3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Utang | Cerpen Rastiti Era

Rastiti ErabyRastiti Era
April 10, 2021
inCerpen
Utang | Cerpen Rastiti Era

Ilustrasi tatkala.co | Satia Guna

Tiga hari berbaring di tempat tidur membuat kepalaku pusing. Aku masih ingat malam itu cuaca dingin menusuk jari-jemariku hingga bergetar. Aku merasa tidurku akan nyenyak karena udara dingin ini membuat selimut tebalku menjalankan perannya dengan baik. Tapi malam itu bukanlah malam yang aku impikan. Malam itu berubah mencekam saat panas tiba-tiba merasuki diriku yang terbalut selimut tebal. Tak seperti biasanya aku merasakan anomali semacam ini. Leherku terasa tercekik dan keringat mengucur dari dahiku. Badanku terasa kaku dan bibirku kelu tak bersua. Mataku terasa menangkap sesuatu. Aku tak bisa membuka mata dalam ketakutan. Tapi aku tahu, ada sesuatu; makhluk berdiri tepat di hadapanku.

***

Pagi itu, aku dibangunkan oleh panggilan seorang wanita paruh baya yang datang ke rumahku, suara yang kukenal namun tak ingin kudengar, “Men Putu, keluar sebentar, aku mau pinjam seratus ribu pakai beli banten. Anakku otonan besok,” begitulah kalimat yang sekiranya aku dengar.

Aku yang masih setengah sadar tidak menghiraukan hal itu, tapi aku mendengar suara langkah kaki menuju pintu. Pasti ibuku yang menghampiri wanita paruh baya itu.

 “Mih, Mbok Kadek, pagi-pagi gini di mana aku dapet uang? Ke pasar aja belum, lagi pula aku harus bayar spp-nya Putu, Mbok. Maaf, ya,” kata ibuku yang jelas kutahu.

Dengan memelas, wanita paruh baya yang dipanggil “Mbok” alias kakak perempuan itu membalas kata-kata ibu, “Mih, lihat dong, segini susah saudaramu, apa ngga bisa ditunda dulu bayar spp-nya Putu? Jugaan lagi lama Putu ujian.” Seketika mataku terbuka lebar saat namaku disebut oleh wanita paruh baya yang biasa kupanggil “Men Kadek”.

Ibuku memasuki rumah dan memberikan uang kepada Men Kadek. Embel-embel “nyama” alias saudara membuat ibu tidak tega membiarkan kakak sepupunya, yang merupakan janda beranak empat itu kebingungan mencari pinjaman uang.

Anak-anak Men Kadek masih kecil, yang sulung baru berumur 10 tahun dan adik-adiknya masing-masing berumur 7 tahun, 5 tahun, dan si bungsu baru 2 tahun. Suami Men Kadek, Pan Gede meninggal setahun lalu karena sirosis hati. Pan Gede seorang pemabuk keras yang suka keluyuran. Keluarga mereka tidak harmonis. Masalah selalu dapat celah untuk menghampiri mereka.

Dulu, hampir setiap malam aku mendengar mereka bertengkar, kebetulan rumah kami bersebelahan. Anak-anaknya sering menangis. Bapak dan ibuku sering mendatangi mereka untuk melerai pertengkaran atau paling tidak mengajak anak-anak Men Kadek untuk tinggal sementara di rumahku.

Sementara itu, Bapak lebih sering keluar kota karena pekerjaannya. Aku dan ibu hanya tinggal berdua. Ibuku tidak bekerja, hanya mengandalkan kiriman uang dari bapak. Sebenarnya jumlah uang kiriman bapak cukup banyak, namun begitulah, setiap kali ibu ada uang yang lebih dari cukup, Men Kadek selalu saja datang tiba-tiba membawa alasan untuk meminjam uang, dan hal yang sama selalu terulang, lalu ibu harus minta uang lagi ke bapak. Aku beberapa kali marah dan melarang ibu membantu Men Kadek, hanya saja ibu selalu mengatakan hal yang sama berkali-kali.

“Meme dari kecil tak punya orang tua, diasuh sama bapaknya Men Kadek. Sudah seharusnya sekarang Meme membantu Men Kadek. Hitung-hitung balas budi.”

Aku mengerti ibu ingin membalas budi atas apa yang diberikan Bapak dari Men Kadek, hanya saja aku melihat jelas bahwa Men Kadek benar-benar memanfaatkan ibu untuk menanggung semua masalahnya. Bahkan utang yang dia bayar pun hampir selalu kurang dari yang seharusnya. Ibu lagi-lagi harus bersabar dan mengikhlaskan sisanya. Aku sempat mengadu kepada bapak dan bapak geram. Tapi, tetap saja ibu tidak tega melihat janda beranak empat itu hidup tak berkecukupan.

