Hari Lahir Pancasila 1 Juni ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pancasila tidak saja hanya diperingati kelahirannya namun harus terus ditanamkan dalam praktek kehidupan berbangsa dan bertanah air.
Mengingat banyak generasi milenial yang tidak mengenal dasar, sendi-sendi yang mengokohkan berdirinya Bangsa Indonesia yang didirikan dengan penuh perjuangan, pengorbanan jiwa dan raga, peringatan ini diperlukan. Apalagi, berdasarkan beberapa hasil lembaga survei, masih ada rakyat Indonesia tidak tahu Pancasila, ada juga yang tidak mau menyanyikan Indonesia Raya. Ini sangat memprihatinkan. Ini harus segera diantisipasi. baik dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah, juga terus ditanamkan pada seluruh komponen masyarakat.
Dalam kajian ini saya coba memotret Pancasila yang berkembang di ranah politik. Sejauhmana seharusnya melahirkan pemimpin yang mempunyai jiwa kebangsaan, jiwa kenasionalan yang berbhineka, bukan melahirkan pemimpin yang berjiwa kerdil, berjiwa pemecah belah bangsa. Namun tak bisa dipungkiri kenyataan masih ada pemimpin politik yang dihasilkan dari perhelatan pemilu ke pemilu seperti itu, serta ada tokoh masyarakat yang mengenyampingkan Pancasila sebagai dasar pijakan dalam bermasyarakat.
Hal ini nampak dari menurunnya kultur politik di Indonesia, apakah terjadi karena pijakan dalam berpolitik yang digunakan bukan Pancasila? Kemunduran Indeks Demokrasi Indonesia 2020, disampaikan oleh The Economist Intelligence Unit ( EIU) pada harian Kompas pada 3 Februari 2021 lalu mengalami satu penurunan.
Bicara soal demokrasi dalam suatu Negara, ada dua sudut pandang yang berbeda untuk melihat negara demokrasi yaitu, sudut pandang normatif dan empirik. Dalam sudut pandang normatif, demokrasi merupakan sesuatu negara yang diselenggarakan oleh sebuah negara dengan ungkapan “Pemerintahan dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat.”
Pada dasarnya Indonesia menganut sistem demokrasi di mana pemerintahan tertinggi adalah rakyat. Oleh karenanya, rakyat mempunyai kekuasaan penuh untuk mengelola negara, sehingga kemajuan sebuah negara merupakan tanggungjawab seluruh rakyatnya. (sebagaimana disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Sebenarnya, sistem demokrasi di Indonesia yang menganut sistem ‘Demokrasi Pancasila, sehingga sistem ini memiliki nilai lebih dari negara-negara lain di dunia manapun. Demokrasi Pancasila mengandung nilai moral, yaitu; persamaan bagi seluruh rakyat Indonesia, di mana ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Selain itu, pelaksanaan kebebasan yang ada dalam proses demokrasi dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Maha Esa, diri sendiri dan orang lain. Hal ini dumaksudkan dalam rangka mewujudkan rasa keadilan sosial, musyawarah mufakat, mengutamakan persatuan nasional dan kekeluargaan, serta menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional.
Terlepas dari berbagai kemelut politik di tahun 2020 yang menyisakan satu catatan sejarah penting pada pemerintahan Joko Widodo, dengan diselenggarakannya pemilu serentak yang berjalan lancar dengan tingkat partisipasi cukup tinggi. Adakah dengan begitu demokrasi Pancasila mencapai sebuah pencapaian posistif atau justru stigma negative dalam perjalanan republik?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa bangsa Indonesia dianugerahi Pancasila yang menjadi pemandu dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. “Yang menjadi benteng untuk menghadapi bahaya ideologi-ideologi lain. Yang jadi rumah bersama bagi seluruh komponen bangsa,” ujar Presiden Jokowi saat memimpin Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila Nasional Tahun 2019 di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri (sebagaimana dikutip dari kemnlu.go.id)
Sebagai sebuah negara besar dan majemuk, lanjut Presiden, sejarah telah menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa besar yang selalu mampu menghadapi masa-masa sulit, bahkan semakin kokoh bersatu dalam menghadapi tantangan-tantangan.
