5 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tatahan Imaji | Dari Pameran Wana Jnana

AS KurniabyAS Kurnia
July 9, 2021
inUlasan
Tatahan Imaji | Dari Pameran Wana Jnana

Patung burung kokokan dalam pameran Wana Jnana di PKB 2021

Jejak seni patung Bali dapat dijumpai di hampir tiap pura berupa arca dari batu. Di sisi gerbang pura yang disebut Candi Bentar biasanya diletakkan patung Dwarapala yaitu patung berukuran besar yang berfungsi sebagai penjaga. Bukti peninggalan prasejarah ada di Desa Trunyan, Kintamani yang diberi nama Ratu Gede Pancering Jagat. Patung setinggi 5 meter dipercayai sebagai citraan sosok nenek moyang mereka yang telah memberikan kedamaian dan kesejahteraan.

Seni patung Bali memiliki berbagai istilah sesuai dengan bentuk dan fungsinya seperti: Togog, Arca, Pretima, dan Bedogol. Togog adalah jenis patung profan. Tidak terikat pakem tradisi maupun religiositas tertentu. Bersifat fungsional yang lebih universal bagi kebutuhan ragawi dan rohani manusia sehingga memiliki keluasan perubahan dan pengembangan sesuai ekspresi dan imajinasi senimannya.

Sejumlah karya patung bisa dilihat di Museum ARMA, Ubud. Karya-karya ini bagian dari pameran Wana Jnana yang berlangsung dari tanggal 10 Juni hingga 10 Juli 2021. Gelaran seni rupa tradisi ini merupakan agenda Bali Kandarupa di dalam helatan akbar Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIII, Tahun 2021.

Dari Sakral ke Profan

Sejarah perkembangan ‘patung togog’ sangat dinamis. Pemuka-pemuka pematung tak kering gagasan. Bentuk-bentuk baru terus bertumbuhan, menyebar di masyarakat, melebur menjadi gaya komunal. Patung yang berkembang di desa Nyuh Kuning, misalnya, pada umumnya berwujud hewan laut seperti ikan, lumba-lumba, kura-kura dan lainnya. Postur patung kebanyakan vertikal dengan bagian pangkal berbonggol yang biasanya dikreasi bermotif karang sebagai penunjang konstruksi konfigurasi sekelompok objek ikan. Patung lumba-lumba atau dolphin menjadi identitas cenderamata yang populer dari desa ini.

Desa Peliatan memiliki peran penting dalam peta sejarah seni patung di Bali. Beberapa pematung andal tinggal di desa ini yaitu I Wayan Neka, I Wayan Ayun, I Nyoman Togog, Tjokot, I Wayan Winten dan yang lainnya. Mereka memberi andil pada pengembangan seni patung di desa sekitarnya. Ketika pop art dicetuskan I Nyoman Togog, Desa Peliatan menjadi salah satu sentra industri.

Ida Bagus Njana dan anaknya yaitu Ida Bagus Tilem adalah dua pematung penting Desa Mas. Posisi dua tokoh ini berada di jajaran pemuka seni patung modern Bali. Mereka melakukan terobosan keluar dari pakem seni klasik dan tradisional. Gagasannya penuh kebebasan. Karya patungnya tidak proporsional. Bentuk dan karakter material dielaborasi dengan gagasan yang berkelindan di dalam imajinasinya.

Selain karya yang bersifat personal atau ideal, di desa ini berkembang pula produk karya patung komersial atau suvenir. Masing-masing banjar memiliki kecenderungan motif patung. Motif burung berkembang di Banjar Juga. Banjar Kumbuh memproduksi patung ‘nude’ sementara Banjar Bangkilesan mengembangkan patung abstrak dan di Banjar Tegal Bingin berkembang patung topeng modern.

Dinamika seni patung di desa Mas dan Peliatan memengaruhi desa Petulu dan Nagi. Terjadi alih teknologi dari desa Mas dan Peliatan ke Petulu sementara warga Nagi banyak mengasah keterampilan ke Peliatan yang berkecenderungan gaya realisme yang di antaranya seni patung berbentuk binatang. Desa Nagi akhirnya jadi sentra industri patung binatang seperti gajah, babi, kuda, kura-kura dsb. Motif patung ‘yogi’ yang berasal dari desa Mas berkembang pesat di Petulu. Dipicu boomingnya industri kerajinan, semua pematung beralih mengerjakan patung yogi. Nilai ekonomi bisnis ini memang menggiurkan pada masa itu.