Namun begitu aku pernah sekali waktu memergoki Men Kadek memperhatikan ibuku dengan wajah yang aneh. Kala itu ibu sedang menyapu halaman depan rumah, aku membuat pekerjaan rumah di teras, dan tak sengaja ekor mataku menangkap seseorang melintasi lalu berdiri di dekat gerbang dan aku yakin, orang itu berusaha bersembunyi. Aku pura-pura tidak melihatnya, perlahan aku menjadi yakin orang itu adalah Men Kadek. Ibuku yang sedang asik menyapu tak memperhatikannya sedikit pun, tapi aku bisa melihat gelagatnya yang aneh. Dia berdiri di dekat gerbang yang agak tertutup tanaman. Matanya fokus tertuju pada ibu. Beberapa kali dia melirik ke arahku dengan bola matanya yang mirip mata kucing. Ia sepertinya menyadari bahwa aku memperhatikan gelagatnya. Melihat mata itu, nyaliku menciut, kubiarkan ia tetap di sana tanpa berkata apa-apa pada ibu. Ibu mendekat ke gerbang, dan wanita itu sepertinya bersiap-siap menyapa atau disapa ibu. Benar saja, Ibu menyapa wanita itu, yang tetap saja berdiri di depan gerbang.

“Eh Mbok Kadek, aku ngga lihat kamu di sini. Ada apa, Mbok?”

“Eh…ee.. tidak, tidak apa-apa, Luh. Ee… Aku cuma lewat, hmm.. oh iya, tadi mau ke warung Bli Wayan beli kopi tapi kopinya habis. Aku balik dulu, Luh,” katanya seperti menyembunyikan sesuatu dan sial, mata itu menatapku lagi, walau hanya sekejap, lagi-lagi membuat nyaliku mengecil.  

“Ah masa sih, Mbok? Kayaknya baru kemarin dia nyetok kopi, katanya baru datang dari Banyuatis. Cepet sekali habis, ya?”

“Ya aku ngga tau juga, ee… balik dulu ya!”

“Iya, Mbok”.

Aku menaruh curiga dan akhirnya memutuskan untuk mendatangi warung yang ada di sebelah rumahku itu. Warung Pak Yan, warung yang paling lengkap, setidaknya itu yang kutahu, Pak Yan aku pikir tak pernah kehabisan dagangan, sebab dia selalu memperhatikan barang-barangnya yang menyusut dan warung ini merupakan satu-satunya warung di banjarku.

“Me, aku mau beli jajan di warung Pak Yan dulu ya, tugasku banyak dan aku capek ngerjain.”

Aku pergi ke warung Pak Yan berbekal curiga dan diam-diam melihat stok kopi yang rupanya seperti dugaanku, masih banyak. Sepertinya, sebanjar pun belanja ketika itu masih cukup, kopi kulihat berjejer di rak kayu yang kehitaman. Di atas kayu itu kulihat berbagai ukuran seperti kopi bungkus kiloan, setengah kilo, dan kopi sachet masih tergantung di depan warung. Kuputuskan segera pulang setelah membeli es krim dan sebungkus kacang. Bukan kepalang, sesampainya di rumah hatiku semakin tidak tenang. Entah perasaan apa yang tiba-tiba menyambarku.

Suatu hari aku berkunjung ke rumah tetangga yang mengadakan upacara adat. Sebagaimana kebiasaan di kampung, aku sebaiknya berkumpul bersama para tetangga agar tak dikata kuper, bisu, atau cap-cap lain yang tak mengenakkan. Ibu-ibu berkumpul menyiapkan banten dan berbagai persiapan upacara. Mereka duduk bersila di teras rumah yang cukup luas untuk menampung belasan orang. Entah mengapa, mereka pun sibuk membicarakan Men Kadek sebagaimana pikiranku yang selalu terbayang mata yang menatapku dari balik pagar. Dan betul saja, ibuku banyak mendapat nasehat dari tetangga yang sudah tahu kebiasaan Men Kadek, yang sering meminjam uang ke ibuku, yang mengembalikan sekenanya. Ibu hanya mengiyakan dan aku tahu, setelah obrolan itu selesai, ibu akan tetap seperti sebelumnya, meminjamkan uang ke Men Kadek, dan kelak menjadi obrolan lagi, dan begitu terus berulang.  

Aku bahkan beberapa hari lalu tidak sengaja mendengar ada tetangga yang mengatakan ibuku bisa saja diguna-guna oleh Men Kadek. Jika ibu mendengar itu, tentu saja ibu akan sangat sedih. Banyak tetangga yang curiga bahwa Men Kadek belajar ngeleak: ilmu hitam. Tiba-tiba Men Kadek datang dari pintu gerbang rumah di empunya acara. Langkahnya agak tergesa-gesa, mungkin dia sadar dia terlambat datang ke acara ini. Kamen yang dia gunakan agak melorot. Baju kaosnya pun agak lusuh seperti baru saja habis diremas.

