2 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Meneropong Hamsad Rangkuti dari Pusaran Kota Denpasar | Catatan Diskusi Semenjana

Lingkar Studi Sastra DenpasarbyLingkar Studi Sastra Denpasar
September 29, 2021
inEsai
Meneropong Hamsad Rangkuti dari Pusaran Kota Denpasar | Catatan Diskusi Semenjana

Hamsad Rangkuti

Membaca Hamsad Rangkuti adalah membaca cerita dan gelagat warga yang sesekali banyol dan sekali yang lain penuh kejutan. Hamsad mungkin sekarang cekikikan tertawa dalam kuburnya, ketika mengetahui kita pun tertawa membaca cerpen-cerpennya.

Cerpen-cerpennya seakan lebur dalam lelucon yang mengagetkan. Membacanya adalah membaca upaya kejutan yang dia bangun dengan kesadaran;yang dia dapat dari membubuhkan ulang apa yang dia lihat, dengar dan baca dari surat kabar. Seolah kita berpijak pada kegamangan yang dibangun—kegamangan fakta maupun fiksi.

Lingkar Studi Sastra Denpasar memilih Hamsad Rangkuti sebagai bahan diskusi Semenjana (Seri Membincang Jalan Ninja). Agenda diskusi tersebut adalah membicarakan cerpen-cerpennya sekaligus menilik proses kreatifnya yang dilakukan dengan membaca karya-karyanya maupun sumber lain yang dirasa mewakili.

Adapun cerpen-cerpennya yang didiskusikan yaitu; Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu?, Pispot, Gelombang yang Berlabuh, Nyekar, serta Si Lugu dan Si Malin Kundang.

Tinja dalam Semesta Hamsad Rangkuti

Hamsad Rangkuti kerap mengatakan bahwa dirinya memiliki imajinasi liar untuk menuliskan cerita atau yang kerap ia sebut sebagai kebohongan. Imajinasi-imajinasi itu membawanya ke banyak tempat dan banyak hal, termasuk pembicaraan mengenai tinja atau feses pada manusia. Tinja menjadi salah satu tema yang dieksplorasi oleh Hamsad untuk melihat berbagai sudut pandangnya.

Dari lima cerpen yang didiskusikan di pertemuan pertama, Pispot adalah satu cerpennya yang mengeksplorasi tema tinja. Meskipun begitu, Pispot bukanlah satu-satunya cerpen Hamsad yang membicarakan tinja. Dalam Pispot, tinja tak dilihat sebagai sesuatu yang menjijikan—seperti halnya kita membicarakan tinja atau kotoran manusia pada umumnya. Tinja dalam Pispot seolah-olah adalah jari-jari yang menggelitik kita, membuat kita untuk sesekali nyengir atau tergelak menertawainya. Seperti pada kutipan-kutipan berikut ini:

“Semua keterangan itu sudah cukup meyakinkan! Ambil obat pencahar! Pisang dan papaya. Suruh dia mencret seperti burung. Lalu tampung kotorannya!”

Si penjambret meminta pispot baru. Kemudian orang yang membawa alat pengeras suara masuk kembali ke dalam ruangan berkaca dan menyambut pispot yang diulurkan dari balik papan penyekat. Lalu terdengar suara dari dalam pengeras suara:      “Belum juga! Masih sisa-sisa tempe. Ada seperti benang. Kukira ini sumbu singkong rebus!”

Cerpen Gelombang yang Berlabuh, misalnya. Cerpen ini dimulai dengan lambat untuk menuju kisah tokoh. Tempo lambat tercipta dari deskripsi tentang tsunami yang begitu rinci. Dalam konteks ini, pembaca akan dibuat berada di antara: fiksi dan realita. Cara ini tampak memberi efek kenangan, seperti visual menonton film yang menyuguhkan suasana terlebih dahulu tapi dalam membaca cerita yang singkat, bukankah kita tidak punya banyak waktu yang luang untuk mengenang? Hamsad mencoba mengajak pembaca melakukannya. Pada cerpen ini Hamsad Rangkuti tampak lihai menghadirkan berbagai kejutan, baik di awal, tengah, dan akhir. Ia memberi patahan-patahan yang sulit untuk kita tebak. Ia meletakkan patahan di saat pembacanya sedang menikmati momen-momen  tertentu.