“Tujuh puluh empat tahun perjalanan Republik Indonesia, telah membuat bangsa kita menjadi bangsa yang dewasa dan matang. Tujuh puluh empat tahun yang penuh dinamika, naik dan turun. Tetapi kita bisa mengelolanya, mampu mengelolanya, dan semakin memperkokoh persatuan kita,” tambah Presiden.
Proses demokrasi, menurut Kepala Negara, telah berhasil dikelola dengan baik, dari periode ke periode waktu. Ia menegaskan bahwa konstitusi selalu dipegang teguh oleh bangsa Indonesia dan nilai-nilai Pancasila adalah pemandunya yang menjadi rumah bersama sebagai bangsa.
“Setiap tantangan yang mengganggu persatuan bangsa dan mengganggu Pancasila, harus menambah kedewasaan kita. Semakin dewasa dalam berdemokrasi. Dan semakin strategis dalam melangkah untuk kemajuan bangsa. Dan semakin dewasa dalam menjaga persatuan dan ketenteraman kita,” tegas Kepala Negara.
Pendapat lain datang dari pengamat Politik LIPI, Prof. Dr. Firman Noor, yang mengatakan bahwa masa depan demokrasi kita tampaknya belum akan pulih dalam waktu dekat. Model post-democracy akan tetap bercokol dalam kehidupan politik kita. Memang kita tidak akan mengarah pada model pemerintahan otoriter, namun juga belum akan mengarah pada bentuk pemerintahan demokrasi tulen. Berbagai indikasi menjelang dan saat terjadinya pandemi COVID-19, tidak menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada dukungan bagi perbaikan demokrasi.
Jika tidak ada sebuah terobosan politik yang berarti, bisa jadi kualitas demokrasi kita semakin melorot pasca-pandemi ini. Munculnya berbagai regulasi yang bernuansa sentralisasi kekuasaan, selain juga karakter demokrasi kita yang mengarah pada post-democracy, dan situasi politik yang tengah berjalan saat pandemi, menjadi persoalan-persoalan pokok demokrasi kita hari ini. Belum lagi kondisi kehidupan ekonomi yang makin melemah dan potensi renggangnya kohesi sosial yang dapat memperburuk situasi.
Di satu sisi kita harus mulai waspada agar resesi dan konflik seperti yang terjadi di Lebanon ketika rakyat semakin lapar dan frustrasi, tidak terjadi di tanah air. Namun pemulihan stabilitas sosial-politik yang tidak tepat bisa berujung pada restriksi berkepanjangan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan demokrasi. Sebuah situasi yang menyebabkan pegiat demokrasi harus melupakan tidur nyenyaknya lebih panjang lagi.
Oleh karena itu, tidak ada pilihan bagi kalangan civil society untuk bangkit kembali memainkan peran asasinya dalam melindungi dan menyuburkan kehidupan demokrasi kita, baik pada masa pandemi COVID-19 maupun sesudahnya. Kerja kolektif para pihak yang peduli terhadap kualitas kehidupan demokrasi harus makin digiatkan, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan konstitusional anak bangsa.
Membicarakan masa depan demokrasi Indonesia yang saat ini menduduki peringkat ke-64 dunia dalam Indeks Demokrasi yang dirilis EIU dengan skor 6.3 sebenarnya dari segi peringkat Indonesia masih tetap sama dengan tahun sebelumnya, namun skor tersebut menurun dari yang sebelumnya 6.48. Dan ini merupakan angka terendah yang diperoleh Indonesia dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Indonesia dikategorikan sebagai negara dengan demokrasi cacat.
Mengutip pendapat Direktur Ekesekutif Indonesian Public Institute Karyono Wibowo yang mengatakan bahwa laporan ini harus menjadi cambuk bagi pemerintah Indonesia untuk memperbaiki pelaksanaan demokrasi. Karyono berpendapat ke depan Indonesia masih akan menemui sejumlah tantangan, tetapi ia optimis indeks demokrasi Indonesia akan membaik jika kebijakan yang diambil pemerintah mencerminkan prinsip-prinsip demokrasi.
Lain halnya pandangan mantan Rektor UGM Sofian Effendi dalam sebuah diskusi peluncuran buku “Sistem Demokrasi Pancasila” di Jakarta, kamis (12/3) tahun lalu mengatakan disadari atau tidak, sistem demokrasi Pancasila kini sudah bercampur dengan demokrasi liberal. Karena itu, perlu ditegakkan kembali sesuai dengan cita-cita pendiri bangsa.
