkan minuman hangat dan disuguhkan beberapa camilan kecil oleh Kang Udin—dia memang baik sekali. Kami juga diajaknya mengobrol mengenai hal-hal ringan dan basa-basi sederhana. Waktu itu hanya Kang Udin yang menemui kami. Barangkali istri dan anak-anaknya sudah lelap tertidur karena mengingat malam memang sudah hilir.

Tidak berselang lama, sekitar 30 menit, Kang Udin mempersilakan kami untuk tidur. Dia juga sepertinya ingin segera beristirahat. Sekadar info, pekerjaan Kang Udin adalah petani sayur. Tahu sendiri, petani merupakan profesi yang dituntut untuk kerja keras sedari pagi. Wajar saja jika dia ingin cepat-cepat berbaring.

Keesokan harinya setelah sarapan di tempat yang sama—ini juga kebaikan Kang Udin lagi—kami berembuk untuk nanti akan berkunjung ke mana. Beberapa dari kami juga mencari informasi tentang objek-objek wisata mana saja yang masih menerima pengunjung. Karena pandemi, tidak semua tempat wisata di daerah Dieng dibuka untuk umum.

Setelah rembukan yang tidak lama itu, akhirnya kami bersepakat untuk berangkat ke Telaga Menjer lebih dulu baru kemudian akan ke mana lagi dipikir nanti dan sorenya langsung kembali ke Semarang. Sebelum berangkat, kami menyempatkan berfoto dengan putra dari Kang Udin yang bungsu—aku masih belum ingat namanya.

Kami memilih mengunjungi Telaga Menjer karena termasuk salah satu objek wisata populer di Wonosobo, khususnya Dieng sendiri. Apalagi lokasinya cukup dekat dari rumah Kang Udin, hanya butuh waktu kira-kira 15 menit. Tanpa menunggu apa-apa lagi, kami berlima langsung berangkat ke telaga itu. Setiba di sana, kami lebih dulu membeli minuman di salah satu warung di dekat situ baru kemudian masuk ke dalam kawasan telaga.

Sangat terasa oleh kami, atau setidaknya yang aku hayati sendiri, suasana telaga yang lega dan tenang pagi itu. Permukaan air yang hening yang diam yang tenteram seperti berbisik bahwa sebenarnya tidak perlu terlalu membebani nurani dengan angan-angan jauh yang barangkali sulit direngkuh. Langit yang terbias di atas telaga juga begitu sendu—namun ramah—dengan beberapa lembar awan yang bergugus-gugus menambah kesan santai dan damai.

Ada pula seekor burung, yang entah apa namanya, terbang ke sana ke mari sembari menggesekkan sayapnya yang mungil di permukaan telaga hingga timbul percik-percik butir air yang kilap-kemilap meski sekejap. Dia melakukan itu entah untuk memancing ikan agar muncul ke permukaan atau karena memang itu hanya membuatnya senang dan bahagia, aku tidak tahu.

Dalam suasana seperti ini, mustahil bagi kami untuk tidak mengambil gambar alih-alih untuk diabadikan. Dimas juga sudah membawa kameranya, tentu sayang kalau tidak digunakan. Sesudah mendapatkan dua-tiga potret di titik-titik yang kami anggap menarik, kami lantas meninggalkan telaga dan kembali merundingkan akan ke mana lagi setelah ini. Sebentar kemudian, kami menentukan untuk pergi ke Kawah Sikidang yang juga tidak jauh dari Telaga Menjer.

Sampai di lokasi, ternyata beberapa dari kami tiba-tiba menjadi malas untuk masuk, karena suatu hal, sehingga kami hanya mampir di kedai kopi untuk beristirahat sejenak sambil membakar beberapa batang rokok. Di kedai itu, kami saling mengobrol hingga tidak terasa rupanya hari sudah makin siang. Akhirnya kami kembali ke rumah Kang Udin. Sorenya, kami izin berpamitan padanya untuk segera pulang. Meski hanya sehari, pelawatan ini cukup membuatku merasa senang.

Di perjalanan, cuacanya tiba-tiba kurang bersahabat. Gerimis turun rintik-rintik dan kabut mulai menebal hingga membatasi jarak pandang. Ini membuat kami bersepakat untuk berhenti dan berteduh di sebuah warung kecil di daerah Tambi. Sembari menunggu gerimis reda, kami memesan beberapa cangkir minuman hangat dan, lagi-lagi, mengambil beberapa foto di bawah langit yang redup tertutup kabut sore itu dengan kamera milik Dimas yang sisa baterainya tinggal tidak seberapa.

Kami lantas melanjutkan kepulangan meski gerimis masih belum juga berkurang. Di jalan, yang tadinya gerimis kecil tiba-tiba menjadi hujan yang cukup lebat. Ditambah lagi motor yang ku kendarai remnya malah tidak berfungsi dengan baik. Maklum saja, jalan yang kita lalui memang naik-turun, banyak kelokan, dan licin sebab hujan. Kami lalu berhenti lagi di masjid dekat situ untuk mengistirahatkan kendaraan-kendaraan kami sambil sembahyang lebih dulu. Setelah kiranya cukup, kami kembali meneruskan perjalanan—hujan masih lebat.

