Pagi ini ngopi sambil menikmati lelehan cat air yang telah ngeblur-proses blobor di objek patung pojok kanvas yang kini telah mengering
Badan terasa dingin karena melukis sejak sore hingga malam larut di halaman belakang yang terbuka. Udara sejak sore kemarin dingin dan berembun lalu gerimis, segera kanvas saya pindah. Tapi energi berkarya masih terus ada saya tak ingin berhenti
Berkarya terus berlanjut dalam suasana lembab dan puncaknya hujan. Akibat juga tampias cat air tak bisa diproses ke bentuk, lelehan meluber lalu saya coba bentuk, hilang lagi dalam beberapa detik dan menit, dicoba ke bentuk dengan penekanan warna gelap dan terang lalu meluber lagi, akhirnya saya miringkan kanvas 10 derajat. Malam kian larut saya rasa dilanjutkan besoknya
Dan pagi ini menikmati kembali perjuangan tadi malam. Menyimak bagaimana proses artistik di kanvas berlapis lapis rasa
Proses karya Beji Langon Kapal ini memang terasa penuh perjuangan. Diawali kami dalam suasana pandemi tiba dilokasi dan berkarya pukul 11.00 wita di bawah terik panas matahari tropis di pelataran yang dikeraskan semen. Beruntung ada pohon besar yang tua dan sumber mata air mengalir jernih sebagai penyejuk nan asri.
Penglihatan cukup nanar kala menembus objek yang kami kagumi. Silau putih kanvas yang memantul menatang kami melakukan proses pemindaham objek ke visual kanvas lewat sketsa.
Matahari yang kian menyegat tek cukup terasa karena kita fokus pada kekaguman karya para leluhur yang artistik.
Komposisi saya bangun dengan garis – garis sketsa , penekanan gelap – terang dan pemilihan objek yang dimunculkan di kanvas.
Tiba posisi saat kanvas mesti dalam posisi permukaannya rata, permukaan kanvas menghadap ke biru cerah langit Desa Kapal, Mengwi, Badung. Kadang demikian resiko berkarya di lokasi dalam terik matahari terasa panas dan silaunya balik ke muka sendiri .
Sambil mengumpukan tenaga kami berteduh menikmati makan siang digemericik alami debit air pancoran Beji Langon yang besar dan indah dan aluran sungai Yeh Sungi di atas batu-batu andesit lebar dan memanjang sangat elok dengan tekstur alam.
Makan siang tak terduga hadir begitu saja dari kiriman sahabat Agung Rahma Putra lewat Putu sosok yang baik memperhatiakn logistik kami dan kami baru kenal dengan Putu.
Berkah serasa memang ada ijin terasa dalam restu saat kami berproses kreatif di Beji Langon berkarya.
Para sahabat perupa Kaiser Loka , Wijaya Suta Pande Nym, Ni Wayan S Handoko dan putra saya Bagus Sastra Art menikmati suasana alam dan lelah terasa terbayarkan oleh alam indah, kebaikan dan keriangan terutama telusuran jejak pahatan lamapau yang penuh nilai estetik , mengetarkan memang.
Kesejukan air dan lelah serta panas matahari mengoda sahabat Loka menikmati pancuran permandian dan Bagus Sastra kemudian menyusul menikmati air pancoran setelah gagal mengajak saya, saya sedang fokus memecahkan daya serap cat air dikanvas yang masih ada basis minyaknya.
Bagus Sastra setelah menuntas kan sketsa dan drawing Boma lalu secara alami ingin menikmati air pancoran sambil melakukan prosesi ‘melukat’. Kebetulan sejak kecil ia terbiasa ‘melukat’ disumber mata air, danau, laut dan Griya.
Terik matahari yang membakar kulit baru terasa saat berteduh di Bale Bengong menghadap sungai. Kami memeriksa lukisan yang sdh kami dapatkan dan berbagi pengalaman sambil menikmati makan siang
Sebelumnya Bagus Satra asik dengan proses penciptaan artistik dengan objek pilihannya pancoran dan karakter wajah boma mengeluarkan air sepanjang musim, Loka asik dengan interpretasi patung patung bidadari, pendeta , macan, celeng. Wayan asik dengan kepala Gajah yang Unik berukuran besar di tebing. Alit asik dengan objek yang sama.
Kami terpukau pada patung gajah di tebing padas dalam wujud hybrid dari masa lampau yang sarat makna .
Menurut salah sebuah sumber keberadaan Beji Langon Kap ini sudah ada sejak abad ke 13 Masehi.
Persoalan saya saat proses kreatif itu adalah teknis cat air tak bisa terserap lancar dikanvas. Saya kemudian mencari jalan keluar dengan kuas besar agar banyak menyerap air dilakukan berulang dibawah terik matahari pukul 14.00 wita.
Proses terus berlanjut coba saya dipecahkan sambil menunggu kering disisi lain digarap dibagian lain.
Target karya selesai dilokasi akhirnya berbeda. Karya mesti dibawa basah ke mobil yang jauh ditas di ketingian anak tangga yang berjumlah 50 an dengan kemiringan 30 – 45 drajat memang ini olah raga dan seni saya pikir.
Tadi malam beda lagi berporoses salam susana dingin ‘sasih kasa’ dikenal awal musim dingin di Bali.
Karya Beji Langon Kapal ini memang terposes demikian dalam suasana dingin, suasana sejuk dan suanasa terik yang menguras energi dan bikin mata nanar kulit tersengat
Di studio campuran kanvas saya eksplorasi lagi sehingga proses cat air menjadi berdaya serap tinggi dan menimbulkan karakter artistik yang diinginkan diatas permukaan kanvas. Kemudia saya timpa dengan mengatur value dan hue setiap warna untk memunculka karakter obejek gajah hybris –‘gana panungalan’ yang simbolik itu.
Akhirnya eksplorasi bahan bisa mencapai nuansa yang saya padukan unsur monocromatic color dan polycomatic color lebih mudah terproses namun perjuangan masih berlanjut … [T]
8.Juli . 2021, Kapal, Mengwi, Badung, Bali