Obrolan ibu-ibu itu berhenti seketika, dari yang tadinya sibuk berbisik dan saling mendekat, menjadi tiba-tiba bubar satu per satu. Beberapa orang nampak mencari kesibukan lain. Ada juga yang tiba-tiba mengaku kebelet pipis atau membantu kesibukan di dapur. Tetangga yang merasa canggung akhirnya menyapa Men Kadek dengan nada yang berpura-pura ramah. Air muka Men Kadek yang awalnya juga canggung perlahan nampak lebih santai. Acara pun berlanjut, aku membantu tetanggaku menyiapkan segala persiapan upacara.

Sesampainya di rumah, sekali lagi aku bertanya pada ibuku “Me, sudah dengar kata tetangga? semua sudah tahu, Meme belum paham juga?  Kalo aku jadi Meme aku ngga bakal ngasi Men Kadek minjem uang. Bapak juga udah capek ngeliat tapi kasian sama Meme. Aku tak suka ada orang yang buat Meme susah gini!”

Ibu tak menjawab dan melihat ke arah pintu. Tiba-tiba, di sana berdiri Men Kadek dengan bola mata itu lagi, tapi kali ini lebih lebar seakan merangsek keluar dari kelopaknya. Sorot matanya tajam seperti pisau yang baru diasah. Nafasnya tak teratur. Aku diam membisu. Matanya tepat mengarah padaku yang kaku berdiri di pintu rumah. Dia keluar dari halaman rumahku dengan langkah tergesa-gesa. Dan ibu menjadi pelamun setelah kejadian itu.

Malam itu, hawa kamarku sedikit lebih panas dari biasanya. Aku sudah sangat mengantuk, kelopak mata rasanya begitu berat, tapi aku tidak bisa tidur. Keringat bercucuran membasahi wajahku. Tiba-tiba leherku… leherku serasa tercekik. Aku ingin berteriak tapi entah kenapa sangat sulit bagiku untuk mengeluarkan suara. Aku melihat bayangan makhluk yang sangat menyeramkan. Bayangan itu seakan berada tepat di atas badanku yang terlentang di tempat tidur. Sial, aku tak bisa berteriak. Bayangan itu melebihi ukuran orang dewasa dengan badan yang kekar dan rambutnya terurai acak-acakan, tapi tinggi, melebihi orang dewasa umumnya, dan tak ada orang dewasa memiliki gigi panjang seperti itu.

Bayangan itu meloncat lalu seakan-akan menari di depanku. Geraknya lincah dan beberapa kali aku serasa mendengar tawa dalam tidurku. Aku menggigil. Ingin sekali rasanya aku bangun. Tapi aku bahkan tidak tahu apakah ini mimpi atau tidak. Tak lagi bisa kubedakan, mana mimpi mana kenyataan. Mata itu, mata kucing, mata pisau, mata yang ingin keluar itu, aku mengenalnya. Ya…ya…aku tahu mata itu. Mata itu pernah menatapku!

Dan Sepertinya kasurku sudah basah oleh keringat. Aku berusaha berteriak kencang. Tapi, aku tidak bisa melihat apa pun. Semuanya gelap. Semakin gelap dan setelah itu aku tak ingat apa-apa. Dari ibu, aku baru tahu, aku tak sadar selama tiga hari. Aku tidak mengerti, aku berusaha mengingat, tapi entah mengapa ingatan membawaku pada Men Kadek melihat ke arahku saat aku adu mulut dengan ibu di depan rumah. Pandangannya menyeramkan, seperti haus dan ingin melumatku habis-habis. Sejak itu juga kami tak pernah bertemu lagi dan ibu juga tak menceritakan apa-apa tentang Men Kadek yang tak pernah datang lagi. [T]

  • Banten: sarana upacara dalam agama Hindu
Tags: Cerpen
Previous Post

Puisi-puisi Ruhma Ruksalana Huurul’in | Lakon Penari, Hikayat Serdadu

Next Post

Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

Rastiti Era

Rastiti Era

Biasa dipanggil Era, adalah penikmat teh, kopi, susu, dan buku. Mengulas buku melalui Podcast Sahabat Buku. Kini tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, Undiksha. Punya hobi unik: berteman dengan siapa saja. Silakan hubungi di Instagram @rastiti_era.

Next Post
Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

Tatkala Pandemi, (Bali) Jangan Berhenti Menggelar Ritual Seni dan Budaya

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Senyum Rikha dan Cendol Nangka Pertama: Cerita Manis di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Senyum Rikha dan Cendol Nangka Pertama: Cerita Manis di Ubud Food Festival 2025

LANGIT Ubud pagi itu belum sepenuhnya cerah, tapi semangat Rikha sudah menyala sejak fajar. Di tengah aroma rempah yang menyeruak...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co