4 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Diksi Fisika pada Pesan-pesan Cinta | Ulasan Buku Puisi “Pemuda Bertas Selempang”

I Made KridalaksanabyI Made Kridalaksana
September 12, 2021
inUlasan
Diksi Fisika pada Pesan-pesan Cinta | Ulasan Buku Puisi “Pemuda Bertas Selempang”

Potongan cover buku "Pemuda Bertas Selempang"

  • Judul Buku : Pemuda Bertas Selempang
  • Penulis :Ni Luh Made Ratna Agustini, S.Pd.,M.Pd.
  • Penerbit : PT Nyala Masadepan Indonesia
  • Cetakan ke- : Pertama
  • Tahun : 2021
  • ISBN : 9786236160770
  • Tebal : vi + 66 hal.
  • Dimensi : 18,2 x 25,7 cm

Ni Luh Made Ratna Agustini, S.Pd.,M.Pd adalah nama lengkap penulis buku kumpulan puisi Pemuda Bertas Selempang ini. Ia lahir di Tabanan tahun 1968 dengan latar belakang pendidikan Fisika. Buku ini merupakan kumpulan puisinya yang pertama.

Pemuda Bertas Selempang menaburkan cukup banyak diksi yang diserap dari mata pelajaran Fisika—mata pelajaran yang diampu penulis sebagaimana terpampang pada kover belakang kumpulan puisi ini—seperti: ‘saklar’, ‘on-ff’’, ‘positif’, ‘negatif’, ‘besaran’, ‘satuan’, ‘batas ambang’, ‘energi’ dan beberapa diksi lainya.

Kehadiran diksi-diksi yang “dibaurkan” pada larik-larik puisi tersebut mampu “mengaburkan” sekat-sekat keilmuan yang identik dengan rumus-rumus tersebut sehingga terkesan mengalir begitu saja laiknya puisi-puisi pada umumnya. Hal ini menjadi keunikan tersendiri buku dengan kover depan lukisan pemuda-pemudi yang sedang mengangkat tangan ini.

Di antara tema-tema yang dihadirkan, saya lebih tertarik untuk mengulik puisi-puisi yang bertemakan cinta yang terlihat cukup mendominasi. Tema-tema tersebut mengingatkan kita sebagai manusia akan pentingnya memiliki rasa cinta. Kondisi cinta yang menyala akan membuat kita bahagia, senang, gembira atau sebutan sejenisnya. Mari simak larik-larik pada puisi berjudul “Saklar Cinta”. //Dimensi dunia kian merebak/Merambah pada cinta yang membara/Ibarat saklar/On-off-nya berdampingan/Jika on…rasakan sensasinya di dada/Meletup-letup tiada tara/Bergairah sungguh terasa//. (Hal.44).

Sebaliknya, cinta yang padam akan membuat kita merasa menderita, sedih, terluka, sakit maupun sejenisnya. Padamnya cinta tersebut bisa kita simak pada puisi dengan judul yang sama.  //Cinta yang off/Sakitnya tak terperi/Suram berimbas pada luka/Terkoyak dalam bias cinta yang kandas/Berujung luka nanar/Sakit…sungguh sakit/Senyumnya tak lagi menginspirasi//. (Hal. 44).

Melalui tema-tema cinta pada Pemuda Bertas Selempang saya melihat Ratna Agustini mengajak kita untuk mampu memposisikan ‘on’ pada saklar cinta baik pada diri sendiri, orang lain, lingkungan—termasuk tempat tinggal, alam, serta budaya manusia yang mendiaminya, termasuk Tuhan—sehingga tercipta Tri Hita Karana yakni jalinan yang harmonis antar sesama manusia, lingkungan, maupun dengan Sang Pencipta.

Cinta pada diri sendiri itu perlu. Hal ini dapat dilakukan dengan mengelola waktu dengan baik sehingga tubuh memiliki waktu istirahat yang cukup sehingga tidak sampai kelelahan. Mari simak penggalan puisi “Dirimu, Ruangmu”. //Butuh rehat/Jeda/Tubuhmu, butuh istirahat/Beri waktu, beri hadiah/Tubuh ini adalah kuil kita/Tubuh ini adalah teman kita/Seumur hidup//…//Cinta harus selalu untuknya/Tubuh ini/Jiwa ini/Cinta yang paling pertama/Haruslah diri ini//. (Hal. 16).