Menjelajahi Imaji

Alam banyak membentuk karya seni yang fenomenal. Perangkat pembentuk itu adalah iklim, sifat objek, gerak, peristiwa, waktu, ketakabadian dan sebagainya. Citra seni yang muncul dari proses alam dalam bahasa Bali disebut ‘tampak sida’ (yang terlihat). Barangkali dapat pula disebut imaji. Dalam seni patung, bentuk-bentuk ini terlihat pada batu dan pohon. Para pematung acap kali memanfaatkan fenomena ini. Begitu pun pelukis, menjadikannya inspirasi. Pematung Tjokot memanfaatkan citra imaji ini dalam berkarya. Karya-karyanya terbentuk dari batang pohon tua yang keropos karena proses alam. Hal yang sama juga dilakukan I Ketut Muja. Mereka menelusuri imaji atau ‘prarupa’ pada batang pohon tersebut dan menatahnya membentuk rupa.

Ada 4 buah karya dari sekian patung yang ada di ruang pameran ini yang memanfaatkan citra alami kayu sebagai inspirasi dalam berkreasi. Tentu dengan kadar usia kayu dan pemrosesan yang masing-masing berbeda. Dengan mengetengahkan tema Tantri, I Ketut Widia memasukkan beragam satwa ke ruang ciptanya. Wahana ekspresinya berupa batang kayu waru yang berongga seperti selongsong. Rengatan-rengatan dan bonggol-bonggol dengan jendulan nampak di beberapa bagian. Warna putih kelabu menyelip di dalam urat-urat kayu sehingga nampak seperti fosil. Bentuk-bentuk satwa ditatahkan di sela-sela bonggolan dan rongga yang bertebaran di sekujur kayu. Bentuk disusun sedemikian rupa didasari tinjauan komposisi.

Ketut Widia membagi ruang ciptanya menjadi tiga tingkatan atau ‘triloka’ yaitu dunia bawah, tengah dan atas. Dunia bawah direpresentasikan dengan citra karang yang merupakan bagian pangkal pohon yang berbentuk tak beraturan dengan banyak bonggol yang berlubang-lubang dan berongga. Bonggol-bonggol dikreasi menjadi bentuk siput dan katak. Sebagian lainnya tetap dibiarkan dalam bentuk alaminya. Bagian tengah triloka ditatahkan citra gajah, rusa dan kera sementara loka atas dicitrakan dalam bentuk burung.

Beragam citraan muncul di kayu kemboja I Nyoman Kurdana, media di mana dia mewujudkan imajinasinya yang digerakkan oleh imaji yang terlihat samar di batang pohon ‘bakalan’. Nampak sulur-sulur menyerupai tanaman yang sepintas juga mirip satwa. Ada juga tumbuhan, serumpun dedaunan, figur binatang dan bentuk-bentuk nirrupa. Visual-visual itu menumpuk dalam konstruksi yang nampak ringkih dan acak. Jejak dahan masih terlihat, keropos, berongga, memunculkan citra abstrak. Visual utama pada patung ini ialah sepasang kera yang sedang berinteraksi, bermain-main seperti dinyatakan pada judul karya; Monyet Bercanda. Citraan-citraan yang tertatah dalam patung ini terkesan purba.

Wayan Jana mereaksi bonggol kayu jati yang ditemukan di area penjualan kayu. Mata batinnya menangkap sesuatu yang terpendam pada kayu tersebut. Dalam perkiraannya, potongan kayu itu berusia tahunan. Kayu itu sudah kering, keropos, berongga, diwarnai retakan-retakan. Urat-uratnya terlihat kasar. Kondisi tersebut diakibatkan pelapukan, sebuah proses alami menandai sebentuk kematian.

Imaji pada bonggol itu mengantarkan imajinasinya pada citra sebentuk burung. Tanpa membuat sketsa, dia langsung menatah, menegaskan imaji dengan berdasar pada pola yang ada di dalam imajinasinya. Pahatnya mengupas kayu, serpih demi serpih. Membentuk, menelusuri alur kayu. Jana memberikan sayap. Alur kayu yang berkelok merefleksikan gerakan, geliatan, menyiratkan denyut kehidupan. Pada sisi sebaliknya ditandakan sebentuk kaki yang terlipat menyelap ke permukaan kayu yang bergalur-galur, berurat kasar, dironai retakan dan rongga. Bentuk kepala, kaki, sayap melebur bersama galur-galur dan retakan kayu. Kondisi kayu seperti fosil. Kesan ini dipengaruhi warna putih kelabu yang mengendap dalam urat kayu.

Patung burung kokokan pada Pameran Wana Jnana [Foto AS Kurnia]

Burung kokokan atau bangau menjadi simbol kemakmuran bagi penduduk desa adat Petulu Gunung, Ubud. Sudah sekian abad lalu kokokan jadi ikon desa ini. Desa Petulu Gunung tak jauh dari desa Singapadu, kampung Wayan Jana. Kokokan sudah tersimpan lama di ingatannya. Menjadi otomatis ketika melihat tanda menyerupai burung, rupa yang muncul di permukaan memorinya adalah kokokan.