“Sudah ingin ke jamban?” katanya

“Dia baru menelannya. Belum. Sebentar lagi, Pak.”           

“Bagus! Kalau dia tidak suka papaya dalam negeri, kita bisa sediakan papaya Bangkok!” Dia tutup pintu kaca itu.

Petugas itu tampak memeriksa isi pispot dengan ranting. Terdengar dia melaporkan apa yang dia lihat di dalam pispot.

“Belum keluar! Baru biji-biji kedelai. Rupanya dia makan tempe!”

Dialog ini terdapat dalam cerpen Pispot, cerita diakhiri dengan cara yang menarik. Pembaca diajak pada pilihan yang tegang, antara kemurahan hati si Saksi untuk minta maaf karena menyesal dan menghentikan taksi agar pikirannya tidak berubah. Sebenarnya, situasi hati si Saksi sangat manusiawi. Sebagai manusia, tokoh itu sangat masuk akal, sebab manusia selalu memiliki pertentangan dalam diri.

Di satu sisi dia kita anggap baik, tapi di sisi lain dia tampak kehilangan empati. Selain itu, dialog satu kata yang diulang-ulang menjadi foreshadow dalam cerita ini. Namun, penanda ini belum bisa membuat pembaca memutuskan sesuatu. “Tidak,” kata si Pencuri, dan dengan kesaksian yang ragu, “tidak” itu pun bermakna ambigu: Saksi ragu, sementara si pelaku takut, takut yang dimiliki setiap orang yang menghadapi bahaya di depannya.

Ikhwal Lain di Kepala

Kemampuan Hamsad memilih diksi yang biasa-biasa saja–yang dekat dengan keseharian kita, membuat kita menikmati setiap ceritanya tanpa pernah dibuat pening memikirkan maksud dan tujuannya. Tak heran jika cerpen-cerpennya dinikmati bahkan hingga anak kelas lima SD[1].

Sapardi menyebut Hamsad seorang pengamat yang cermat. Menggunakan berbagai Teknik penulisan cerita dengan baik, terutama kejutan pada pengulangan dan penutup cerita, menimbulkan suasana mencekam sekaligus menggelikan. Dalam ketegangan, pembaca secara diam-diam dibuat merasakan bahwa peristiwa itu lucu, meski tetap menyiratkan amanat. Segala kenyataan, kebenaran, dan apa yang telah terjadi sungguh-sungguh tidak terduga, kecuali kejutan-kejutan menyegarkan yang tetap terjaga di dalam bingkai[2].

Sosok tokoh jalinan kisahan Hamsad Rangkuti jauh dari pretensi absurd atau surreal sehingga pembaca merasa dekat dengan setiap kejadian dalam karangannya. Mereka tidak terkesan diperalat sang empu cerita. Dengan kata lain, tokohnya dalam plot terlihat leluasa mengekspresikan sikapnya. Cerita dibuat dekat dan bernilai ironi maupun sarkasme. Hal ini mencirikan bacaan yang dihadirkan bersifat reflektif, meresepsi pembaca[3]. Hamsad mencoba mengajak pembacanya untuk melihat realitas sekitar, sedikit mencubit kesadaran pembaca bahwa permasalahan yang kompleks tidak hanya dihadirkan pada ranah-ranah elitis. Tetapi juga hadir di tengah-tengah kehidupan rakyat kecil yang tidak berdaya.

Hamsad kecil adalah seorang pelamun yang parah. Ia menyadari hal ini dan hal ini sempat dituliskannya pada artikel yang ia berikan pada Pamusuk Eneste. Hamsad kecil bisa menghabiskan berjam-jam untuk duduk di pohon dan melamun. Sesekali ia akan pergi menonton pementasan buruh-buruh Jawa untuk menonton ludruk, wayang orang serta wayang kulit. Sesekali ia pun ikut ayahnya yang bekerja sebagai penjaga toko malam. Ayahnya sering bercerita padanya dan ketika ayahnya sedang tidak bercerita, dia akan duduk sedikit menjauh dari ayahnya, berdiam di dalam gelap dan tentu saja—melamun.