Selain untuk diri sendiri, cinta juga mesti dipancarkan untuk orang di luar diri sendiri. Melalui puisi-puisinya Ratna Agustini juga secara eksplisit mengungkapkan bahwa sebagai seorang istri, cinta mesti dicurahkan untuk sang suami. Sebagaimana pasangan suami-istri pada umumnya, kehidupan berumah tangga tentu tidak selalu berjalan sesuai yang diharapkan.

Cover buku puisi Pemuda Bertas Selempang

Menghadapi kondisi seperti ini, kehadiran cinta-lah yang mampu saling menguatkan. Begitu kira-kira pesan yang hendak disampaikan melalui puisi “Cinta Tanpa Ujung”. //Perjalanan panjang telah kita lalui/Melodi langkah kita seirama/Mengarungi lautan kehidupan/Ombak dan angin selalu kita hadapi/Selalu saling menguatkan/Memperkokoh bahtera kehidupan//. (Hal. 53). Tentu kehadiran frasa ‘kita’ pada penggalan puisi ini bisa dimaknai sebagai cinta yang dua arah yakni cinta istri pada suami maupun sebaliknya cinta suami pada istri.

Meski sudah menjadi “milik” keluarga suami—yang notabene tinggal bersama di rumah keluarga suami—pada puisi lainnya Ratna Agustini mengajak para perempuan yang sudah menikah untuk tidak melupakan keluarga tempat mereka berasal. Ia mencurahkan rasa cinta sekaligus terima kasihnya kepada ibu yang telah melahirkannya, ayah yang telah menempanya sehingga menjadi “orang” seperti sekarang, ibu mertua yang dihormatinya, maupun orang-orang di sekitar tempat ia bertinggal sekarang maupun tempatnya bekerja.

Puisi cinta terhadap ibu bisa disimak pada puisi “Hari Ibu Istimewa” yang bertitimangsa tepat pada Hari Ibu tahun 2020. //Ibu/Mohon ampun atas dosaku/Semangatmu menjadi semangatku/Kokoh jiwamu…kokoh batinmu/Terngiang di tetesan darahku/Kasihmu kumuliakan sepanjang napasku//. (Hal. 5).

Selain ibu kandung, melalui puisi “Mertua Kekinian” Ratna Agustini tidak luput menyampaikan rasa cintanya pada ibu mertuanya. Mari simak penggalan puisinya. //Ibu/Kusebut kau ibu/Ibu dari suamiku/Ibu mertuaku/…//Kita bukanlah jarak/Kita bukanlah musuh/Bermodal santun/Beralaskan tutur//. (Hal. 20).

Sementara itu, puisi terkait cinta kepada ayah serta ungkapan terima kasih atas kebaikan-kebaikan yang pernah ia lakukan dapat dijumpai pada puisi “Ayah”. //Terpana dengan senyummu/Terpaut kasih yang tak lekang oleh waktu/Tubuhmu kian kurus/Dikikis oleh sang fajar//…//Terima kasih ayah/Pendekar tanpa tanda jasa//. (Hal. 40-41). Melalui penggalan puisi ini Ratna Agustini hendak mengingatkan di mana pun kita sekarang, bagaimanapun keadaan kita sekarang, jangan pernah lupa kepada ayah.

Cinta pada anak-anak diungkapkan lewat bahasa pujian serta harapan. Cinta tersebut terlihat pada puisi “Pemuda Bertas Selempang” yang juga sekaligus judul kumpulan puisi ini. Rasa cinta terekspresi dalam bentuk kobaran semangat serta harapan di pundak anak-anak  untuk berjuang menuntut ilmu pengetahuan. Untuk menjadi anak-anak yang sukses di kemudian hari, tentu tidak sedikit ujian serta tantangan yang kerap dihadapi.

Mari kita simak puisinya. //Kering melanda tiada henti/Harapan kami terselip di pundakmu/ Berdetak riuh penuh harap//…//Hingga hujan datang berkicau/Semua bersorak riang/Kau pemuda/Diarak keliling kota//. (Hal. 64). Penggalan ini sarat dengan pesan moral bahwa untuk bisa “hidup” itu tidak mudah sebab kesuksesan tidak datang tiba-tiba. Perlu proses. Begitu mungkin pesan yang hendak Ratna Agustini utarakan.