Keberadaan kokokan oleh warga desa diyakini sebagai utusan Sang Pencipta yang senantiasa menjaga desa dari gangguan penyakit dan hama. Menandai hubungan harmonis yang selalu terjaga antara warga dan kokokan, setiap perayaan Kuningan digelar ritual Ratu Kokokan.

Sosok burung dengan tubuh kayu ringkih penuh galur-galur, urat-urat kasar, retakan, lekukan, cekungan, rongga-rongga dan lubang bagaikan luka menganga, telah mengepakkan sayapnya.

Bongkahan bonggol jati berdimensi 95 x 145 x 55cm diletakkan pada posisi horisontal. Satu ujungnya bercabang dua. Sebatang cabang menyeruak ke atas sementara cabang lainnya mendatar di bawah menjadi bagian dasar bakalan kayu atau kaki patung. Bagian ujung ini lebih lebar dan tinggi. Sepertinya itu bagian pangkal tempat beradanya akar. Ujung lainnya di sisi kanan lebih rendah. Jika menarik ‘garis pandang’ dari sudut atas pada sisi kiri ke ujung kanan akan menghasilkan garis pandang yang melandai, menurun. Patung ini karya I Ketut Rediana.

Sosok perempuan dalam sikap berdiri ditatahkan pada permukaan bidang kayu yang lebar di bagian kiri. Posisinya agak ke atas. Perempuan itu sedang menghela dua ekor kuda yang menarik kereta kencana berkepala naga. Arah laju kereta menuju ujung yang merendah. Pembatas sisi kereta berbentuk sayap. Tatahan-tatahan alur bergelombang melaras dengan alur urat kayu, berkelok ritmis, nampak membungkus kereta dan kuda penariknya. Geraknya meliuk, menggeliat, berkejaran dengan urat dan galur-galur kayu.

Garis pandang yang menurun memberi efek tekanan. Alur-alur itu bagaikan gelombang air bah menurun deras dari ketinggian, mendorong kereta masuk ke dalam laut. Entah dari mana datangnya. Dari dunia tengahkah atau dunia atas, tempat dewa-dewi. Sepenggal kisah menyebutnya sebagai ‘dewi srengenge’ (matahari). Legenda laut selatan itu menuju pulang.

Seonggok kayu kemungkinan besar akan lapuk, keropos, memulai proses penghancuran diri, melebur ke alam hingga tinggal ‘sari’nya atau terbakar hangus disebabkan laku manusia. Kayu bangkit dari ‘kematian’nya ketika manusia penuh imajinasi menemukannya. [T]

Bedulu, 8-7-2021

Tags: Pameran Seni Rupapatung baliPesta Kesenian Baliseni patungSeni Rupa
Previous Post

Perupa Arya Palguna | Kembali ke Bali, Menyambung Ingatan

Next Post

Pagi ini Kudapat Ciuman | Cerpen IBW Widiasa Keniten

AS Kurnia

AS Kurnia

Pelukis dan Penulis. Lahir di Semarang, 1960 dan sejak tahun 1990 bermukim di Bali. Beberapa kali pameran tunggal dan banyak terlibat dalam pameran bersama. Pernah meraih Penghargaan Pertama "Kompetisi Pelukis Muda Indonesia" tahun 1989 yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan Alliance Francaise. Menulis di Koran Jayakarta, Dharma, Kartika Minggu, Suara Merdeka, Jawa Pos, dan Tribun Bali.

Next Post
Pagi ini Kudapat Ciuman | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Pagi ini Kudapat Ciuman | Cerpen IBW Widiasa Keniten

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ritual Sebelum Bercinta | Cerpen Jaswanto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Menjaga Rasa, Menjaga Bangsa | Dari Diskusi Buku “Ragam Resep Pangan Lokal” di Ubud Food Festival 2025

MATAHARI menggantung tenang di langit Ubud ketika jarum jam perlahan menyentuh angka 12.30. Hari itu, Minggu, 1 Juni 2025, Rumah...

by Dede Putra Wiguna
June 4, 2025
Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng
Kuliner

Lalapooh: Cinta, Crepes, dan Cerita di Tengah Pasar Senggol Pelabuhan Tua Buleleng

SORE menjelang malam di Pasar Senggol, di Pelabuhan Tua Buleleng, selalu tercium satu aroma khas yang menguar: adonan tipis berbahan...

by Putu Gangga Pradipta
June 4, 2025
Film “Story” dan “AI’r”: Tekhnologi dan Lain-lain | Catatan dari Layar Kolektif Bali Utara
Panggung

Film “Story” dan “AI’r”: Tekhnologi dan Lain-lain | Catatan dari Layar Kolektif Bali Utara

ADA enam flm pendek produksi devisi film Mahima Institute Indonesia (Komunitas Mahima) diputar di Kedai Kopi Dekakiang dengan tema “BERTUMBUH”,...

by Sonhaji Abdullah
June 4, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co