Sekitar satu jam di atas kendaraan, aku meminta Wahyu untuk ganti menyetir karena mataku mulai berkunang-kunang. Ketika sampai di jalur yang tanjakannya cukup ekstrem, dia agak terlambat mengurangi gigi sehingga motor kami hampir berhenti. Sebab khawatir kalau akan jatuh atau bagaimana, aku memutuskan untuk turun dengan sedikit melompat ke belakang. Saat sudah turun, ternyata Wahyu terus melaju kencang tanpa berhenti dulu barang sebentar. Aku mulai panik dan berteriak memanggilnya sekeras mungkin,

“Wahyuuuuuu…!!! Wahyuuuuuu…..!!!!” Entah berapa kali aku memekikkan namanya tapi dia tetap bergeming bahkan melesat lebih cepat dari semula sampai tidak tampak lagi olehku. Aku lalu berjalan sendirian di tengah hutan malam-malam. Tidak ada siapa pun. Rasanya panik, marah, dan deg-degan tidak karuan sebab cemas jikalau terjadi apa-apa. Beruntung setelah mendapat beberapa langkah, aku melihat rumah. Ternyata ada pemukiman. Aku menunggu mereka kembali di depan sebuah toko yang sudah tutup. Cepat atau lambat pasti mereka akan menyadari kalau temannya ini tertinggal.

Benar saja, setelah menanti sekitar 15 menit—waktu yang cukup lama untuk seseorang yang sedang panik—terlihat cahaya kendaraan yang ternyata adalah Harun dan Wahyu. Akhirnya ada juga yang menjemputku. Kata Harun, si Dimas dan Ilman menunggu kami di warung pinggir jalan yang letaknya tidak jauh. Aku merasa lega namun masih sangat geram. Sempat keluar umpatan-umpatan yang tidak mungkin aku tulis di sini. Wahyu sendiri diam dan hanya tersenyum nanar barangkali karena merasa bersalah. Padahal saat aku melompat turun juga tidak memberitahunya. Sama-sama salah sajalah.

Ketika sampai di warung, kami malah tertawa terpingkal-pingkal dengan kejadian itu. Terkadang memang begitu, tragedi jika sudah terlewati akan menjadi komedi. Kami kemudian melanjutkan perjalanan pulang ke Semarang hingga akhirnya tiba dengan keadaan baik-baik saja. AlhamduliLlah. [T]

Rembang, Oktober 2021

Tags: DiengJawa TengahPariwisataperjalananTelaga MenjerWonosobo
Previous Post

Desa Penglipuran dalam Cat Air | Menyambut Turis, Menjaga Tradisi, Menjaga Keindahan

Next Post

Membaca Soekarno dari Sudut Kontrakan [2] : Nasionalisme, Islamisme, Marxisme

A. Zulfa Muntafa

A. Zulfa Muntafa

Lahir pada 29 April tahun 2000 di Kemadu—Sulang, Rembang, Jawa Tengah. Beberapa karyanya sudah pernah dimuat di Kompas, tatkala.co, blog Ismaro Tuban, situs Cerpenmu.com, dan beberapa media digital lainnya. Saat ini, penulis berstatus sebagai mahasiswa di program studi Pendidikan Bahasa Arab UIN Walisongo Semarang.

Next Post
Membaca Soekarno dari Sudut Kontrakan [2] : Nasionalisme, Islamisme, Marxisme

Membaca Soekarno dari Sudut Kontrakan [2] : Nasionalisme, Islamisme, Marxisme

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

ORANG BALI AKAN LAHIR KEMBALI DI BALI?

by Sugi Lanus
May 8, 2025
0
PANTANGAN MENGKONSUMSI ALKOHOL DALAM HINDU

— Catatan Harian Sugi Lanus, 8 Mei 2025 ORANG Bali percaya bahkan melakoni keyakinan bahwa nenek-kakek buyut moyang lahir kembali...

Read more

Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

by Teguh Wahyu Pranata,
May 7, 2025
0
Di Balik Embun dan Senjakala Pertanian Bali: Dilema Generasi dan Jejak Penanam Terakhir

PAGI-pagi sekali, pada pertengahan April menjelang Hari Raya Galungan, saya bersama Bapak dan Paman melakukan sesuatu yang bagi saya sangat...

Read more

HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

by Sugi Lanus
May 7, 2025
0
HINDU MEMBACA KALIMAT SYAHADAT

— Catatan Harian Sugi Lanus, 18-19 Juni 2011 SAYA mendapat kesempatan tak terduga membaca lontar koleksi keluarga warga Sasak Daya (Utara) di perbatasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co