Pada kumpulan Pemuda Bertas Selempang ini Ratna Agustini tidak melulu mengungkapkan rasa cintanya pada diri dan keluarga. Melalui puisi-puisinya ia juga mengekspresikan cinta terhadap orang-orang di sekitarnya.

Pada puisi berjudul “Sahabat”, misalnya, secara hiperbolik ia mengungkapkan bahwa cinta dalam bentuk persahabatan melebihi ambang batas energi di bumi. Mari kita simak penggalan puisinya. //Satu kata yang ingin kukenang/Diterpa badai tak kan goyah/Melampaui batas ambang energi di bumi//…//Roda terus berputar/Kita terus berkawan/Sahabat/Senyummu adalah harapan dan keberanianku/Hadirmu bagaikan lilin yang menaungi setiap gelapku//.

Cinta pada sesama juga terdapat dalam bentuk empati terhadap penderitaan yang tengah dialami orang-orang di sekitar sebagaimana diungkapkan pada puisi “Pasar Bunga Desa Baha”. //Kujajakan daganganku/Teriakanku terhempas dalam penat/Tak ada peminat/Bungaku tak tersentuh pembeli//. (Hal.32). Penggalan puisi ini memperlihatkan rasa ikut merasakan kesedihan orang-orang di sekitar tempat tinggalnya yang tengah mengalami kesulitan perekonomian di masa darurat Covid-19 ini.

Selanjutnya, puisi-puisi terkait kecintaan terhadap alam tertuang dalam bentuk kata-kata pujian pada puisi “Sepanjang Jalan Kenangan”. //Kutapaki laju jalanmu/Berhias kerikil berbalut pasir/kesejukan tercurah di wajah ayumu/Sepanjang jalan yang kulalui/Musim tanam berganti musim panen//. (Hal. 51).

Kecintaan penulis pada ciptaan Tuhan lainnya seperti binatang maupun tumbuhan juga bisa disimak pada puisi-puisi lainnya. Kecintaan terhadap binatang, misalnya, bisa disimak pada puisi “Nyanyian Harga Diri”. //Barisan irama di akhir Desember/Rintikmu bermelodi/Sirami hati yang gundah/Mengiringi lirik kesayanganku//…//…/Teruslah bernyanyi punglor merahku/Junjunglah harga dirimu setinggi langit//. (Hal. 60).

Melengkapi kecintaan terhadap binatang, Ratna Agustini juga tidak melupakan tumbuh-tumbuhan. Rasa cinta ini terlihat pada puisi “Bonsai Kelapa”. //Bonsai kelapaku/Cetakan Tuhan yang tak ternilai/Kupinang dalam sekali kedipan/Kupelihara dengan penuh kesabaran//…//Pesonamu mengalahkan riakku/Tiap helai tubuhmu/Sungguh sebuah mukjizat bagiku//. (Hal. 48).

“Rumahku Istanaku”. Itulah puisi di mana Ratna Agustini menyampaikan kecintaannya pada rumah tempat ia tinggal bersama keluarga. Mari simak puisinya. //Walau kecil/Membuatku nyaman/Menghangatkan jiwaku/Kedamaian dan kehangatan cinta/menyelimuti tempatku terlelap berpeluk melodi mimpi//. (Hal. 3). Jika dikupas lebih mendalam sepertinya kita diajak “pulang” untuk melihat diri lebih ke dalam sekaligus mencintai “rumah”—tubuh yang membingkai jiwa serta hati kita.

Manusia hidup tidak terlepas dari budaya. Salah satu budaya yang masih bertahan hingga kini adalah tarian. Pada puisi “Penari” Ratna Agustini seperti mengungkapkan rasa cinta pada warisan leluhur ini sekaligus mengingatkan nilai-nilai kebaikan yang dapat dipetik dari seorang penari. Mari simak puisinya.  //Ujung kaki dan tangan/Senada dan seirama/Hentakan kakimu/Secepat kijang dalam lompatan/Estetik dan sungguh nyentrik//…//Torehkan riuh dalam senyap/Dunia bangga/Dunia bersabda/Kau penari/Penari tak sekadar halusinasi//. Hal (29). Pesan cinta yang hendak ditonjolkan penggalan puisi ini adalah nilai cinta akan budaya negeri sendiri, persahabatan, kebersamaan, serta nilai-nilai keindahan.