Ketika ia beranjak lebih dewasa, sepulang sekolah ia tak langsung pulang. Ia kerap pergi ke kantor Wedana, membaca koran-koran yang terbit di Medan dan berdiri membacanya. Di sinilah ia bertemu dengan Mimbar Umum, sebuah koran yang setiap minggu memuat cerpen-cerpen terjemahan. Mimbar Umum tersebutlah yang menjembataninya sehingga bertemu dengan karya-karya Anton Chekov, Gorky, Hemingway, O. Henry dan lain sebagainya. Karya-karya dari penulis tersebut yang membuatnya tahu bahwa karya yang baik adalah karya yang bisa mengganggu batinnya meskipun setelah selesai membacanya. Karya-karya penulis itu pun yang ternyata memberinya semangat untuk juga menuliskan cerita, cerita yang dapat mengganggu batin pembacanya.

Karena hidup dalam cerita masa kecil yang dekat dengan rakyat kecil, menjadikan dia tumbuh sebagai penulis yang mengangkat apa-apa yang dekat dengannya. Tema-tema tulisan Hamsad Rangkuti berkelindan antara rakyat kecil yang menderita dan tentang nasib yang tidak kuasa mereka lawan. Seolah-olah ia menjadi bagian dari rakyat kecil tersebut, ia tidak menuliskan kesengsaraan dengan cara bersedih-sedih, namun sebaliknya.

Hamsad menjungkirbalikan penderitaan dengan cara-cara yang tak jarang mengagetkan kita, dengan penyampaian yang tidak bombastis. Seolah ia memiliki segudang cara mengajak kita menertawai kejadian-kejadian yang dialami karakternya. [T]

  • Penulis: Juli Sastrawan

[1] Pamusuk, Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang

[2]  Sapardi, “Hamsad Mendongeng”, dalam Wanita Muda di Sebuah Hotel, op.cit., h. 16-17

[3]  Satmoko Budi Sasonto, “Cerita Pendek, Keberjamakan, Reruntuhkan Menara Gading, Kompas, Minggu, 8 Juni 2003, j. 018.

Tags: CerpenHamsad RangkutiLingkar Studi Sastra DenpasarsastraSastra Indonesia
Previous Post

Apa Saja 4 Kriteria Utama Aplikasi HR Terbaik?

Next Post

Harmonisasi Material-Spiritual | Sebuah Renungan

Lingkar Studi Sastra Denpasar

Lingkar Studi Sastra Denpasar

Lingkar Studi Sastra Denpasar (LSD) adalah sebuah kelompok belajar yang meneropong sebagian kecil dari lanskap besar Sastra Indonesia. Temui mereka di Instagram: @lingkarstudisastra.dps

Next Post
Harmonisasi Material-Spiritual | Sebuah Renungan

Harmonisasi Material-Spiritual | Sebuah Renungan

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more

Google Launching Veo: Antropologi Trust Issue Manusia dalam Postmodernitas dan Sunyi dalam Jaringan

by Dr. Geofakta Razali
June 1, 2025
0
Tat Twam Asi: Pelajaran Empati untuk Memahami Fenomenologi Depresi Manusia

“Mungkin, yang paling menyakitkan dari kemajuan bukanlah kecepatan dunia yang berubah—tapi kesadaran bahwa kita mulai kehilangan kemampuan untuk saling percaya...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu
Panggung

Pramana Experience Luncurkan Rasayatra Edisi Kedua: Manjakan Indera, Sentuh Kesadaran Historis — Koneksi Tamu, Tradisi, Waktu

HUJAN itu mulai reda. Meski ada gerimis kecil, acara tetap dimulai. Anak-anak muda lalu memainkan Gamelan Semar Pagulingan menyajikan Gending...

by Nyoman Budarsana
June 1, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co