Mantan Rektor UGM ini menginginkan supaya demokrasi Pancasila, sistem politik dan ekonomi betul-betul dilaksanakan di Indonesia karena UUD kita sekarang tidak lagi bersemangat itu, hanya pembukaannya. Pasal-pasal tidak sesuai lagi dengan landasan filosifis Pancasila. Menurut Mantan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) ini, nilai-nilai Pancasila mulai hilang karena masuknya paham liberal, neolib, dan lain-lain. Paham-paham tersebut telah salah memahami demokrasi Pancasila dengan menyamakan sistem demokrasi di negara lain seperti Amerika Serikat.
Kesimpulan:
Penulis berpendapat setiap rakyat atau warga negara tentunya berkewajiban untuk menghargai dan menjunjung tinggi hukum, menjunjung tinggi ideologi dan konstitusi negara, mengutamakan kepentingan negara, serta ikut dalam berbagai bentuk kegiatan politik. Sistem demokrasi Indonesia yang menganut system ‘Demokrasi Pancasila’ semestinya harus menjunjung tinggi nilai-nilai moral yaitu persamaan bagi rakyat seluruh Indonesia.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada prinsipnya menegaskan bahwa, bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Ketuhanan yang dimaksud oleh Sukarno adalah Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, berkeadaban, dengan sikap saling hormat menghormati sesama pemeluk agama dan kepercayaan.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban serta pelaksanaan kebebasan yang semestinya dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Demokrasi Tuhan yang Maha- Esa diri sendiri dan orang lain. Dan selayaknya berdemokrasilah dengan kecerdasan, mengatur dan menyelenggarakan demokrasi tidak menggunakan naluri, kekuatan otot, atau kekuatan semata-mata, tetapi menggunakan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Berkaitan dengan ide demokrasi Pancasila yang berintikan kekeluargaan dan harmoni sebagaimana diuraikan di atas, menurut Satjipto Rahardjo, bangsa Indonesia merupakan penggagas ulung tapi lemah dalam mempraktikannya. Nilai-nilai pada bangsa Eropa berbeda dengan nilai-nilai budaya Timur (Korea, Jepang, Indonesia). Kehidupan sosial masyarakat pada bangsa berputar pada sumbu nilai-nilai kolektif dan komunal, sedangkan budaya Barat bertumpu pada individualisme. Persoalan yang besar bagi bangsa Indonesia adalah suasana dan perilaku kolektif komunal sekarang makin menghadapi tantangan yang datang dari kehidupan modern.
Adapun bangsa yang ingin menjadi modern memasuki industrialisasi, maka sudah berbicara keterbukaan, hak asasi manusia, civil society dan sebagainya. Sehubungan dengan hal tersebut, terlihat suatu proses, yaitu proses menanamkan nilai individual ke dalam budaya kolektif sedang berlangsung di Indonesia. Sebagai suatu proses, maka terjadi tarik-menarik antara sisi individual dan sisi komunal. Proses ini akan berlangsung dalam waktu yang lama sampai akhirnya tercapai suatu keadaan yang mapan, yaitu Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, harmonis, adil dan sejahtera.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa demokrasi secara universal adalah tatanan kenegaraan dengan konsep kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sebagai penerapan martabat manusia dengan nilai-nilai persaudaraan, kesetaraan dan kebebasan. Maka bisa dikatakan bahwa kekuatan Pancasila sebagai pemersatu bangsa tidak hanya teruji tapi juga dipuji banyak negara. sebagai penutup, penulis menilai hendaknya pendidikan tinggi harus membangun karakter generasi muda dengan jiwa kebangsaan yang kokoh, yang memegang teguh Pancasila, menghargai kebinekaan dalam persaudaraan dan persatuan, berintegritas tinggi dan antikorupsi, serta penuh toleransi dan menghargai demokrasi.
Terkait peringatan Hari Lahir Pancasila, Pancasila dalam tindakan menuju Indonesia Tangguh. harus kita jadikan momentum menguatkan dan mengimplementasikan kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana Trisaktinya Bung Karno yaitu berdaulat dibilang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dibilang kebudayaan. semoga cita cita para pendiri bangsa dan kita anak-anak bangsa semua dalam mewujudkan Republik Negara Kesatuan Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. [T]
Bali, Sasih Sadha, 1 Juni 2021