Tidak lengkap rasanya penari tanpa pengiringnya, gamelan. Pada puisi “Gamelan” ini Ratna Agustini sepertinya mengingatkan kita untuk tidak lupa dengan warisan leluhur ini. Mari kita simak puisinya. //Riuh membahana/membobol cakrawala/Alunan melodi selaras ritme/Bunyi terlantun dalam ego//…//Lestarikan budaya dalam jiwa/tak kan punah termakan waktu/Beradu di metropolitan/Tak gentar digerogoti zaman//. (Hal.2). Pada penggalan puisi ini kita diingatkan untuk mencintai sekaligus menjaga keberlangsungan kehidupan warisan yang sangat bernilai ini di tengah-tengah bombardir berbagai jenis hiburan di era digital ini.

Selain cinta pada sesama manusia serta lingkungan, Pemuda Bertas Selempang ini mempersembahkan cinta kepada Sang Pencipta. Pada puisi “Jangan Menyerah” Ratna Agustini menyampaikan rasa cinta kepada Tuhan berdoa, meminta ampunan sekaligus memohon kekuatan dalam menghadapi lika-liku kehidupan. //Tuhan/Kami bersimpuh di hadapanmu/Ampuni serakah kami dan dosa hambamu/Kuatkan kami menerima cobaan/Bakarlah semangat kami/Tuhan/Pulihkan kami//. (Hal. 18-19). Penggalan puisi ini mengingatkan kita untuk selalu ingat kepada Hyang Maha Kuasa yang sekaligus mengajak kita melaksanakan pengamalan sila pertama Pancasila—Ketuhanan yang Maha Esa.

Terlepas dari “borosnya” penggunaan tanda titik-titik di belakang sejumlah larik puisinya, kehadiran diksi serta majas yang sudah lazim, tema-tema yang tidak jauh dari sekitar diri kita ini menyebabkan kumpulan puisi ini tidak sulit dipahami. Karena itu, saya merekomendasikan kumpulan puisi Pemuda Bertas Selempang ini sebab bisa menjadi alternatif bacaan baik sebagai referensi untuk mengenalkan istilah-istilah bidang Fisika ke dalam larik-larik puisi, menginterpretasi makna-makna puisi di dalamnya, serta mengembangan rasa cinta baik terhadap diri sendiri, sesama, warisan leluhur, lingkungan alam, termasuk yang tidak kalah pentingnya adalah cinta terhadap Tuhan. Selanjutnya, saya ucapkan selamat menikmati. [T]

Tags: cintafisikailmu fisikakumpulan puisiPuisi
Previous Post

Selisia | Cerpen Santi Dewi

Next Post

Istimewanya Pohon Bunut di Nusa Penida: Jadi Benteng Pakan Sapi, Peneduh, Lumbung Hidup, juga Ruang Sosial

I Made Kridalaksana

I Made Kridalaksana

Lahir di Bongkasa, Badung, Bali, tahun 1972. Pendidikan terakhir S2 Linguistik di Universitas Udayana Denpasar (2007). Kini, guru di SMA Negeri 2 Mengwi, Badung, Bali. Puisi-puisi penulis terhimpun pada antologi bersama: “Mengunyah Geram, Seratus Puisi Menolak Korupsi” (2017), dan banyak lagi.

Next Post
Istimewanya Pohon Bunut di Nusa Penida: Jadi Benteng Pakan Sapi, Peneduh, Lumbung Hidup, juga Ruang Sosial

Istimewanya Pohon Bunut di Nusa Penida: Jadi Benteng Pakan Sapi, Peneduh, Lumbung Hidup, juga Ruang Sosial

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Film “Story” dan “AI’r”: Tekhnologi dan Lain-lain | Catatan dari Layar Kolektif Bali Utara
Panggung

Film “Story” dan “AI’r”: Tekhnologi dan Lain-lain | Catatan dari Layar Kolektif Bali Utara

ADA enam flm pendek produksi devisi film Mahima Institute Indonesia (Komunitas Mahima) diputar di Kedai Kopi Dekakiang dengan tema “BERTUMBUH”,...

by Sonhaji Abdullah
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co